DIKELOLA langsung oleh Elon Musk sebagai CEO, keberadaan Twitter bakal membahayakan pengaruhnya di seluruh dunia, selain berbagai medsos lainnya termasuk aplikasi-aplikasi bertukar video, terutama TikTok atau SnackVideo.
Semua pengguna medsos ini, termasuk oleh Twitter, tak dilarang lagi untuk mengaktualisasikan diri dengan cara apapun, termasuk lewat konten yang mendiskreditkan lawannya khususnya dari aspek suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).
Disebut Twitter akan berbahaya, karena Twitter adalah media sosial yang paling banyak digunakan di dunia. Para politisi di dunia sangat mengandalkan platform dari AS ini.
Stabilitas keamanan di banyak negara termasuk Indonesia bisa guncang karena berbagai status provokasi di Twitter selain medsos-medsos 'bebas' lainnya.
Sebutlah 'peran' Twitter selain Facebook dalam kasus kerusuhan di Gedung Capitol, AS, di sela-sela pelantikan Joe Biden dan Kamala Harris sebagai Presiden dan Wakil Presiden AS.
Peristiwa ini terjadi pada awal Januari 2021, yang dipicu oleh status mantan presiden yang kalah, Donald Trump bersama para pendukungnya.
Dalam catatan Suara Pemred, platform bertukar video terutama TikTok dan SnackVideo buatan Tiongkok. juga memiliki pengaruh besar termasuk di Indonesia.
Kasus-kasus ujaran kebencian terus bermunculan. terutama yang menyerang pribadi seseorang, suku, etnis, agama atau pilihan politik seseorang.
Berkaca dari bebasnya Twitter sebagai 'panggung kebebasan berbicara' oleh CEO Tesla dan Space X ini, reaksi kemarahan pun bermunculan dari kalangan selebriti papan atas dunia, yang semuanya ditulis dalam unggahan mereka di Twitter.
Techjuice pada Rabu, 2 Oktober 2022 melaporkan, Shonda Rhimes, pencipta acara televisi terkenal di AS, Grey's Anatomy, penulis lagu Sara Bareilles, dan penyanyi Toni Branxton, telah mengucapkan selamat tinggal kepada Twitter.
Pekan lalu, Musk membeli Twitter kemudian langsung melakukan pembenahan besar-besaran, dari PHK massal karyawan, memecat eksekutif puncak, hingga membentuk kemitraan dengan pertukaran crypto.
Musk bahkan memulai rencana untuk menagih uang kepada pengguna Twitter yang sudah memiliki centang biru yang diverifikasi.
Di antara semua kekacauan ini, terlihat bahwa banyak selebritas tidak terlalu senang dengan Musk, yang menyebut dirinya pendukung kebebasan berbicara, dan ingin menjadikan Twitter sebagai ruang bebas bagi semua orang.
Segera setelah mengakuisisi Twitter, Musk mengklaim bahwa dia akan mengurangi moderasi konten, dan menghentikan larangan permanen di platform.
Donald Trump, salah satu orang yang dilarang dan paling terkenal di Twitter, juga diberitahu bahwa dia akan mendapatkan kembali akunnya.
Semua advokasi kebebasan berbicara dan mimpi untuk platform terbuka ini, disambut oleh banyak orang di internet, namun banyak juga yang tidak terlalu senang.
Banyak pengguna termasuk selebriti besar percaya bahwa platform yang dulu damai, sekarang akan memiliki konten tanpa filter, dan tidak terkendali, yang mengarah pada penyebaran kebencian.
Toni Branxton, membuat tweet kepada 1,8 juta pengikutnya di platform tersebut bahwa dia tidak nyaman dengan ujaran kebencian di bawah selubung kebebasan berbicara.
Braxton telah memutuskan untuk meninggalkan platform tersebut untuk saat ini.
“Saya terkejut dengan beberapa 'kebebasan berbicara' yang saya lihat di platform ini sejak diakuisisi. Ujaran kebencian di bawah selubung 'kebebasan berbicara' tidak dapat diterima," katanya.
"Karena itu, saya memilih untuk tidak menggunakan Twitter, karena ini bukan lagi tempat yang aman untuk diri saya sendiri, putra-putra saya, dan orang kulit berwarna lainnya” lanjut biduan berdarah Afro-Amerika ini.
Sementara penyanyi dan penulis lagu pemenang Penghargaan Grammy, Sara Bareilles, juga menulis tweet yang secara tulus mengumumkan perpisahannya dengan 2,8 juta pengikutnya di platform tersebut.
“Twitter itu menyenangkan. Saya keluar. Sampai jumpa di platform lain. Maaf, yang ini bukan untukku." tulisnya.
Shonda Rhimes, pencipta acara televisi terkenal Grey's Anatomy, juga mengumumkan akan segera meninggalkan platform tersebut. “Tidak berkeliaran untuk apa pun yang direncanakan Elon” tegasnya.
Di Indonesia, platform-platform ini terutama TikTok dan SnackVideo, kurang terpantau pengaturannya oleh otoritas terkait. Ini terutama dalam soal ujaran kebencian dari kalangan beragama mayoritas ke kaum beragama minoritas.***
Sumber: Techjuice, berbagai sumber