MENIKMATI serpihan daging dan tulang-belulang mumi Mesir, bahkan diisap-isap, ibarat menikmati lezatnya asam pedas.
Tapi, jangan muntah dulu, pembaca! Percaya atau tidak, makanan dari sisa-sisa manusia ini ternyata digandrungi oleh banyak orang Eropa selama hampir lima abad sejak abad ke-12.
Tubuh mumi ini biasanya dihaluskan ibarat daging abon, kemudian dimakan karena dipercaya bisa menyembuhkan ragam penyakit dan juga menolak wabah penyakit.
Sadisnya lagi, kaum bangsawan dan orang-orang kaya Eropa, terutama di era Victorian, menyajikan mumi utuh di meja makan, disjaikan ibarat babi guling, kemudian dinikmati bersama.
Prosesnya pun menjijikkan. Perban si mumi dibuka pelan-pelan, sehingga menjadi daya tarik tersendiri (sensasi takut dan penasaran), sebelum sisa-sisa manusia ini, dimakan dengan ditemani minuman keras.
Jadi, sebelum datang rasa mual karena hendak melahap daging atau tulang-belulang mumi, maka alkohol dapat menghilangkannya: Mabuk kemudian menikmatinya!
Dikupas dan Diisap-isap
Penyajiannya di meja makan, mirip mnghidangkan kambing atau babi guling utuh.
Dan, masyallah, dagingnya dikupas-kupas, atau tulangnya yang sudah rapuh, diisap-isap, mirip menikmati kepala ikan asam pedas.
Inilah celah paling lucu sekaligus sadis dan mengerikan dalam sejarah Eropa, sebagaimana dilansir Suara Pemred dari Live Science, mengutip laporan Conversation, Minggu, 12 Juni 2022.
Orang Eropa baik kaya dan miskin, pada masa itu yakin bahwa daging kering mumi bisa menyembuhkan berbagai penyakit.
Keyakinan bahwa mumi dapat menyembuhkan penyakit mendorong orang Eropa selama berabad-abad untuk menelan sesuatu sekalipun rasanya tidak enak
Mumia, produk yang dibuat dari tubuh mumi, adalah zat obat yang dikonsumsi selama berabad-abad oleh kaya dan miskin. Sisa-sisa daging manusia ini tersedia di toko-toko apotek, yang dibawa dari makam Mesir ke Eropa.
Sejak abad ke-12, apoteker menggunakan mumi yang digiling untuk khasiat obat dai Mesir yang disebut 'dunia lain' untuk 500 tahun ke depan.
Di dunia tanpa antibiotik, dokter meresepkan tengkorak, tulang, dan daging yang dihaluskan untuk mengobati penyakit, mulai dari sakit kepala hingga mengurangi pembengkakan, atau menyembuhkan wabah.
Mumi Palsu Beredar karena Harga Mahal
Tapi, tidak semua orang yakin. Guy de la Fontaine, seorang dokter kerajaan, meragukan mumia adalah obat yang berguna, dan melihat mumi palsu yang dibuat dari seorang petani mati di Alexandria pada 1564.
Dia menyadari bahwa orang bisa ditipu. Mereka tidak selalu memakan mumi kuno yang asli.
Pemalsuan ini menggambarkan poin penting: ada permintaan konstan untuk daging orang mati untuk digunakan dalam pengobatan, dan pasokan mumi Mesir asli tidak dapat memenuhi ini.
Apoteker dan dukun masih meracik obat mumi hingga abad ke-18. Tidak semua dokter berpikir bahwa mumi tua adalahobat terbaik.
Beberapa dokter percaya bahwa daging dan darah segar memiliki vitalitas yang tidak dimiliki orang yang sudah lama meninggal.
Klaim bahwa segar paling baik diyakinkan, bahkan oleh bangsawan yang paling mulia sekalipun.
Raja Inggris Charles II minum obat yang terbuat dari tengkorak manusia setelah menderita kejang. Hingga tahun 1909, dokter biasanya menggunakan tengkorak manusia untuk mengobati kondisi neurologis.
Untuk kerajaan dan elit sosial, makan mumi tampaknya obat yang tepat, karena dokter mengklaim bahwa mumia dibuat dari firaun.
Pada abad ke-19, orang-orang tidak lagi mengonsumsi mumi untuk menyembuhkan penyakit, tetapi orang-orang Victoria mengadakan 'pesta membuka bungkus' di mana mayat Mesir akan dibuka untuk hiburan di pesta pribadi.
Ekspedisi pertama Kaisar Napoleon Bonaparte ke Mesir pada 1798 membangkitkan rasa ingin tahu Eropa, dan memungkinkan para pelancong abad ke-19 ke Mesir.
Dibeli dari jalan-jalan di Mesir
Mereka membawa seluruh mumi kembali ke Eropa yang dibeli dari jalanan di Mesir.
Acara pembukaan awal bungkus mumi setidaknya memiliki lapisan kehormatan medis.
Pada 1834, ahli bedah Thomas Pettigrew membuka bungkus mumi di Royal College of Surgeons.
Pada masanya, otopsi dan operasi dilakukan di depan umum, dan pembukaan bungkus ini hanyalah acara medis publik lainnya.
Segera, bahkan kepura-puraan penelitian medis hilang.
Mumi kemudian tidak lagi menjadi obat melainkan...mendebarkan!
Tuan rumah untuk acara makan malam, yang bisa menghibur penonton sambil membuka bungkusnya, cukup kaya untuk memiliki mumi yang sebenarnya.
Sensasi melihat daging dan tulang kering, muncul saat perban terlepas, dan borang-orang berbondong-bondong ke pembukaan ini, baik di rumah pribadi atau teater dari masyarakat terpelajar.
Pesta pembukaan mumi berakhir saat abad ke-20 dimulai. Sensasi mengerikan tampak dalam selera buruk, dan kehancuran tak terelakkan dari sisa-sisa arkeologi, tampak disesalkan.
Kemudian, penemuan makam Firaun Tutankhamen memicu kegemaran yang berbentuk desain art deco dalam segala hal, mulai dari motif pintu di Gedung Chrysler, hingga bentuk jam yang dirancang oleh Cartier.
Tak lama kemudian, Lord Carnarvon pada 1923 mendadak menjadi sponsor untuk ekspedisi Tutankhamen, tapi segera dikaitkan dengan takhayul baru, 'kutukan mumi'.
Pada 2016, Egyptologist John J Johnston menjadi tuan rumah pembukaan mumi publik pertama sejak 1908.
Sebagian seni, sebagian sains, dan sebagian pertunjukan, Johnston menciptakan rekreasi mendalam tentang bagaimana rasanya hadir di sebuah Pembukaan Victoria.
Mumi itu hanya seorang aktor yang dibalut perban tetapi acara itu adalah campuran sensorik yang memabukkan.
Fakta bahwa pertunjukkan itu terjadi di Rumah Sakit St Bart di London, adalah pengingat modern bahwa mumi melintasi banyak bidang pengalaman dari medis hingga mengerikan.
Saat ini, pasar gelap penyelundupan barang antik – termasuk mumi – bernilai sekitar tiga miliar dolar AS.
Tidak ada arkeolog yang serius yang akan membuka mumi, dan tidak ada dokter yang menyarankan untuk memakannya.
Tapi, iming-iming mumi tetap kuat. Mumi masih sangat laku untuk dijual, masih dieksploitasi, dan masih menjadi komoditas.***
Sumber: The Conversation, Live Science