DANA
aspirasi DPRD Provinsi Kalbar, berawal dari bentuk tawar-menawar politik dengan
Gubernur Kalbar, Cornelis di awal masa jabatan tahun 2008.
Ketika
itu, muncul Panitia Khusus (Pansus) DPRD Provinsi Kalbar, untuk meneliti
keabsahan identitas Wakil Gubernur Kalbar, Christiandy Sanjaya alias Bong Hong
San.
Dalam
perjalananan, Pansus DPRD Provinsi Kalbar tentang penelitian identitas
Christiandy Sanjaya, layu sebelum berkembang. Memasuki tahun 2009, muncullah dana
aspirasi yang dijatah tiap anggota DPRD Provinsi Kalbar.
Jumlahnya
Rp2 miliar per orang per anggota per tahun anggaran. Dana Rp2,5 miliar per
orang bagi pimpinan komisi dan pimpinan fraksi, Rp3 miliar Wakil Ketua DPRD dan
Rp3,5 miliar Ketua DPRD.
Dana
aspirasi membuat anggota DPRD Provinsi Kalbar kaya mendadak. Hanya beberapa
bulan setelah dilantik, langsung mendapat mobil baru. Semuanya diurus pihak
bank, dengan catatan cukup potong gaji berkisar Rp5 juta hingga Rp10 juta per
bulan.
Gaji
di atas Rp20 juta per bulan, dipotong kredit rumah dan mobil selama lima tahun,
tidak soal, karena ada pendapatan lain berupa fee proyek dari dana aspirasi.
Seorang
anggota DPRD Provinsi Kalbar yang tidak bersedia disebutkan namanya,
mengatakan, dana aspirasi menjadi ribut, karena gaya pamer tiap oknum.
“Omong
kosong kalau anggota DPRD Provinsi Kalbar tidak terima fee dari dana aspirasi.
Tapi itu tadi, setiap kali datang ke daerah pemilihan, banyak proposal masuk
sehingga mesti dibantu. Kalau minta bantuan pembangunan tempat ibadah, tidak
mungkin ditolak," paparnya.
Menurut
sumber tadi, sebagian oknum DPRD Provinsi Kalbar, sudah lupa diri dan
kehilangan kontrol dengan dana aspirasi.
Tidak
puas terima fee, malah ada yang ikut terang-tengan merekomendasikan salah satu
kontraktor untuk menang tender, dengan menteror Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD).
Malah ada yang berani minta fee hingga 20 persen dari pagu dana proyek.
Ada
empat SKPD yang dijadikan sasaran empuk dalam menitipkan dana aspirasi, karena
bersentuhan langsung dengan kepentingan masyarakat.
Yakni, Dinas Peternakan dan
Kesehatan Hewan, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikulturas, Dinas
Kelautan dan Perikanan, serta Dinas Pekerjaan Umum.
Apalagi
sekarang banyak anggota DPRD Provinsi Kalbar berlatar belakang kontraktor, sehinggai
akan menjadi lebih piawai apabila duduk di lembaga wakil rakyat.
Mantan
anggota DPRD Kabupaten Sanggau hasil Pemilu 1999, Ajonedi Minton mengatakan,
dana aspirasi atau program aspirasi, bagaikan buah durian yang sudah matang.
“Orang
jadi penasaran karena baunya. Tapi tidak kelihatan. Membuktikannya gampang.
Monitor saja gerak-gerik anggota DPRD Provinsi Kalbar setiap kali distribusi APBD
atau setiap kali pengesahan APBD. Masyarakat sekarang tidak bodoh,” kata
Ajonedi.
Sikap
bungkam semua anggota DPRD Provinsi Kalbar sejak hasil Pemilu 2009 di dalam
menilai kinerja Pemerintah Provinsi Kalbar, membuktikan ada sesuatu yang tidak
beres.
Mantan
anggota DPRD Provinsi Kalbar hasil Pemilu 2004, Tobias Ranggie mengatakan, dana
aspirasi hanya membuat fungsi pengawasan kelembagaan DPRD Provinsi Kalbar
menjadi mandul.
Sekarang
memang terbukti mandul, karena bisa dilihat semua anggota DPRD Provinsi Kalbar,
tidak ada yang berani mengkritik kinerja Pemerintah Provinsi Kalbar.
Seorang
mantan Pejabat Eselon III di salah satu SKPD Provinsi Kalbar, mengaku memilih
pindah menjadi pejabat fungsional, karena selalu berlawanan dengan hati nurani.
Setiap kali ia diminta mengamankan dana aspirasi oknum anggota DPRD Provinsi Kalbar.
“Kita
kerja setengah mati, oknum di DPRD Provinsi Kalbar tinggal terima bersih.
Mereka punya gaji besar. Setiap kali sidang bahas APBD, dibayar dengan honor
besar. Saat distribusi anggaran ke masyarakat, masih juga minta jatah fee,”
katanya.
Menurut
dia, eksekutif itu hanya tinggal tanggung dosa. Ironisnya, setiap kali ada
kasus hukum, oknum anggota DPRD Provinsi Kalbar dengan mudah lepas tanggung jawab,
karena tidak ada bukti ikut tanda tangan kontrak proyek.
Sementara
itu, Ketua DPRD Kota Singkawang, Sujianto memastikan tidak ada dana aspirasi di
APBD Kota Singkawang tiap tahun. “Tapi kita selalu mengusulkan agar di daerah
tertentu, ada kebutuhan masyarakat yang mesti dipenuhi. Usulan selalu diterima,
asalkan sesuai mekanisme, sehingga tidak tepat dikatakan dana aspirasi,” kata
Sujianto.
Ketua
DPRD Kabupaten Kapuas Hulu, Rajuliansyah membantah ada dana aspirasi di APBD
Kabupaten Kapuas Hulu. “Usulan kami selalu disinkronkan dengan Pemerintah
Kabupaten Kapuas Hulu. Tapi bukan dana aspirasi,” kata Rajuliansyah.(aju/umr/jee/sap)
Dana Aspirasi di Kalbar Berawal dari Pansus Christiandy Sanjaya tahun 2008
RegionalEditor sutan 2016-03-01 10:03:58 am Dibaca : 1655
