Bisnis post authorBob 18 Juni 2021

DPR RI Minta Garuda Terbuka Soal Manajemen

Photo of DPR RI Minta Garuda Terbuka Soal Manajemen DPR RI Minta Garuda Terbuka Soal Manajemen

JAKARTA, SP - Selama ini PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) sudah mengalami kerugian ditambah utang yang mencapai Rp70 triliun. Sudah berkali-kali dilakukan penyelamatan dengan berbagai skema, namun juga gagal. Karena itu, saat ini nasib Garuda tergantung pada komitmen pemerintah.

“Kalau pemerintah mau, langkah penyelamatan itu kecil dan bisa dilakukan. Hanya saja Garuda harus terbuka terhadap manajemen yang diterapkan selama ini. Bahkan harus bersedia diaudit secara menyeluruh dari perusahaan itu ada konsekuensi hukum, " kata Ketua Komisi VI DPR Faisol Riza dalam dielektika demokrasi "Garuda Indonesia Anjlok, Bagaimana Upaya Penyelematan BUMN di Era Pandemi?" bersama Pengamat Industri Penerbangan Hendra Soemanto, dan Agus Eko Cahyono (praktisi media Majalah Suara Pemred) di Gedung DPR RI, Senayan Jakarta,  Kamis (17/6).

Menurut Faisol, PT. Garuda belum terbuka terkait manajemen perusahaan maupun SDM nya sendiri. Karena itu, berbaagai skema penyelamatan yang diajukan ke pemerintah kurang mendapat respon positif. Misalnya anggaran yang diajukan Rp8 triliun baru dicairkan Rp1 triliun.

"Ya, pasti sulit. Ditambah lagi pandemi Covid19, maka penyelamatan itu tergantung pemerintah dan itu kecil," ungkapnya.

Persoalannya, kembali pada keterbukaan dan transparansi internal Garuda sendiri. Seperti jumlah pesawat yang terbang kini hanya 45 dari 142-an pesawat, sementara pilotnya mencapai 1.400 an orang dan gaji mereka cukup besar.

"Sewa pesawatnya juga mahal. Sehingga perlu negoisasi lagi dengan lessor agar masalah internal itu tuntas," jelas Faisol.

Lessor adalah perusahaan yang menyediakan jasa leasing atau menyewakan barang dalam bentuk guna usaha. Singkatjya lessor adalah pihak yang menyewakan atau menyediakan jasa leasing, sementara penyewa disebut sebagai lessee.

Selain barang sewa guna fisik, lessor juga bisa menyewakan objek lain seperti merek dagang atau kekayaan intelektual lainnya.

Kedua, lanjut Faisol, Garuda harus membuka akar masalahnya dimana? Untuk itulah pentingnya negosiasi di internal sebagai upaya untuk mengurangi biaya yang mahal. Khususnya sewa pesawat dan pilot.

"Perjanjian dengan pilot saja baru pensiun pada usia 60 tahun. Sehingga selain jumlah pilot yang banyak, juga anggaran yang harus dibayarkan sangat besar. Sementara banyak pesawat yang nganggur," tambah Faisol.

Skema lain adalah aspek regulasi. Menurut Faisol, dimana restrukturisasi Garuda itu tak lepas dari pemerintah. Sehingga dibutuhkan suntikan dana pemerintah. Menteri BUMN Erick Thohir sudah serius membenahi Garuda, tapi manajemen kurang cepat untuk menekankan pada pasar domestik.

"Jadi, new Garuda ke depan itu seperti apa? Ini yang harus clear. Kalau regulasi bisa diselesaikan," jelas Faisol.

Faisol Riza juga mendorong dilakukannya audit forensik terhadap laporan keuangan Garuda  dengan melibatkan penegak hukum dan lembaga yang berwenang.

"Terkait penyelamatan Garuda, saya memandang lebih kepada strategi hukum. Dimulai dengan audit forensik laporan keuangan Garuda. Dengan melibatkan BPK, KPK, Kejaksaan Agung dan lembaga berwenang lainnya," katanya.

Faisol mengungkapkan, melalui strategi tersebut segala indikasi penyebab kebangkrutan Garuda nantinya lebih mudah untuk diinventarisasi.

Termasuk dugaan adanya tindak pidana korupsi yang mungkin turut menjadi penyebab, nantinya dapat diketahui secara gamblang.

"Maka untuk melakukan inventarisasi masalah pun nantinya menjadi lebih mudah dilakukan, sebaliknya jika ada korupsi di dalam Garuda kita akan mengetahuinya secara jelas dan terang benderang," tambahnya.

Hendra berharap Garuda dikembalikan pada pondasi bisnisnya seperti semula. Yaitu untuk penerbangan domestik, internasional dan kargo dengan manajemen yang lebih profesional. Selain itu, Garuda harus memangkas komisaris, direksi sampai karyawan.

"Sekarang ini struktur SDM nya terlalu gemuk, sehingga harus diminimalis dan Garuda sudah berusia 70 tahun," tambahnya.

Sementara itu kata Agus Eko Cahyono, berdasarkan laporan keuangan kuartal III/tahun 2020, Garuda Indonesia rugi bersih Rp16,03 triliun,  tahun 2019 untung  Rp1,7 triliun, tahun 2018 rugi Rp2,45 triliun, tahun 2017 rugi Rp2,98 triliun, tahun 2016 untung Rp124,5 miliar,  tahun 2015 untung Rp1,075 triliun dan tahun 2014, rugi Rp4,87 triliun.

"Jadi, Garuda harus terbuka dan cepat selesaikan masalahnya sendiri," ungkapnya. (nif)

Berita Terkait

Baca Juga

Komentar Anda