Info Anda post authorKiwi 05 November 2022

Waspada, Puing Roket China Berisiko Jatuh di Kalbar Lagi

Photo of Waspada, Puing Roket China Berisiko Jatuh di Kalbar Lagi

WARGA Kalimantan Barat harus waspada. Masalahnya, puing-puing roket China, Long March 5 B yang jatuh di Kabupaten Sanggau pada 30 Juli 2022, berisiko terulang. pada Sabtu, 5 November 2022 atau kemungkinan sehari kemudian, Minggu malam.

Kewaspadaan ini penting, karena bobot dari roket-roket varian Long March bahkan ada yang mencapai hingga 854 ton.

Jadi, bisa saja besi-besi roket yang akan jatuh ini beratnya berton-ton, bukan hanya dua lempengan seperti yang jatuh di Dusun Pengadang, Sanggau, yang berisiko membahayakan jiwa menghujam manusia.

Roket-roket China yang tak terpakai ini diklaim sengaja ditempatkan di orbit bumi yang tak terkendali, sehingga saat jatuh ke bumi, titik tepatnya tak bisa diketahui.

Jika pun Pemerintah Indonesia tak melayangkan nota protes ke Pemerintah Tiongkok, ini karena masalah pidana bagi suatu negara terkait jatuhnya puing-puing roket luar angkasanya, tak pernah diatur dalam hukum internasional oleh Perserikatan Bangsa--bangsa (PBB), melainkan sekadar pedoman.

Pedoman PBB tentang Keberlanjutan Jangka Panjang Kegiatan Luar Angkasa, juga tak menentukan mekanisme jatuhnya sisa-sisa roket setelah digunakan.

Dilaporkan tanpa korban jiwa, Long March 5 B yang jatuh di Sanggau itu, juga dilaporkan menghujam sejumlah kawasan di Negara Bagian Sarawak, tepatnya di sepanjang jalur dekat Sibu dan Bintulu, dan meleset menghujam Brunei Darusallam.

Adapun berdasarkan data yang dihimpun Suara Pemred dari Live Science, Kamis, 3 November 2022, roket China lainnya itu, sudah dipastikanakan jatuh lagi ke bumi pada 5 November 2022.

Bagian inti dari Long March 5B China ini akan jatuh tak terkendali kembali ke bumi minggu ini, setelah mengirimkan modul ketiga dan terakhir ke stasiun ruang angkasa China yang masih baru.

Diluncurkan pada Senin, 31 Oktober 2022, tahap roket Long March 5B China seberat 25 23 metrik ton. bakal memasuki atmosfer bumi pada Sabtu, 5 November pukul 11:51 malam EDT, menurut para peneliti di Pusat Studi Orbital dan Reentry Debris The Aerospace Corporation.

Roket ini digunakan untuk mengirimkan modul kabin laboratorium Mengtian ke stasiun ruang angkasa Tiangong. Ada perkiraan, roket tersebut akan jatuh berupa puing-puing besi di wilayah AS, Amerika Tengah dan Selatan, Afrika, India, China, Asia Tenggara, dan Australia.

Demikian konformasi dari The Aerospace Corporation, pusat penelitian nirlaba yang didanai pemerintah AS yang berbasis di California.

Dinyatakan, ini adalah keempat kalinya dalam dua tahun terakhir di mana China membuang roketnya secara tidak terkendali.

Sebelumnya, benda-benda logam dari roket China menghujani desa-desa di Pantai Gading di Benua Afrika, dan juga di di Samudra Hindia, dekat Maladewa, sementara bongkahannya jatuh di dekat desa-desa Kalimantan.


Tahap pertama roket, yakni pendorong, biasanya merupakan bagian paling besar dan yang paling kuat. Hanya bagian paling kecil kemungkinan akan benar-benar terbakar saat masuk kembali ke atmosfir bumi.

Para insinyur mencoba mengarahkan roket tersebut, sehingga bagian pendorongnya tidak keluar ke orbit, supaya jatuh ke laut, tanpa membahayakan manusia.

Beberapa booster (penguat) roket ini benar-benar dirancang untuk menembakkan beberapa ledakan tambahan dari mesin untuk mengarahkannya kembali ke reentry (baca: masuk kembali ke orbit) yang terkontrol.

Hanya saja, masalahnya, mesin booster Long March 5B tidak dapat dihidupkan kembali setelah berhenti. Inilah yang membuat pendorong besar itu berputar mengelilingi bumi sebelum mendarat di lokasi yang tidak terduga.

Pemerintah China Ngeyel
Pemerintah China selama ini bersikeras bahwa masuk kembalinya roket mereka secara tidak terkendali adalah praktik umum.

China juga telah mengabaikan kekhawatiran tentang potensi kerusakan yang dituding oleh negara-egara Barat sesama penjelajah luar angkasa sebagai 'tak tahu malu'.

Pada 2021, misalnya, Hua Chunying, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China menuduh pelaporan Barat bias, dan 'standar ganda gaya buku teks' dalam liputannya tentang roket China yang jatuh.

Misalnya pada Maret 2021, ketika puing-puing dari roket SpaceX milik Elon Musk yang juga pemilik Twitter Inc dari AS, jatuh kemudian menabrak sebuah peternakan di negara bagian Washington, AS.

Peristiwa ini, menurut klaim Hua, diliput secara positif oleh media-media Barat, dengan penggunaan 'kata-kata romantis'.

Setahun kemudian, Agustus 2022, set kedua puing SpaceX mendarat di sebuah peternakan domba di Australia.

Kemungkinan seseorang akan dirugikan oleh roket yang jatuh itu adalah kecil (mulai dari satu dalam 1.000 orang hingga satu dalam 230 orang).

Risikonya terhadap individu lajang bahkan diklaim lebih rendah (antara satu dalam 10 triliun, dan satu dalam enam triliun), klaim pihak Aerospace.

Namun, Administrator NASA Bill Nelson dalam sebuah pernyataan mengingatkan negara-negara pemilik roket luar angkasa supaya meminimalkan risiko.

Menurutnya, semua negara penjelajah luar angkasa harus meminimalkan risiko terhadap orang dan properti di bumi dari masuknya kembali objek-objek luar angkasa.

"Juga harus memaksimalkan transparansi mengenai operasi itu," tulisnyadalam sebuah pernyataan setelah pendaratan darurat Long March 5B 2021.

"Jelas bahwa China gagal memenuhi standar yang bertanggung jawab mengenai puing-puing luar angkasa mereka," kecamnya.

Adapun stasiun luar angkasa Tiangong berbentuk T, yang massanya kira-kira seperempat dari Stasiun Luar Angkasa Internasional. Tiangong diperkirakan akan tetap berada di orbit rendah bumi, setidaknya selama 10 tahun.

Awaknya, yang terdiri dari tiga astronot, akan menggunakan stasiun tersebut untuk melakukan eksperimen, dan pengujian teknologi baru, seperti jam atom ultradingin.

Dalam beberapa tahun terakhir, China telah meningkatkan kehadirannya di luar angkasa untuk mengejar AS dan Rusia, setelah mendaratkan penjelajah di sisi jauh bulan pada 2019.

China juga berhasil mengambil sampel batuan dari permukaan bulan pada 2020 serta akan membangun stasiun penelitian bulan di kutub selatan bulan pada 2029.

Tentang Roket China yang Jatuh di Kalbar

Core stage berbobot 25 ton (22,5 metrik ton) dari roket Long March 5B disebut memasuki kembali atmosfer bumi di atas Samudra Hindia pada 30 Juli 2022 sore waktu setempat.

Sebagai sampah luar angkasa yang besar dan bergerak cepat, masyarakat di bumi masih perlu waspada, hingga hambatan atmosfer membawanya turun dengan cara yang tidak terduga, dan tidak terkendali.

Strategi pembuangan ini termasuk sembrono, kecam para kritikus. Ini mengingat roket sebesar itu tidak terbakar sepenuhnya saat masuk kembali ke bumi.
Dan ada kemungkinan bahwa bongkahan roket yang jatuh menyebabkan beberapa cedera atau kerusakan infrastruktur.

Seorang pengamat muncul untuk menangkap pecahnya roket dari Kuching, Negara Bagan Sarawak, Malaysia, misalnya, mem-posting video peristiwa dramatis di Twitter.

"Video dari Kuching menyiratkan bahwa benda tersebut berada di atmosfer, puing-puing apa pun akan mendarat ratusan kilometer lebih jauh di sepanjang jalur, dekat Sibu, Bintulu atau bahkan Brunei," ujar astrofisikawan dan pelacak satelit, Jonathan McDowell, dari Harvard-Smithsonian Center for Astrofisika.

Temuan ini membuktikan kekhawatiran para ilmuwan AS, bahwa serpihan roket Long March 5B milik China jatuh tak terkendali, dan bisa membahayakan masyarakat awam.

Biasanya, para ilmuwan di Amerika mengatur supaya roket jatuh di lautan. Itu sebabnya China mendapat kritik perkara puing roket Long March 5B ini.

Administrator NASA Bill Nelson mengimbau supaya semua negara yang melakukan perjalanan ke luar angkasa, harus mengikuti standar yang sudah ada.

Negara-negara ini harus pula melakukan tugasnya untuk memberi informasi semacam ini, agar bisa menghadirkan prediksi yang akurat terkait risiko kejatuhan serpihan.

"Terutama untuk kendaraan besar seperti Long March 5B, dengan risiko besar kehilangan nyawa dan kerusakan bangunan," tegas Nelson.

Sebagai sampah luar angkasa yang besar dan bergerak cepat, masyarakat bumi masih perlu waspada sebelum hambatan atmosfer membawanya turun dengan cara yang tidak terduga, dan tidak terkendali.

Strategi pembuangan ini termasuk sembrono, menurut para kritikus, mengingat roket besar itu tidak terbakar sepenuhnya saat masuk kembali ke bumi.

Ada kemungkinan bahwa bongkahan roket yang jatuh ke bumi menyebabkan cedera kepada manusia, atau kerusakan infrastruktur.

China Sengaja Tinggalkan Roketnya di Orbit tak Terkendali?
Akhir perjalanan satelit, sebagaimana dilansir BBC, 27 September 2022, biasanya menghasilkan peluncuran yang berapi-api ke bumi.

Dengan lebih banyak ruang dibandingkan sebelumnya, memprediksi di mana dan kapan lokasi pendaratannyaakan menjadi tantangan yang mendesak.

Awal 2922, terjadi dua insiden terpisah dari puing-puing luar angkasa yang meluncur kembali ke bumi di tempat-tempat yang tidak terduga.

Masuknya kembali roket Long March 5B China yang tidak terkendali di atas Kalimantan wilayah Malaysia dan Sangau di wilayah Indonesia, dengan cepat diikuti oleh laporan pada Juli 2022.

Berita ini tentang beberapa bagian pesawat ruang angkasa yang muncul di kawasan New South Wales, Australia, dan –dikonfirmasi berasal dari misi SpaceX Crew-1, perusahaan swasta AS.

Seiring pertumbuhan industri luar angkasa, dapat dikatakan bahwa insiden seperti itu hanya akan menjadi lebih sering, dan dapat menimbulkan risiko.

Sampah antariksa sendiri mengacu pada keberadaan komponen sisa dari sistem ruang angkasa yang tidak lagi diperlukan.

Mungkin satelit yang telah mencapai akhir hidupnya (seperti Stasiun Luar Angkasa Internasional ketika mencapai akhir masa operasionalnya pada 2031), atau bagian dari sistem roket yang telah memenuhi tujuannya kemudian dibuang.

Sampai saat ini, China telah meluncurkan tiga roket Long March 5B, dan masing-masing telah sengaja ditinggalkan di orbit yang tidak terkendali. Ini berarti tidak ada cara untuk mengetahui di mana mereka akan mendarat.

Adapun mengenai puing-puing SpaceX yang ditemukan di Australia, SpaceX mengklaim telah mengorbitkan bagian-bagian roketnya.

Ini dilakukan dengan cara yang terkendali, dan merancang komponen lain untuk terbakar saat masuk kembali ke atmosfer Bumi., walaupun semua itu tidak selalu berjalan sesuai rencana.

Warga yang Ditabrak Roket
Lottie Williams, seorang warga Tulsa di Negara Bagian Oklahoma, AS, ditabrak serpihan roket secara tidak berbahaya di bahu pada 1997.

Roket itu seukuran tangannya, dan diperkirakan berasal dari roket Delta II. Williams mengambilnya, membawanya pulang, dan esoknya melaporkan ke pihak berwenang.

Namun, dengan semakin banyak objek yang pergi ke luar angkasa, dan turun kembali, kemungkinan seseorang atau sesuatu tertabrak, semakin meningkat.

Hal ini terutama berlaku untuk objek besar yang tidak terkontrol, seperti Long March 5B.

Dari tiga kali peluncuran model roket ini: yang pertama masuk kembali pada 11 Mei 2020, dengan komponen mendarat di dua desa di Pantai Gading.

Kedua, masuk kembali ke bumi pada 9 Mei 2021, dekat Maladewa, dan yang ketiga masuk kembali pada 2022 di Indonesia dan Malaysia, dengan puing-puing mendarat di sekitar pulau-pulau ini.

Ada banyak perkiraan berbeda tentang kemungkinan puing-puing luar angkasa mengenai seseorang, tetapi sebagian besar berada dalam kisaran satu banding 10.000.

Ini adalah peluang bagi siapa saja yang terkena, di mana pun di dunia. Namun, kemungkinan orang tertentu terkena (seperti Anda atau saya). berada di urutan satu dalam satu triliun.

Sangat sulit untuk memprediksi di mana sebuah objek dalam orbit yang tidak terkendali akan memasuki kembali atmosfer bumi.

Risiko keseluruhan akibat puing-puing ruang angkasa akan meningkat dengan banyaknya objek yang diluncurkan, dan memasuki kembali atmosfer.

Stasiun Luar Angkasa Tiangong China akan selesai pada 2022. Dan, Korea Selatan baru-baru ini menjadi negara ketujuh yang meluncurkan muatan satelit yang lebih berat dari satu ton.

Korea Selatan berencana memperluas sektor luar angkasanya bersama Jepang, Rusia, India, AS, dan Uni Emirat Arab.

Kiat Hindari Risiko Dihantam Roket

Lantas, dapatkah diprediksi kapan masuknya kembali puing-puing, dan apa yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko terkena hantaman roket?

Aturan umum mengatakan bahwa ketidakpastian perkiraan waktu masuknya kembali roket ke bumi akan berada di antara 10 dan 20 persen dari waktu orbit yang tersisa.

Ini berarti objek dengan perkiraan waktu masuk kembali dalam 10 jam, akan memiliki margin ketidakpastian sekitar satu jam. Jadi, jika sebuah objek mengorbit bumi setiap 60-90 menit, objekitu bisa masuk ke mana saja.

Memperbaiki margin ketidakpastian ini merupakan tantangan besar, dan akan membutuhkan sejumlah besar penelitian. Meski begitu, kecil kemungkinan untuk memprediksi lokasi masuk kembali suatu objek secara lebih akurat dari jarak 1.000 kilometer.

Mengurangi risiko adalah sebuah tantangan, tetapi ada beberapa pilihan. Pertama, semua objek yang diluncurkan ke orbit Bnumi harus memiliki rencana untuk de-orbiting yang aman ke daerah yang tidak berpenghuni.

Ini biasanya SPOUA (Area Tak Berpenghuni Samudra Pasifik Selatan), yang juga dikenal sebagai
pemakaman pesawat ruang angkasa'.

Ada juga opsi untuk merancang komponen dengan hati-hati sehingga benar-benar hancur saat masuk kembali. Jika semuanya terbakar ketika menyentuh atmosfer atas, tidak akan ada lagi risiko yang signifikan.

Sudah ada beberapa pedoman yang membutuhkan minimalisasi risiko puing-puing ruang angkasa, seperti pedoman Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) tentang Keberlanjutan Jangka Panjang Kegiatan Luar Angkasa, tetapi mekanisme untuk ini tidak ditentukan.

Selain itu, tidak ada jawaban terkait bagaimana pedoman ini berlaku secara internasional, dan siapa yang dapat menegakkannya.

Nature Astronomy: Tetap Berisiko Makan Korban

Peluang seseorang terbunuh oleh sampah luar angkasa yang jatuh dari langit mungkin tampak sangat kecil. Lagi pula, belum ada yang meninggal karena kecelakaan seperti itu, meskipun ada beberapa kasus cedera dan kerusakan properti.

Tetapi mengingat bahwa kita meluncurkan semakin banyak satelit, roket, dan probe ke luar angkasa, apakah kita perlu mulai mengambil risiko lebih serius?

Dilansir The Economic Times 27 Juli 2022, sebuah studi baru, yang diterbitkan di Nature Astronomy telah memperkirakan kemungkinan kausalitas dari bagian roket yang jatuh selama sepuluh tahun ke depan.

Setiap menit per hari, puing-puing menghujani bumi dari luar angkasa, yang merupakan bahaya yang hampir sama sekali tidak disadari manusia.

Partikel mikroskopis dari asteroid dan komet berhamburan ke bawah melalui atmosfer untuk mengendap di bumi.

Meskipun ini bukan masalah, puing-puing semacam itu dapat merusak pesawat ruang angkasa , seperti yang baru-baru ini dilaporkan oleh teleskop luar angkasa James Webb.

Ini adalah contoh puing-puing luar angkasa alami, yang kedatangannya tidak terkendali tidak dapat diprediksi dan menyebar kurang lebih merata di seluruh dunia.

Studi baru, bagaimanapun, menyelidiki kedatangan puing-puing ruang buatan yang tidak terkendali, seperti roket bekas yang terkait dengan peluncuran roket dan satelit.

Penelitian ini menggunakan pemodelan matematis dari kecenderungan dan orbit bagian roket di ruang angkasa dan kepadatan penduduk di bawahnya, serta data satelit masa lalu selama 30 tahun.

Sampai saat ini, potensi puing-puing dari satelit dan roket untuk menyebabkan kerusakan di permukaan bumi (atau di atmosfer terhadap lalu lintas udara) telah dianggap dapat diabaikan.

Sebagian besar penelitian tentang puing-puing ruang angkasa semacam itu, berfokus pada risiko yang ditimbulkan di orbit oleh satelit yang tidak berfungsi, dan dapat menghalangi operasi yang aman dari satelit yang berfungsi.

Bahan bakar dan baterai yang tidak terpakai juga menyebabkan ledakan di orbit, yang menghasilkan limbah tambahan.

Banyak lembaga mengambil risiko dengan serius. Badan Antariksa Eropa sedang merencanakan misi untuk mencoba menangkap dan menghilangkan puing-puing luar angkasa dengan robot berlengan empat.

PBB, melalui Kantor Urusan Luar Angkasa, mengeluarkan seperangkat Pedoman Mitigasi Puing Antariksa pada 2010, yang diperkuat pada 2018.

Namun, ini adalah pedoman, bukan hukum internasional, dan tidak memberikan secara spesifik tentang bagaimana kegiatan mitigasi harus dilaksanakan.

Studi ini berpendapat bahwa kemajuan teknologi dan desain misi yang lebih bijaksana akan mengurangi tingkat masuknya kembali puing-puing pesawat ruang angkasa yang tidak terkendali.

Kemajuan teknologi juga akan mengurangi risiko bahaya di seluruh dunia. Masuknya kembali badan roket yang tidak terkendali. merupakan masalah tindakan kolektif. Solusinya ada, tetapi setiap negara peluncur harus mengadopsinya.

Persyaratan bagi pemerintah untuk bertindak bersama belum pernah terjadi sebelumnya, seperti yang ditunjukkan oleh kesepakatan untuk melarang klorofluorkarbon yang merusak lapisan ozon.

Bahaya Roket China sehingga Diawasi PBB

Komando Luar Angkasa AS memperingatkan bahwa sisa-sisa roket besar China yang ditembakkan ke luar angkasa pada Juni 2022 kemungkinan akan segera jatuh ke bumi, mungkin paling cepat 31 Juli 2022, walaupun ternyata lebih cepat sehari sebagaimana yang juga jatuh di Sanggau.

Roket 10-lantai seberat 21-ton itu, dilansir Global News, 27 Juli 2022. adalah bagian dari modul Stasiun Ruang Angkasa Wentian dan merapat dengan stasiun ruang angkasa Tiangong di negara itu.

Pesawat tanpa awak itu kemudian diluncurkan ke luar angkasa oleh roket Long March 5B dari Pusat Peluncuran Wenchang di Pulau Hainan, China.

Masalah besarnya, bagaimanapun, adalah bahwa para ahli tidak yakin berapa banyak roket yang akan bertahan.

Tapi yang paling mengkhawatirkan, mereka tidak tahu di mana ia akan mendarat. ini karena selalu sulit untuk menilai jumlah massa yang bertahan dan jumlah fragmen. tanpa mengetahui desain objek.

Hal ini ditegaskan oleh Holger Krag, Kepala Kantor Program Keamanan Luar Angkasa untuk Badan Antariksa Eropa kepada SpaceNews.

Ini adalah ketiga kalinya China memutuskan untuk tidak mengontrol pembuangan badan roket, dan sekali lagi menempatkan negara itu di bawah pengawasan.

Pada 2020 dan 2021, China bertanggung jawab atas kasus serupa yang tidak terkendali.

Karena itu, banyak ahli yang percaya bahwa China mengambil risiko yang tidak perlu. dengan tidak melacak atau mengendalikan jatuhnya puing-puing besar.

Menurut Space.com, bahaya bagi kehidupan manusia dari roket yang jatuh. cukup kecil, tetapi ukuran roket Long March 5B yang tipis, membuatnya lebih menjadi ancaman.

Terakhir kali terjadi pada 2021, sehingga Administrator NASA Bill Nelson menuding China gagal memenuhi standar yang bertanggung jawab mengenai puing-puing luar angkasanya.

Di masa lalu, China bersikap defensif tentang keputusan mereka untuk membiarkan jatuhnya badan roket yang tidak terkendali. Menurut New York Times, Hua Chunying, juru bicara senior Kementerian Luar Negeri China bahwa semua ini karena manuver AS untuki 'mencari panggung mencari untuk diri sendiri di mata dunia (hype).

Hingga saat ini, tidak ada kerusakan akibat puing-puing pendaratan yang dilaporkan. "Saya telah melihat laporan bahwa sejak peluncuran satelit buatan manusia pertama lebih dari 60 tahun yang lalu, tidak ada satu pun insiden yang terjadi di mana sepotong puing menabrak seseorang," lanjutnya.

Pakar AS menempatkan kemungkinan itu kurang dari satu dalam satu miliar, ” lanjutnya.

Jalur terbang badan roket sulit diprediksi karena fluktuasi atmosfer, yang disebabkan oleh perubahan aktivitas matahari.

Para ahli menyatakan, beberapa ton logam bisa jatuh di mana saja di sepanjang jalur orbit booster, yang bergerak sejauh utara 41,5 derajat lintang utara dan selatan sejauh 41,5 derajat lintang selatan.

Dengan kata lain, kota-kota besar seperti New York, Los Angeles, Kairo dan Sydney, Australia, semuanya terletak di jalur pendaratan roket.

Menurut peta yang dibagikan ke Twitter oleh The Aerospace Corporation, sebuah organisasi nirlaba, yang sebagian besar dibiayai oleh Pemerintah AS- tampaknya banyak kota di Kanada Timur, seperti Toronto, Montreal, dan Halifax, termasuk dalam area pendaratan, meskipun terlalu cepat. untuk mengetahui apakah semua kota itu bisa terancam.


Ted Muelhaupt, seorang ahli puing-puing di Aerospace Corporation menyatakan kepada koran The New York Times, AS dan negara-negara lain biasanya akan mengontrol masuknya kembali puing-puing ruang angkasa mereka.
"Ini jika kemungkinan cedera pada seseorang di darat lebih tinggi dari satu banding 10.000," tegasnya.***


Reporter, penulis & Editor: Patrick WARaney Sorongan
Sumber: Berbagai sumber

Berita Terkait

Baca Juga

Komentar Anda