PONTIANAK, SP – Keluarga Swandono
Adijanto
diduga terlibat gartifikasi dengan mantan Kepala Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi
Kalbar, A Samad Sormaga.
Dari informasi yang diterima Suara Pemred, sudah dua kali surat pemanggilan pihak Kejaksaan
Tinggi yang ditanda tangani Asisten Intel Kejati Kalbar, Candra Yahya Ello
tidak dipenuhi Swandono Adijanto.
Surat pemanggilan pertama tertanggal Selasa 6 Agustus
2019 pukul 09.30 WIB, dan surat
pemanggilan kedua pada Rabu 23 Oktober 2019 pukul 09.00 WIB.
Pemanggilan tersebut, merupakan upaya aparat penegak
hukum untuk meminta keterangan sehubungan dengan adanya dugaan gratifikasi
dalam mekanisme penerbitan sertifikat hak milik yang tidak sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Syarif Usman Almuthahar selaku kuasa ahli waris pemilik
tanah menyebutkan
Swandono
Adijanto
tidak memenuhi pemanggilan tim pemeriksa dari Kejaksaan Tinggi Kalbar tersebut.
“Justru tanpa sengaja, pada hari Kamis 24 Oktober 2019
saya berpapasan dengan saudara Swandono Adijanto,
dan pengacaranya serta Pak Jasman mantan Kajati Kalbar yang kini sudah
pengsiun. Infonya mereka mau menghadap Kajati Kalbar, tapi ditolak,” kata Syarif
Usman yang disapa Manjin.
Menurut Manjin, tidak boleh yang sedang berkasus untuk
menghadap pejabat yang punya kewenagan dalam memutuskan sebuah perkara.
“Jadi sudah betul, itu tidak boleh, apalagi ada kesan
membawa sokongan. Kami minta agar Kajati Kalbar bersikap tegas dan adil dalam kasus
yang nilainya sekitar triliun rupiah ini,”kata Manjin.
Diketahui, pada zaman keemasan (1970 - 2000) bisnis
kayu, nama Bumi Raya Utama (BRU) Group asal Kalbar ini, masuk dalam 10
perusahaan HPH yang ternama di Indonesia. Sejumlah kawasan lahan hutan dan rawa
di sejumlah kabupaten dan Kota Pontianak
bisa dikatakan dikuasai keluarga besar Almarhum Adijanto ini.
Dan bukan rahasia umum lagi hampir sepanjang kawasan
Jalan Ayani 1 Kota Pontianak dan Jalan Ayani 2 Kabupaten Kubu Raya, lahan tanah
lebih banyak dimiliki keluarga besar Adijanto (BRU Group).
“Keluarga Adijanto waktu itu sangat dekat dengan
pejabat pusat dan daerah. Mereka juga dikenal dermawan, tidak sedikit lahan
tanahnya dihibahkan untuk kepentingan pemerintah dan orang banyak. Termasuk
sekolah SLB di depan Polda itu, hibah dari BRU Group, “kata sumber yang enggan
disebutkan namanya ini.
Mantan pejabat daerah yang minta namanya tidak ditulis
ini juga mengungkapkan bahwa bisa dikatakan saat ini Raja Tanah di Kalbar
adalah BRU Group.
“Lihat saja dimana-mana, di Pontianak saja hampir di
pinggir jalan raya banyak milik BRU Group, apalagi di Ayani 2. Dulu mereka
dekat pejabat, jadi tahu daerah mana saja lokasi yang akan dibangun, dan harga
tanahnya bisa berlipat ganda. Selain itu, zaman dulu banyak lahan hutan rawa
yang tak ada nilainya dijadikan agunan ke bank. Nah, sekarang tanah itu
sekarang jadi emas," katanya.
“ Waktu itu diresmikan oleh Panglima ABRI Jenderal
Faisal Tanjung. Keluarga Adijanto termasuk menantunya Almarhum Thomas Agap
Alim, sangat dengan dekat dengan para
petinggi pemerintahan pusat dan ABRI ketika itu,” tambahnya kepada Suara Pemred.
Kajati Menolak
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalbar membantah adanya pertemuan antara Swandono Adijanto (Pimpinan PT Bumi Raya Utama) bersama pengacaranya (Buyung Nasution) membawa Edwin (Mantan Kejati Kalbar dan Jamwas Kejagung) untuk bertemu Kajati Kalbar, Baginda Polin Lumban Gaol.
Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Kalbar, Pantja Edy Setiawan. Ia mengatakan, pertemuan itu tidak benar adanya.
“Saya telah konfirmasi dengan ajudan, bahwa pertemuan itu dia tidak ada. Jadi waktu itu ketemu di halaman depan gedung Kejati Kalbar. Berselisih kemudian bersalaman,” terangnya, Rabu (6/11).
Kata dia pertemuan itu sebetul tidak disengaja. Saat itu Kajati Kalbar akan keluar. Di lain sisi, Swandono sedang berada di ruang tunggu dan akhirnya disapa oleh Swandono.
Dia menyebutkan, jika ada informasi yang mengatakan bahwa ada pertemuan khusus antara Swandono dengan Kajati itu tidak benar adannya. Sebab Kajati sendiri tidak mau sembarangan bertemu dengan orang, apalagi orang tersebut dalam proses kasus.
“Bukan. Itu enggak ada (pertemuan itu),” tegasnya.
Walaupun begitu, dia mengakui bahwa pengacara dari BRU sebelumnya berusaha untuk bertemu dan mendekati dengan Kajati, namun Kajati Kalbar menolak.
“Ia berusaha untuk mendekati, tapi bukan dalam artinya gimana gitu. Tapi karena ini dalam kasus Pak Kajati tidak mau. Dia mau ketemu, datang. Namun Kajati tidak mau sembarangan bertemu dengan tamu,” terangnya.
Sementara itu, Eddy belum bisa memastikan perkembangan kasus ini, dikarenakan informasi tersebut belum diterimanya.
"Terkait adanya informasi pemanggilan pihak terkait dalam kasus ini, dan sampai dimana prosesnya, saya belum menerima laporan ini. Silahkan konfirmasi ke Kasi C Bidang Intel. Bisa bertemu dengan Pak Yusak," kata dia.
Ikuti Proses Hukum
Sementara itu, Pengacara atau Bagian Hukum PT Bumi Raya Utama (BRU), Buyung menampik jika ada informasi berkenaan, bahwa pihaknya tidak menghadiri panggilan Jaksa. Selama ini pihaknya telah menghadiri semua panggilan.
"Kita (PT Bumi Raya Utama) selalu ikuti proses hukum, dengan menghadiri setiap adanya panggilan, baik di kepolisian maupun kejaksaan," katanya.
Sampai saat ini, Buyung mengatakan, pihaknya hanya bersikap pasif. Hal tersebut karena pihak BRU sudah memiliki sertifikat yang sah sejak lama. Dalam pengajuan apapun pihaknya mangklaim telah sesuai dengan perizinan yang ada.
Ia menambahkan, pihaknya sejak tahun 1976 sudah membeli tanah tersebut. Sampai sekarang tanah tersebut juga telah dimanfaatkan untuk bangunan-bangunan.
"Kita sudah ada surat-surat sertifikat dan juga sudah lama," ucapnya.
Dirinya menyampaikan sejak 1976 tanah tersebut dibeli dengan sertifikat. Ia juga memastikan semua proses sesuai dengan aturan yang ada. Karena BRU adalah perusahaan besar jadi sudah lama beradministrasi.
"Pembelian dari tahun 1976 sudah dalam bentuk sertifikat," katanya.
Ia
menyampaikan pihaknya saat ini hanya mempertahankan. Karena proses kepemilikan
sertifikat diyakini telah sesuai aturan.
Sebelumnya,
pengacara dari BRU, Kaswan SH dan Buyung SH mengakui adanya pemeriksaan
terhadap keluar besar pemilik BRU, di antaranya Swandono Adijanto, Suparno
Adjijanto, Pandjijono Adijanto, Edi Angkasa, Tan Ying Mei, Antjie dan Liyanti
Feli oleh pihak kepolisian dan kejaksaan.
Pihaknya,
kata Kaswan akan mengikuti semua proses hukum atas laporan dari Syarif Usman
Almutahar, kuasa ahli waris ke Bareskrim Mabes Polri dan ke Kajksaan negeri
kalbar.
“Kami
proaktif dan telah memberikan penjelasan ke sana, kami juga mengikuti semua proses
hukum,” ungkap Kaswan dikutip dari redaksipublik.com.
Sementara
itu, upaya konfirmasi terhadap persoalan ini kepada salah satu pimpinan BRU, Swandono
Adijanto sudah dilakukan Suara Pemred
melalui panggilan telepon dan pesan singkat whatsApp. Namun upaya tersebut
tidak ditanggapi.
Pesan singkat yang disampaikan melalui aplikasi whatsAap hanya dibaca. Sedangkan panggilan telepon tidak digrubis.
Tanah Dirampas
Sementara
itu, Syarif
Usman Almuthahar selaku kuasa ahli waris pemilik tanah yang diduga dirampas
perusahaan BRU dan pelapor, mengatakan, permasalahan ini bermula dari proses
gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara kepada Kantor Pertanahan Kubu Raya
(Tergugat) dengan Nomor 38/G/2006. PTUN-PTK Tanggal 28 Juni 2007, yang diajukan
oleh ahli waris Jamilah binti Aziz (Penggugat) yang keberatan atas
diterbitkannya Sertifikat Hak Milik No: 5942/Sungai Raya atas nama Antje.
"Di
mana PTUN Pontianak memenangkan tergugat," kata Syarif Usman yang kerap
disapa Manjin.
Syarif
Usman menerangkan, berdasarkan putusan PTUN Pontianak Nomor 38/G/2006. PTUN PTK
Tanggal 28 Juni 2007, pada halaman 79 menyatakan bahwa, asal muasal Hak Milik
Nomor: 5942 atas nama Antje dari Hak Pakai Nomor: 740 atas nama Abu Bakar, Hak
Milik Nomor:493 atas nama Sya'fie, Hak Milik Nomor: 494 atas nama Abdurrahman
Bin Zakaria yang dijual kepada PT Bumi Raya Indah dan hak tanahnya gugur
menjadi tanah negara dan dimohonkan haknya oleh Edy Angkasa.
"Dan
terbit lah Hak Pakai Nomor: 740 yang kemudian dijual kepada Dadang Teguh
Raharjo. Selanjutnya oleh Dadang dijual kepada The Kok Ui alias Tedy
Wijaya," terang Usman yang kerap disapa Manjin ini saat diwawancara dan
menyerahkan rilis.
Namun,
ungkap Manjin, hal tersebut dibantah langsung oleh Dadang. Dalam kesaksiannya
di persidangan yang digelar 22 Mei 2007 di bawah sumpah, Dadang mengaku tidak
pernah memiliki dan mengusai serta menjual tanah tersebut.
"Dalam
proses gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara Pontianak. Pada tahap pertama Penggugat
(Ahli waris Jamillah binti Aziz) memenangkan kasus aquo dengan dikabulkan atau
diterimanya gugatan oleh majelis hakim," ujar dia.
Setelah
itu, pihak tergugat mengajukan upaya hukum banding pada Pengadilan Tinggi Tata
Usaha Negara Jakarta.
"Pada
proses banding. PTTUN Jakarta menerima atau mengabulkan permohonan tergugat dan
membatalkan putusan PTUN Pontianak dengan Nomor 193/B/2007/PT.TUN.JKT Tanggal
13 Desember 2017," katanya.
Kemudian,
permasalahan lanjut kepada tahap Kasasi. Hasilnya, Mahkamah Agung memperkuat
keputusan PTTUN Jakarta dengan Nomor 185K/TUN/2008 yang menolak permohonan
Kasasi Penggugat.
Dan
berdasarkan penelitian yuridis pada bidang kearsipan tidak ditemukan Warkah
atau Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi
Kalimantan Barat Nomor: 11/M.3/LC.LR/1992 tanggal 13 Oktober 1992 terkait tanah
Hak Milik Nomor 5491/Sungai Raya dan 5492/Sungai Raya.
Bahwa
dalam kasus pertanahan ini telah dilaporkan ke Kementerian BPN dengan surat
Nomor 583/27.3-800/I/2017, kemudian Kepala Kanwil BPN Provinsi Kalbar
memerintahkan Erfan Affandi, (NIP : 19620406 198503 1002) dengan Surat Tugas
Nomor 102/ST-61/III/2017 tanggal 7 Maret 2017 untuk melakukan penelitian
terhadap tanah tersebut dan dari hasil penelitian berkesimpulan bahwa terhadap
meunculnya permasalahan sertifikat Hak Milik No 5492 yang berada di Desa Sungai
Raya, Kabupaten Kubu Raya atas nama Liyanti Feli, dan Hak Milik No 5492 yang
berada di Desa Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya atas nama Antje, yang diduga
menggunakan nama fiktif.
"Hasil
penelitian tidak digunakan sebagai dasar balasan surat/ materi laporan oleh
Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Kalimantan Barat, A.
Samad Soemarga kepada Kementerian Agraria dan Tata Uang/ Badan Pertanahan Nasional,"
kesal Erfan Affandi.
Syarif
Usman mengungkapkan, bahwa Staf Pegawai Kanwil BPN Provinsi Kalimantan Barat,
Mario memberikan informasi bahwa telah diadakan pertemuan di Hotel Kini
Pontianak antara Kakanwil BPN Provinsi Kalimantan Barat, Mantan Kakantah BPN
Kabupaten Kubu Raya, Kakantah Kubu Raya, beserta rekan, dalam pertemuan
tersebut disepakati agar hasil temuan Erfan Affandi tersebut tidak dijadikan
materi laporan kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan
Nasional.
"Kita
duga Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Kalimantan Barat
waktu itu telah menerima gratifikasi dari pihak BRU," ungkapnya.
BPN Enggan Berkomentar
BPN
Kubu Raya sendiri enggan diwawancarai ketika Suara Pemred bertanya mengenai sengketa tanah BRU. BPN Kubu Raya
beralasan bahwa belum bisa memberikan tanggapan dan akan menghubungi Suara Pemred kembali.
“Maaf
pak untuk saat ini belum bisa (wawancara) pak. Nanti akan dikabari, “ tulis
Staf BPN Kubu Raya, Susanti melalui pesan whatsApp kepada wartawan Suara Pemred (sms/din/iat/hrd/bob)