SIAPA pun yang berisik dan menganggu tetangga pada malam hari terancam denda Rp 10 juta berdasarkan Pasal 265 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru.
Jadi, suami-istri yang hobi bertengkar malam hari, misalnya, sebaiknya dihentikan, setidaknya 'bertengkarlah dengan sopan', alias 'setengah berbisik'.
Juga bagi 'penyanyi kagetan rumahan', alias yang gemar berkaraoke pada malam hari, sebaiknya mengganti aktivitasnya pada siang hari supaya aman.
Masalahnya, audio karaoke akan lebih 'nendang' jika volumenya disetel kencang-kencang, apalag malam hari.
Tapi, sekarang ini tak aman lagi untuk berisi pada malam hari termasuk berkaraoke. Masalahnya di depan rumah Anda, bisa saja mendadak terdengar suara 'nguing-nguing' mobil patroli polisi.
Adapun hukuman berupa denda berjumlah sama, berlaku pula bagi pelaku corat-coret di ruang publik. Pelaku kasus ini biasanya anak sekolah, dan yang pasti akan merepotkan orangtua pelaku, apalagi dari kalangan 'berdompet tipis'.
Memang, KUHP yang baru saja disahkan oleh DPR RI pada Selasa, 6 Desember 2022 itu, mengatur kejahatan yang melibatkan kenakalan, seperti mencorat-coret di ruang publik hingga membuat gaduh di malam hari.
Tindak pidana yang berkaitan dengan kenakalan diatur dalam pasal 331. Dalam pasal ini dijelaskan bahwa pelaku kenakalan dapat dipidana dengan denda kategori II, atau sebanyak-banyaknya Rp 10 juta.
“Barang siapa di tempat umum melakukan perbuatan melawan hukum terhadap orang atau barang yang dapat menimbulkan kerugian, kerugian atau kesusahan, diancam dengan pidana denda paling banyak Golongan II,” bunyi Pasal 331.
Di bagian penjelasan dalam pasal tersebut, disebutkan bahwa contoh kenakalan yang dimaksud adalah mencoret-coret tembok di jalan umum.
"Setiap orang yang di tempat umum melakukan kenakalan terhadap orang atau barang, yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian, atau kesusahan, dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II," demikian bunyi Pasal 331.
Meski begitu, pelaku kenakalan tidak bisa dijatuhi hukuman penjara, sebab deliknya masuk dalam kategori pidana II. Pasal 82 ayat 1 RKUHP menjelaskan, hukuman denda bisa diganti dengan hukuman penjara, jika masuk kategori pidana di atas kategori II.
Selain kenakalan, KUHP ini juga mengatur pidana bagi orang yang berisik pada malam hari. Ketentuannya diatur dalam pasal 265. Hukuman yang dijatuhkan sama dengan pidana kenakalan. Berikut bunyi pasal tersebut:
Dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang mengganggu ketenteraman lingkungan dengan:
a. membuat hingar-bingar atau berisik tetangga pada malam hari; atau b: membuat seruan atau tanda-tanda bahaya palsu.
Inilah dua di antara sekian banyak dari total 624 pasal dalam RKUHP tersebut yang dianggap kontroversial, tapi terlanjur disahkan menjadi UU oleh parlemen.
Sebelum diundang-undang, KUHP itu bakal diberi nomor oleh Presiden Joko Widodo kemudian dimasukkan ke dalam Lembar Negara Pemerintah Republik Indonesia, kemudian berlaku tiga tahun kemudian.
Dengan demikian, KUHP di Indonesia tidak lagi bersumber dari Wetboek van Strafrecht voor Nederlands -Indie (Kitab Undang-undang Hukum Pidana untuk Nederland-Indie) Kolonial Belanda
Dalam dalam catatan Suara Pemred, KUHP yang lama di Indonesia, bersumber dari hukum kolonial Belanda, yakni Wetboek van Strafrecht voor Nederlands-Indië.
Pengesahannya dilakukan melalui Staatsblad Tahun 1915 nomor 732, dan mulai berlaku sejak 1 Januari 1918. Setelah kemerdekaan Indonesia, KUHP ini tetap diberlakukan yang disertai penyelarasan kondisi berupa pencabutan pasal-pasal yang tidak lagi relevan.
Hal ini berdasarkan pada Ketentuan Peralihan Pasal II UUD 1945, yang menyatakan bahwa: "Segala badan negara dan peraturan yang masih ada langsung diberlakukan selama belum diadakan yang baru menurut Undang-undang Dasar ini."
Ketentuan tersebut kemudian menjadi dasar hukum pemberlakuan semua peraturan perundang-undangan masa kolonial selama masa kemerdekaan.
Untuk menegaskan kembali pemberlakuan hukum pidana pada masa kolonial tersebut, pada 26 Februari 1946, Pemerintah Indonesia kemudian mengeluarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Undang-undang inilah yang kemudian dijadikan dasar hukum perubahan Wetboek van Strafrecht voor Netherlands Indie menjadi Wetboek van Strafrecht (WvS), yang kemudian dikenal dengan nama KUHP.
KUHP Kolonial Awalnya Berlaku di Jawa dan Madura
Meskipun demikian, dilansir dari Wikipedia, dalam Pasal XVII UU Nomor 1 Tahun 1946 juga terdapat ketentuan yang menyatakan bahwa: “Undang-undang ini mulai berlaku buat pulau Jawa dan Madura pada hari diumumkannya, dan buat daerah lain pada hari yang akan ditetapkan oleh Presiden.”
Dengan demikian, pemberlakuan Wetboek van Strafrecht voor Netherlands Indie menjadi Wetboek van Strafrecht, hanya terbatas pada wilayah jawa dan Madura.
Pemberlakuan KUHP di seluruh wilayah Republik Indonesia, baru dilakukan pada 20 September 1958, dengan diundangkannya UU Nomor 73 Tahun 1958 tentang Menyatakan Berlakunya UU Nomor 1 Tahun 1946 Republik Indonesia tentang Peraturan Hukum Pidana Untuk Seluruh Wilayah Republik Indonesia dan Mengubah KUHP.
Hal ini sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 1 UU Nomor 7 Tahun 1958 yang berbunyi: “Undang-Undang No. 1 tahun 1946 Republik Indonesia tentang Peraturan Hukum Pidana dinyatakan berlaku untuk seluruh wilayah Republik Indonesia.”
Dulang Kritik bahkan Internasional
Toh disahkannya RUU yang baru tersebut langsung mendulang kritik keras dari sejumlah kalangan publik, baik kalangan jurnalis, praktisi hukum, aktivis HAM, mahasiswa, sejumlah negaram bahkan Pengawas HAM Internasional (Human Right Watch/HRW).
KUHP tersebut dianggap terburu-buru disahkan, termasuk sosialisasinya yang sangat kilat, yakni pada Kamis, 1 Desember 2022, alias lima hari sebelum disahkan oleh Parlemen Indonesia.
Masalahnya, masih dilansir dari CNN Indonesia, sejumlah materi dalam KUHP tersebut dianggap masih kacau, bahkan memuat pasal-pasal bermasalah.
Tiga tahun silam, rencana pengesahan RKUHP ini telah memicu demo di mana-mana menjelang akhir masa bakti DPR periode 2014-2019.
Demo bertagar #ReformasiDikorupsi ini karena pasal-pasal bermasalah tersebut diklaim mengancam kriminalisasi di tengah kehidupan masyarakat Indonesia.
RKUHP itu telah lama mendapat penolakan dari masyarakat sipil. Ironisnya, naskah RKUHP baru bisa diakses oleh publik pada Kamis, 1 Desember 2022, atau kurang dari seminggu sebelum pengesahan.
Adapun sejumlah pasal bermasalah dalam KUHP tersebut dinilai masih memuat pasal-pasal bermasalah warisan Kolonial Belanda, yang rentan digunakan sebagai alat kriminalisasi.
Di era Kolonial Belanda, KUHP ini menjasi senjata ampuh pula untuk menekan aksi-aksi pemberontakan
Adapun pasal-pasal dalam KUHP baru yang dianggap bermasalah, yakni pertama: Penghinaan Terhadap Presiden di mana ketentuan pidananya dituangkan dalam pasal 218 dengan ancaman hukuman tiga tahun penjara.
Bagian penjelasan dari pasal yang merupakan delik aduan ini, menyebut bahwa menyerang kehormatan adalah perbuatan yang merendahkan, atau merusak nama baik atau harga diri.
Perbuatan menista atau memfitnah masuk dalam kategori itu "Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden dan/atau wakil presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun, atau pidana denda paling banyak kategori IV," bunyi pasal 218 ayat (1) RKUHP.
Ayat dua pasal tersebut memberi pengecualian. Perbuatan yang dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri, tidak termasuk kategori penyerangan kehormatan atau harkat martabat.
Kedua, pidana mati, penjara seumur hidup atau pidana penjara 20 tahun bagi siapa saja yang melanggar Pasal 192 tentang Makar.
Pasal tersebut berlaku bagi setiap orang yang melakukan makar dengan maksud supaya sebagian atau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) jatuh kepada kekuasaan asing, atau untuk memisahkan diri dari NKRI.Sementara pasal 193 ayat satu, mengatur setiap orang yang melakukan makar dengan maksud menggulingkan pemerintah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.
Sementara itu, Pasal 193 ayat dua menyatakan bahwa pemimpin atau pengatur makar dipidana dengan pidana penjara maksimal 15 tahun.
Ketiga, Penghinaan Lembaga Negara. Draf RKUHP ini juga masih mengatur ancaman pidana bagi penghina lembaga negara, seperti DPR hingga Polri. Ketentuan itu tercantum dalam pasal 349 di mana pasal itu sendiri merupakan delik aduan.
Dalam ayat satu disebutkan, setiap orang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan umum atau lembaga negara, dapat dipidana hingga 1,5 tahun penjara. Ancaman pidananya bisa diperberat, jika penghinaan menyebabkan kerusuhan.
Dalam pasal 350, pidana bisa diperberat hingga dua tahun jika penghinaan dilakukan lewat media sosial. Sementara, yang dimaksud kekuasaan umum atau lembaga negara dalam RKUHP, yakni DPR, DPRD, kejaksaan, hingga Polri di mana lembaga-lembaga itu harus dihormati.
Keempat, Pidana Demo Tanpa Pemberitahuan. Draf RKUHP tersebut turut memuat ancaman pidana atau denda bagi penyelenggara demonstrasi tanpa pemberitahuan. Hal itu tertuang dalam Pasal 256.
Pasal ini ditujukan bagi setiap orang yang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada yang berwenang, mengadakan pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi di jalan umum atau tempat umum.
Jika mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaran, atau huru-hara dalam masyarakat, maka dipidana penjara paling lama enam bulan, atau pidana denda paling banyak kategori II.
Pasal ini dikritik karena bisa dengan mudah mengkriminalisasi, dan membungkam kebebasan berpendapat.
Adapun selain kenakalan, RKUHP juga mengatur pidana bagi orang yang berisik pada malam hari. Ketentuannya diatur dalam pasal 265. Hukuman yang dijatuhkan sama dengan pidana kenakalan.
Berikut bunyi pasal tersebut: Dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II bagi setiap orang yang mengganggu ketenteraman lingkungan, dengan membuat hingar-bingar atau berisik tetangga pada malam hari; atau. membuat seruan, atau tanda-tanda bahaya palsu.
Sementara itu, hukuman pidana bagi koruptor mengalami penurunan dalam soal pemberantasan tindak pidana korupsi.
Koruptor Dipenjara Maksimal 'Hanya' 20 Tahun
Dalam KUHP terbaru tersebut, tindak pidana korupsi diatur dalam pasal 603, yang menjelaskan bahwa koruptor paling sedikit dipenjara selama dua tahun, dan maksimal 20 tahun.
Dinyatakan: "Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup.
Selain itu, pelaku bisa saja dipidana penjara paling singkat dua tahun, dan paling lama 20 tahun, dan pidana denda paling sedikit kategori II, dan paling banyak kategori VI.
Pidana penjara dalam RKUHP itu , lebih rendah atau mengalami penurunan dari ketentuan pidana penjara dalam Undang-undang Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Dalam Pasal 2 UU Tipikor dijelaskan bahwa koruptor bisa mendapat pidana penjara paling singkat empat tahun, dan paling lama 20 tahun.
Tidak hanya itu, hukuman denda bagi koruptor di RKUHP ini pun mengalami penurunan. Sebelumnya, dalam UU Tipikor, koruptor didenda paling sedikit Rp 200 juta.
Berikut bunyi pasal 2: "Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara...
"...dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah."
Lebih lanjut, RKUHP ini juga mengatur soal suap dalam pasal 605. Ketentuan pidana penjara sama dengan UU Tipikor, tetapi denda bagi pemberi suap mengalami kenaikan.
Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa orang yang melakukan suap terhadap pegawai negeri atau penyelenggara negara, paling singkat dapat dipenjara satu tahun, dan paling lama lima tahun.
Selain itu, denda paling sedikit kategori III, yakni Rp 50 juta, dan maksimal kategori V atau Rp 500 juta.
Pasal 605 Ayat 1; "Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori III dan paling banyak kategori V."
Menyasar Pers
KUHP terbaru juga mengatur soal penyiaran, penyebarluasan berita, atau pemberitahuan yang diduga bohong.
Pasal ini dapat menyasar pers atau pekerja media.
Dalam pada Pasal 263 Ayat 1 dijelaskan bahwa seseorang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan, padahal diketahui bahwa berita atau pemberitahuan tersebut bohong, yang mengakibatkan kerusuhan, dapat dipenjara paling lama enam tahun atau denda Rp 500 juta.
"Setiap orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan padahal diketahuinya bahwa berita atau pemberitahuan tersebut bohong yang mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak kategori V," demikian bunyi Pasal 263 Ayat 1.
Kemudian dalam ayat berikutnya dinyatakan bahwa setiap orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan, padahal patut diduga berita bohong, dan dapat memicu kerusuhan, dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda Rp 200 juta.
Lebih lanjut, KUHP terbaru juga memuat ketentuan penyiaran berita yang dianggap tidak pasti, dan berlebihan. Seseorang yang membuat dan menyebarkan berita tersebut, dapat dipenjara dua tahun, atau denda paling banyak Rp 10 juta, sebagaimana tertuang dalam pasal 264.
HRW: Bencana HAM
Selain dikecam berbagai elemen sipil di dalam negeri dan pemerhati HAM, sejumlah pasal tersebut juga resmi dikecam oleh HRW.
HRW sendiri adalah sebuah organisasi non-pemerintah berbasis di New York, AS, yang melakukan penelitian dan pembelaan dalam masalah-masalah pelanggaran HAM hak asasi manusia.
HRW menerbitkan laporan-laporan penelitian tentang berbagai pelanggaran norma-norma HAM, seperti yang ditetapkan dalam Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia, dan norma-norma hak asasi lainnya yang diakui dunia internasional.
Hal ini dimaksudkan untuk menarik perhatian dunia internasional terhadap pelanggaran-pelanggaran, dan memberikan tekanan kepada negara-negara dan organisasi-organisasi internasional, agar menghentikan atau menolong menghentikan pelanggaran-pelanggaran tersebut.
Para peneliti HRW melakukan misi pencarian fakta untuk melakukan investigasi terhadap keadaan-keadaan yang mencurigakan, dan memberikan liputan dalam media lokal maupun internasional.
Masalah-masalah yang diangkat oleh HR dalam laporan-laporannya sudah termasuk diskriminasi sosial dan gender, penyiksaan, penggunaan anak-anak oleh militer, korupsi politik, dan pelanggaran-pelanggaran dalam sistem pengadilan.
HRW mendokumentasikan dan melaporkan pelanggaran-pelanggaran undang-undang mengenai perang dan hukum kemanusiaan internasional.
Human Rights Watch didirikan dengan nama Helsinki Watch pada 1978 untuk memonitor sejauh mana Uni Soviet menaati Persetujuan Helsinki.
Setelah organisasi berkembang, didirikanlah 'komite-komite pengawasan' lainnya untuk mengamati daerah-daerah lain di dunia.
Pada 1988, semua komite ini dipersatukan di bawah satu organisasi payung untuk membentuk Human Rights Watch. Salah satu pendiri awal dan presiden organisasi ini adalah Robert L Bernstein.
HRW adalah satu di antara enam LSM internasional yang mendirikan Coalition to Stop the Use of Child Soldiers (Koalisi untuk Menghentikan Tentara Anak-anak) pada 1998. '
HRW juga merupakan salah satu ketua dari Kampanye Internasional untuk Melarang Ranjau Darat, sebuah koalisi global kelompok-kelompok masyarakat sipil yang berhasil melobi untuk memberlakukan Konvensi Ottawa, sebuah persetujuan yang melarang penggunaan ranjau darat yang ditujukan terhadap manusia.
Setiap tahun, HRW memberikan bantuan kepada para penulis di seluruh dunia yang membutuhkan bantuan keuangan, dan yang dianggap sebagai korban penganiayaan.
Bantuan Hellman/Hammett, dilansir Wikipedia. didanai oleh harta peninggalan dramatis Lillian Hellman dalam bentuk dana, yang dibentuk dengan namanya. dan pendamping setianya, novelis Dashiell Hammett.
Selain memberikan bantuan keuangan, dana Hellman/Hammett ini berusaha membangkitkan kesadaran tentang sensor
Dalam rilisnya, Kamis, 8 Deember 2022, HRW menyatakan, KUHP tersebut berisi ketentuan yang secara serius melanggar hukum dan standar HAM internasional.
Pasal-pasal dalam KUHP ini dinilai melanggar hak-hak perempuan, minoritas agama, dan orang-orang lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT), dan merusak hak atas kebebasan berbicara dan berserikat.
Mengganti hukum pidana Indonesia, yang berasal dari Pemerintahan Kolonial Belanda itu, telah dipertimbangkan selama beberapa dekade. Pada September 2019, menurut HRW, Presiden Joko 'Jokowi' Widodo memutuskan untuk menunda pengesahan RUU KUHP versi sebelumnya oleh DPR, setelah protes jalanan besar-besaran. Menurut HRW, Jokowi kemudian memerintahkan kabinetnya untuk melakukan 'sosialisasi' RUU tersebut, seolah-olah untuk meningkatkan partisipasi publik. Pandemi Covid-19 telah menunda pengerjaan RUU yang telah diselesaikan Komisi Hukum dan HAM DPR RO pada 30 November 2022, kemudian rapat paripurna DPR RI mengesahkan RUU, yang memuat 624 pasal itu, 6 Desember 2022. Andreas Harsono, Peneliti Senior Indonesia di HRW menegaskan, KUHP baru Indonesia ini berisi ketentuan yang menindas dan tidak jelas, yang membuka pintu untuk pelanggaran privasi dan penegakan selektif.
"Hal ini ini akan memungkinkan polisi memeras suap, anggota parlemen melecehkan lawan politik, dan pejabat memenjarakan blogger biasa,” katanya. “Dalam satu gerakan, situasi hak asasi manusia Indonesia telah berubah drastis menjadi lebih buruk, dengan potensi jutaan orang di Indonesia menjadi sasaran tuntutan pidana di bawah undang-undang yang sangat cacat ini," lanjutnya.
Saran HW kepada Pemimpin UE dan ASEAN
Disarankan, ketika Jokowi mengunjungi Eropa minggu depan untuk menghadiri pertemuan puncak antara kepala pemerintahan Uni Eropa (UE) dan Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN), para pemimpin negara-negara ini harus menyuarakan penentangan mereka terhadap undang-undang baru tersebut. Ditambahkan, perusahaan-perusahaan yang berkepentingan juga harus angkat bicara, termasuk bank, dana investasi, dan bisnis lain yang terlibat di Indonesia di bidang manufaktur, pariwisata, produksi minyak sawit, dan industri besar lainnya. HRW juga menyinggung tentang KUHP tersebut yang dinilai menjadikan seks konsensual di luar pernikahan sebagai tindak pidana.
Hal ini dianggap merupakan serangan besar-besaran terhadap hak privasi, yang memungkinkan intrusi ke dalam keputusan paling intim individu dan keluarga. Indonesia memiliki jutaan pasangan tanpa akta nikah, yang secara teoretis akan melanggar hukum, terutama di kalangan masyarakat adat atau Muslim di pedesaan, yang menikah hanya dengan upacara Islam, yang disebut kawin siri. Sementara kejahatan seks atau kumpul kebo di luar nikah, hanya dapat dituntut atas pengaduan suami, istri, orang tua, atau anak dari terdakwa.
Namun, hal ini secara tidak proporsional akan berdampak pada perempuan dan kaum LGBT yang lebih mungkin dilaporkan oleh suami, karena perzinahan atau oleh keluarga untuk hubungan yang tidak mereka setujui. HRW menyatakan, pasangan sesama jenis tidak dapat menikah di Indonesia, sehingga klausul ini juga secara efektif menjadikan semua perilaku sesama jenis ilegal. "Ini adalah pertama kalinya dalam sejarah Indonesia bahwa perilaku seks sesama jenis konsensual telah dilarang oleh undang-undang," kata pihak HRW.
Pada 2016, menurut HRW, para pemohon meminta Mahkamah Konstitusi untuk mengkriminalisasi perilaku sesama jenis. Kala itu, lanjut HRW, dan hakim menolak kasus tersebut kemudian menjawab: "[Saya] tidak proporsional untuk menempatkan semua tanggung jawab dalam mengatur fenomena sosial, terutama mengatur perilaku yang dianggap 'menyimpang'— kebijakan kriminal saja.” Selain itu, pasal-pasal dalam KUHP ini dianggap mempertahankan kriminalisasi aborsi dengan beberapa pengecualian.
"Dan, sekarang juga mengkriminalisasi penyebaran informasi tentang kontrasepsi kepada anak-anak, dan memberikan informasi tentang melakukan aborsi kepada siapa pun, yang terutama merugikan perempuan dan anak perempuan," lanjut HRW. Menurut HRW, ketentuan tersebut melanggar hak perempuan dan anak perempuan atas pendidikan dan informasi kesehatan seksual dan reproduksi, yang komprehensif dan inklusif.
Pasal terkait dalam KUHP ini juga dinilai berdampak negatif terhadap kemampuan perempuan dan anak perempuan untuk melindungi kesehatan mereka. Juga dapat membuat pilihan berdasarkan informasi tentang tubuh mereka dan memiliki anak, dan dapat menyebabkan kehamilan yang tidak diinginkan, yang dapat mempengaruhi berbagai hak. "Termasuk mengakhiri pendidikan anak perempuan, berkontribusi terhadap pernikahan anak, sebagaimana serta membahayakan kesehatan dan nyawa perempuan dan anak perempuan," lanjut HRW.
Pasal penodaan agama dalam KUHP juga ditingkatkan dari satu menjadi enam pasal, namun dengan masa kurungan yang lebih pendek, dengan maksimum tiga tahun penodaan agama. "Dan, untuk pertama kalinya (KUHP) memuat pasal yang melarang meninggalkan suatu agama atau kepercayaan sebagai murtad. Siapapun yang mencoba membujuk seseorang untuk menjadi kafir dalam suatu agama atau kepercayaan, dapat dituntut dan dipenjara," tegas HRW. Hal ini dinilai sebagai sebuah kemunduran serius untuk melindungi kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia.
"Hukum pidana melawan tren global untuk tidak menegakkan hukum penodaan agama atau menghapusnya sama sekali," lanjut HRW. Menurut HRW, KUHP tersebut juga menyatakan bahwa pemerintah akan mengakui 'hukum yang hidup' di negara Indonesia, yang kemungkinan dapat ditafsirkan untuk memperluas legalitas formal hingga ratusan peraturan Syariah yang diberlakukan oleh pejabat lokal di berbagai wilayah di seluruh negeri.
"Banyak dari peraturan ini mendiskriminasi perempuan dan anak perempuan, seperti jam malam untuk perempuan, mutilasi alat kelamin perempuan, dan aturan berpakaian jilbab wajib. Banyak dari peraturan ini juga mendiskriminasi kelompok LGBT," tambah HRW. Undang-undang ini juga melarang penghinaan terhadap presiden, wakil presiden, lembaga negara, ideologi nasional Indonesia, yang dikenal sebagai Pancasila, dan bendera negara. Undang-undang tersebut dinilai berisi lusinan pasal lain tentang pencemaran nama baik online dan offline, sehingga memungkinkan siapa saja untuk melaporkan orang lain atas pencemaran nama baik.
Saran Dewan Pers Dinafikan Jokowi?
HRW menegaskan bahwa Dewan Pers Indonesia telah meminta Jokowi sebagai pemimpin koalisi yang berkuasa, untuk tidak mengesahkan RUU tersebut. Hal ini karena dikhawatirkan bahwa KUHP tersebut akan digunakan untuk menjebloskan jurnalis ke penjara, dan menciptakan suasana ketakutan di banyak ruang redaksi di seluruh negeri.
“Pemberlakuan KUHP ini merupakan awal dari bencana yang tak kunjung reda bagi HAM di Indonesia,” kata Harsono atas nama HRW. “Para pembuat undang-undang dan pemerintah harus segera mempertimbangkan kembali undang-undang yang merusak ini, mencabut undang-undang ini, dan mengirimkannya kembali ke papan gambar," lanjutnya.
Menurut HRW, pasal dua KUHP mengakui bahwa 'setiap hukum yang hidup' di Indonesia, dapat ditafsirkan mencakup peraturan hukum adat (hukum pidana adat) dan Syariah (hukum Islam) di tingkat lokal.
Indonesia memiliki ratusan peraturan diskriminatif yang diilhami Syariah, dan peraturan lain yang mendiskriminasi perempuan, agama minoritas, dan kelompok LGBT.
Karena tidak ada daftar resmi 'hukum yang hidup' di Indonesia, pasal ini dianggap dapat digunakan untuk mengadili orang-orang di bawah peraturan diskriminatif tersebut.
Pasal 190 menyatakan bahwa barangsiapa berusaha menggantikan Pancasila sebagai ideologi negara, dipidana selama-lamanya lima tahun.
Menurut HRW, adopsi Pancasila adalah kompromi politik yang dibuat antara pemimpin Muslim, dan Kristen, Hindu, dan pemimpin sekuler selama Hari Kemerdekaan 1945.
Pasal 192 mengkriminalisasi makar, yang dapat digunakan untuk menangkap aktivis damai.
Pasal 218-220 mengkriminalkan siapa saja yang menyerang kehormatan presiden atau wakil presiden, dengan ancaman hukuman tiga tahun penjara.
Pj Ketua Dewan Pers Muhamad Agung Dharmajaya menyurati Presiden Joko Widodo pada 17 November 2022, memintanya menunda pengesahan KUHP karena memuat pasal-pasal yang menghambat kebebasan media.
Surat tersebut menyatakan: “Isi RKUHP [KUHP baru] masih membatasi kebebasan pers dan berpotensi mengkriminalisasi karya jurnalistik.”
Pasal 263-264 mengkriminalkan orang yang dituduh membuat berita bohong, atau berita bohong, yang mengakibatkan huru-hara, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
Orang yang membuat berita yang 'tidak pasti, dilebih-lebihkan, atau 'tidak lengkap', yang patut diketahuinya, atau diduganya, dapat menimbulkan keresahan, dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun.
Pasal 300-305 memperluas UU Penodaan Agama 1965, yang dibuat di bawah Presiden Soekarno. Sebelumnya, hanya ada satu pasal yang 'melindungi' enam agama yang diakui secara resmi di Indonesia: Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. HRW menambahkan, KUHP baru ini memperluas cakupan UU karena menambahkan kata kepercayaan pada apa yang dicakup dalam UU 1965.
Pasal 304 menyatakan bahwa jika seorang mukmin menjadi kafir, itu adalah kemurtadan, dan siapa pun yang mencoba membujuk seseorang untuk menjadi kafir, berarti melakukan kejahatan. Pasal 408-410 secara efektif membatasi siapa pun selain penyedia medis, untuk menyebarkan informasi tentang kontrasepsi kepada anak-anak, atau dari memberikan informasi kepada siapa pun tentang melakukan aborsi.
Pembatasan tersebut dinilai dapat diharapkan mencakup informasi tentang apa yang disebut pil pencegah kehamilan yang digunakan sebagai alat aborsi. Pasal 463-464 mengatur bahwa wanita yang menggugurkan kandungannya, dapat dipidana sampai empat tahun penjara. Tapi, ada pengecualian termasuk dalam hal seorang wanita menjadi korban tindak pidana perkosaan atau kekerasan seksual yang menyebabkan kehamilan yang usia kandungannya tidak melebihi 14 tahun.
Pidana juga bisa hanya dalam hitungan minggu; atau kasus di mana ada indikasi darurat medis. Juga, siapa pun yang membantu wanita hamil melakukan aborsi, dapat dihukum hingga lima tahun penjara. Pasal-pasal ini juga dapat ditafsirkan untuk menuntut mereka yang mengkonsumsi, atau menjual apa yang disebut morning-after pills sebagai alat aborsi. KUHP semacam itu dinilai akan mengurangi pertukaran bebas informasi penting terkait kesehatan. Termasuk oleh guru, orang tua, media, dan anggota masyarakat. Ini mengatur kembali hak perempuan dan anak perempuan di bawah hukum internasional untuk menerima pendidikan seks serta melindungi kesehatan seksual dan reproduksi mereka, dan membuat pilihan sendiri tentang memiliki anak. Menurut HRW, kurangnya pilihan bagi perempuan dan anak perempuan yang mengalami kehamilan tidak diinginkan, dapat mempengaruhi berbagai hak.
Termasuk dengan mengakhiri pendidikan anak perempuan, yang berkontribusi terhadap perkawinan anak, dan membahayakan kesehatan dan kehidupan perempuan dan anak perempuan. Karena itu, KUHP itu dianggap mengganggu kemampuan masyarakat untuk mendapatkan informasi tentang kondom sehingga menghalangi hak mereka untuk hidup dan sehat. HRW telah mendokumentasikan bahwa akses yang terbatas pada kondom memiliki dampak khusus pada kelompok yang terpinggirkan. Misalnya, laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki, dan pekerja seks perempuan dan klien mereka, yang telah menanggung sebagian besar beban epidemi HIV di Indonesia. Pasal 411 menghukum persetubuhan di luar nikah dengan pidana penjara paling lama satu tahun.
Hukum pidana sebelumnya menetapkan bahwa hanya pasangan suami istri yang dapat dituntut, karena melakukan hubungan seks di luar nikah berdasarkan pengaduan polisi oleh pasangan atau anak mereka. KUHP yang baru menyatakan, orang tua, anak-anak, atau pasangan dapat mengajukan laporan polisi terhadap individu yang sudah menikah atau belum menikah.
Meskipun pasal ini tidak secara khusus menyebutkan perilaku sesama jenis, karena hubungan sesama jenis tidak diakui secara hukum di Indonesia, ketentuan ini secara efektif mengkriminalisasi semua perilaku sesama jenis. Ini juga akan membuat pekerja seks dituntut secara pidana. Pasal 412 menetapkan bahwa pasangan yang hidup bersama 'sebagai suami istri' tanpa ikatan perkawinan yang sah, dapat dijatuhi hukuman enam bulan penjara.
Pasal ini juga dapat digunakan untuk menyasar minoritas agama, dan jutaan penduduk Indonesia, termasuk masyarakat adat dan Muslim di pedesaan. Hal ini karena peneliti memperkirakan bahwa sebanyak setengah dari seluruh pasangan Indonesia, tidak menikah secara sah karena kesulitan mencatatkan perkawinan. Mereka termasuk anggota dari ratusan agama yang tidak diakui, termasuk Baha'i, Ahmadi, dan agama lokal, serta orang-orang di kabupaten dan pulau terpencil. Ini juga dapat digunakan terhadap orang-orang LGBT yang menurut hukum Indonesia tidak diizinkan untuk menikah.
Sorotan Koalisi Masyarakat Sipil
Pasal-pasal tersebut mendapat sorotan Koalisi Masyarakat Sipil karena dapat digunakan untuk mengkriminalisasi dan membungkam kebebasan pers.
Masalahnya, menurut mereka, aturan tentang pemberitaan telah diatur melalui mekanisme UU Pers yang kewenangannya ada di bawah Dewan Pers.
Sementara itu, masih dari CNN, peneliti sekaligus pengacara publik LBH Masyarakat Ma'ruf Bajammal, menyayangkan DPR RI dan pemerintah karena terburu-buru mengesahkan RKUHP, meskipun publik masih menilainya memuat pasal-pasal bermasalah.
Karena itu, dilansir CNN, Senin, 5 Desember 2022, Bajammal menilai bahwa hal itu menimbulkan dugaan adanya transaksi antara pemerintah dan DPR terkait subtansi dalam RKUHP yang menguntungkan kekuasaan sehingga rencana itu harus segera disahkan.
"Bisa jadi ada transaksi yang sifatnya persamaan kepentingan karena substansi RKUHP yang ada lebih menguntungkan kekuasaan," katanya.
Meurutnya, masih ada pasal-pasal kontroversial yang tetap berkukuh dimasukkan oleh DPR dan pemerintah dalam rencana aturan tersebut.
Termasuk pasal penghinaan terhadap pemerintah dan lembaga negara, hukuman mati, larangan unjuk rasa hingga pasal soal penyiaran, penyebarluasan berita atau pemberitahuan yang diduga bohong.
Menurut Bajammal, pasal kontroversial itu potensial untuk mengkriminalisasi seseorang yang berlainan pandangan dengan kekuasaan. "Pasal-pasal tersebut berpotensi membungkam kebebasan masyarakat sipil dan mencederai demokrasi," ujarnya.
Di sisi lain, menurut Ma'ruf, DPR tengah belajar dari pengalaman demo besar-besaran menolak RKUHP pada 2019.
Pada masa itu, penolakan besar dari masyarakat atas RKUHP sehingga, DPR dan pemerintah ngotot untuk segera mengesahkan sebelum terjadinya demi besar-besaran.
Sorotan Komunitas Internasional
Koran HongKong, South China Morning Post (SCMP), 6 Desember 2022, menulis bahwa KUHP ini, menurut aktivis HAM dan kelompok sipil, berpotensi mengirim Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, kembali ke pemerintahan otoriter.
Pasal-pasal yang dinilai bermasalah, antara lain larangan menghina presiden, wakil presiden dan lembaga negara, pandangan yang bertentangan dengan ideologi negara Pancasila, protes tanpa izin, seks di luar nikah, dan kumpul kebo. “Indonesia bergerak ke arah otoriter baru. Di bawah Jokowi, ada serangkaian kemunduran yang berujung pada kehancuran demokrasi itu sendiri," kata Muhamad Isnur, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). “Produk hukum era Belanda sudah tidak relevan lagi dengan Indonesia. RUU KUHP ini sangat reformatif, progresif, dan juga responsif terhadap situasi terkini di Indonesia,” kata Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
KUHP baru berisi 624 pasal, lebih sedikit dari 632 dalam draf yang dikeluarkan pada Juli 2022. Pemerintah mengklaim telah menghabiskan beberapa tahun terakhir mengumpulkan umpan balik dari para pemangku kepentingan, pakar, dan publik menyusul protes nasional terhadap kode tersebut pada 2019. KUHP tersebut, yang berlaku untuk warga negara Indonesia dan orang asing akan berlaku efektif tiga tahun setelah RUU disahkan menjadi UU. Lawan dapat mengajukan permohonan uji materi undang-undang ke Mahkamah Konstitusi.
Masih dari SCMP, kelompok sipil dan aktivis HAM selama bertahun-tahun mengecam RUU KUHP yang baru itu sebagai alat lain, yang dapat digunakan oleh Jakarta untuk menekan perbedaan pendapat dan kebebasan berbicara. Pasal 188, misalnya, memperluas jumlah ideologi terlarang di Indonesia menjadi 'ideologi lain yang bertentangan dengan Pancasila'. Siapa saja yang menyebarkan dan mengembangkan ideologi ini, akan menghadapi hukuman penjara maksimal empat tahun, atau tujuh tahun, jika tujuan mereka adalah untuk menggantikan Pancasila dengan teori-teori tersebut.
Pancasila adalah seperangkat lima prinsip yang membentuk landasan, teori filosofis Indonesia, dan digunakan sebagai tolok ukur untuk membuat hukum negara. Ditanya ideologi apa yang dianggap bertentangan dengan Pancasila, Albert Aries, juru bicara tim penyusun KUHP baru tersebut kepada This Week in Asia bahwa dia 'tidak mau menyebutkannya/ "Saya akan membiarkan media menafsirkannya sendiri. Kami menggunakan 'ideologi lain' sebagai istilah umum untuk semua ideologi lain, yang dapat menggantikan ideologi negara kami. Soal implementasi [pasal ini] terserah pengadilan,” kata Aries. Sementara itu, Muhamad dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyatakan, pasal tersebut memungkinkan 'multitafsir, yang dapat digunakan untuk menjerat, dan mengkriminalisasi kritik pemerintah dan aktivis HAM'.
YLBHI: Peninggalan Sukarno
Muhammad juga mengkritik larangan menghina presiden atau wakil presiden, meski hukumannya dikurangi menjadi tiga tahun penjara dari sebelumnya 3,5 tahun dalam draf pada Juli 2022. “Pasal yang melarang penghinaan terhadap presiden adalah peninggalan zaman penjajahan, dan itu [pendiri dan presiden pertama Indonesia] impian Sukarno (Presiden Indonesia pertama) untuk membersihkan negara dari pasal ini. Mengapa kita masih mempertahankannya? Saya pikir, pemerintah ingin mendekolonialisasi hukum pidana," katanya.
Clement Voule, Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Kebebasan Berserikat menyatakan dalam sebuah tweet bahwa dia 'sangat prihatin' bahwa KUHP itu akan semakin mengikis kebebasan berkumpul dan berserikat secara damai. “Saya mendesak pihak berwenang dan meminta [DPR] untuk memastikan hukum pidana sesuai dengan standar internasional dengan mengubah semua pasal yang dapat menghambat hak asasi manusia,” tambah Voule.
Melindungi Pancasila, Ideologi Negara
Sedangkan Aries membantah klaim kelompok sipil bahwa pasal pelarangan ideologi non-Pancasila dan penghinaan terhadap presiden adalah 'pasal karet'. “Mengkritik kebijakan presiden tidak akan dihukum. Tapi saya pikir di negara mana pun di dunia, menghina presiden pada hakekatnya salah. Di bawah hukum pidana yang baru, tidak akan ada proses hukum tanpa pengaduan dari presiden dan wakil presiden sendiri,” kata Aries.
"Pasal-pasal yang melarang ideologi non-Pancasila dimasukkan untuk 'melindungi ideologi negara kita dan untuk menumbuhkan rasa nasionalisme pada setiap warga negara”, tambahnya. Sementara itu, koran Arab Saidi, Saudi Gazette, Jumat, 2 Desember 2022 melaporkan bahwa RKUHP mendapat dukungan dari beberapa kelompok Islam. Tapi yang lain khawatir bahwa KUHP itu akan menjadi bencana bagi kebebasan demokrasi dan sipil.
Nurina Savitri, Manajer Kampanye Amnesty International Indonesia, menyatakan, ada puluhan pasal yang bisa digunakan untuk membungkam perbedaan pendapat. “Setidaknya ada 88 pasal yang berisi ketentuan luas yang dapat disalahgunakan dan disalahtafsirkan baik oleh aparat maupun masyarakat untuk mengkriminalkan mereka yang menyampaikan pendapat secara damai atau menggunakan haknya untuk berkumpul dan berserikat secara damai,” ujarnya.
Savitri menyuarakan keprihatinan atas ketentuan yang akan mengkriminalisasi 'demonstrasi publik tanpa izin' yang menyebabkan keresahan publik, yang menurutnya dapat digunakan untuk membatasi pertemuan damai. Sementara itu, Shinta Widjaja Sukamdani, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO menyatakan bahwa bagi dunia usaha, penerapan hukum adatdalam KUHP akan menimbulkan ketidakpastian hukum. Hal ini juga dinilai akan membuat investor mempertimbangkan kembali untuk berinvestasi di Indonesia. Klausul yang berkaitan dengan moralitas, lanjutnya, akan lebih banyak merugikan daripada kebaikan, terutama untuk bisnis yang bergerak di sektor pariwisata dan perhotelan.
Demi Kebaikan NKRI
Memang, pro kontra soal KUHP tersebut terus bergulir. Beberapa pasal dianggap berpotensi melanggar HAM. Pakar hukum tata negara Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto (Unsoed) pun memberikan pandangannya. "Ketika saya baca ada beberapa daftar isian masalah atau pasal-pasal yang masih kontroversi dan itu mungkin untuk disatukan sulit," kata pakar Hukum Tata Negara Unsoed Prof Muhammad Fauzan kepada DetikJateng edisi 6 Desember 2022, di sela acara sosialisasi RKUHP oleh Kementerian Kominfo di Fakultas Hukum Unsoed. "Tetapi kalau kebijakan pemerintah dan DPR sudah mau mengesahkan ya tinggal ketidaksetujuan atas beberapa persoalan itu harus ditempuh melalui jalur hukum, dalam hal ini uji material ke MK," imbuh Fauzan.
Menurut Fauzan, ada pro kontra soal substansi materi merupakan hal yang wajar. "Kita tahu bahwa KUHP sudah 104 tahun kalau tidak salah, itu dibentuk zaman pemerintahan kolonial Belanda yang dipengaruhi oleh nilai-nilai yang berkembang khususnya para pembentuknya. Ini sudah seratus tahun lebih, tentunya ada perkembangan-perkembangan," lanjutnya. Mengenai adanya pendapat bahwa RKUHP masuk terlalu dalam pada soal privasi, dan berpotensi melanggar HAM, Fauzan menyatakan bahwa pendapat itu sah saja.
"Itu boleh saja pendapat, silakan ajukan uji material, termasuk tentang berita bohong, teman-teman wartawan juga agak risau. Kalau kita tarik ke aspek HAM terkait hukuman mati masih ada di RKUHP, tetapi kalau mengacu UUD 45 memang hak hidup tidak boleh dicabut," tuturnya. Fauzan menyebut, meskipun tak bisa dicabut tetapi ada pembatasannya. Batasan-batasan yang dia maksud adalah alasan di balik tindak pidananya.
"Sepanjang ada alasan objektif, misalnya kalau dia melakukan genosida apa dibiarkan saja? Itu satu isu yang akan selalu jadi perdebatan, kalau penggiat HAM ya menolak mentah-mentah karena hak hidup adalah hak yang tidak bisa dicabut," ujarnya. Sementara Koordinator Informasi dan Komunikasi Kementerian Kominfo Dikdik Sadaka menyatakan bahwa pro kontra adalah dinamika dari demokrasi Pancasila.
Pihaknya mengakomodir kedua pihak sepanjang tujuannya untuk kebaikan masyarakat bersama. "KUHP memang ada pro kontra, kita sebagai aparatur pemerintah tetap harus melakukan pendekatan, harus tetap menghargai perbedaan pandangan kami arahkan agar menyampaikan pandangannya itu secara formal," kata Dikdik.
Menurut Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia, Yasonna H Laoly, sebagaimana dilansir Bloomberg, menyatakan bahwa setelah ditandatangi presiden maka KUHP itu tak akan langsung berlaku karena pemerintah harus menyusun peraturan pelaksanaan.
Adapun organisasi-organisasi sipil berencana untuk membawa perlawanan mereka ke Mahkamah Konstitusi Indonesia.
Tunggal Pawestri, direktur eksekutif Yayasan Hivos, atau Humanist and Social Innovation Foundation berharap bahwa KUHP akan memajukan negara, bukan mundur, dalam hal demokrasi. “Dan saya rasa kita tidak memilikinya sekarang,” katanya kepada Majalah Time. Sementara itu, koran Filipina, The Manila Times pada Kamis 8 Desember 2022 melaporkan pernyataan Pemerintah Australia mempersoalkan pasla tentang seks di luar nikah dalam KUHP tersebut pada Rabu, 7 Desember 2022. Pemerintah Australia dilaporkan sedang mencari lebih banyak informasi tentang langkah Indonesia untuk mengkriminalkan seks di luar nikah.
Masalahnya, dampak dari larangan tersebut terhadap wisatawan ke pulau resor Bali dan bagian lain dari Indonesia sebagai negara mayoritas Muslim, masih belum jelas. Canberra menyatakan sedang 'mencari kejelasan lebih lanjut', setelah Jakarta menyetujui KUHP itu untuk merombak hukum pidana, dan melarang seks di luar nikah. "Kami memahami revisi ini tidak akan berlaku selama tiga tahun, dan kami menunggu informasi lebih lanjut tentang bagaimana revisi akan ditafsirkan sebagai peraturan pelaksanaan yang dirancang dan diselesaikan," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Australia/ Ditegasan, pejabat terkait di negara itu akan 'secara teratur dan hati-hati menilai kembali risiko bagi warga Australia di luar negeri, dan akan terus memantau situasi dengan cermat. Indonesia, yang berada di barat laut Australia, adalah tujuan liburan utama terutama Pulau Bali, yang sebagian besar masyarakatnya beragama Hindu, dan terkenal dengan pantainya, kehidupan malam, dan selancar yang memompa.
Sebelum pandemi virus corona, lebih dari satu juta warga Australia mengunjungi pulau itu setiap tahun. Meskipun ada perubahan KUHP, pihak berwenang di Indonesia bersikeras bahwa orang asing yang bepergian ke Bali tidak akan terpengaruh. Masih dari The Manila Times, beberapa pasal paling kontroversial dalam KUHP yang baru itu mengkriminalisasi seks di luar nikah dan juga hidup bersama pasangan yang belum menikah.
Pemerintah Australia Memantau, Warganya Khawatir ke Bali
Sementara itu, BBC melaporkan, 7 Desember 2022 bahwa ketika kalangan operator pariwisata di Indonesia masih berusaha pulih dari dampak buruk pandemi Covid-19, sekarang ini Parleme Indonesia telah mengesahkan KUHP yang baru. KUHP itu dikhawatirkan dapat membuat turis pergi sekali lagi , karena berhubungan seks di luar nikah akan dilarang. Hukum pidana baru akan berlaku tiga tahun setelah ditandatangani Presiden Indonesia, dan berlaku untuk orang Indonesia dan orang asing yang tinggal di negara itu, serta pengunjung.
Hal ini telah dilaporkan secara luas di Australia sebagai negara terdekat, di mana beberapa surat kabar menjulukinya sebagai 'Bali bonk bank'. Beberapa pengamat menilai, KUHP baru itu tidak mungkin mempengaruhi wisatawan. Sebab, sebagian karena tuntutan apa pun akan memerlukan pengaduan yang diajukan oleh anak-anak, orang tua, atau pasangan dari pasangan tertuduh. Namun seorang peneliti dari HRW menilai bahwa mungkin ada keadaan di mana KUHP baru itu 'akan menjadi masalah'. Masih dari BBC, perekonomian Indonesia sangat bergantung pada pariwisata dari Australia, yang merupakan sumber wisata nomor satu Indonesia sebelum pandemi.
Ribuan orang Australia terbang ke pulau tropis Bali setiap bulan untuk menikmati cuaca hangatnya, menikmati Bir Bintang yang murah, dan pesta pantai sepanjang malam. Pernikahan di Bali cukup umum, dan ribuan mahasiswa pascasarjana Australia terbang ke Bali setiap tahun untuk merayakan kelulusan SMA. Bagi banyak anak muda Australia, perjalanan ke Bali dipandang sebagai ritus peralihan. Yang lain pergi ke sana beberapa kali setahun untuk liburan cepat dan murah. Tapi, segera setelah berita menyebar bahwa KUHP itu sudah disahkan parlemen, beberapa keraguan tentang perjalanan di masa depan mulai muncul. Di halaman Facebook yang didedikasikan untuk pariwisata di Indonesia, pengguna mencoba memahami perubahan dan apa artinya bagi pengunjung asing. Beberapa menyatakan bahwa mereka akan mulai bepergian dengan surat nikah mereka. Sementara yang lain yang belum menikah, menyatakan bahwa mereka akan pergi ke tempat lain, jika karena KUHP itu mereka tidak akan diizinkan untuk berbagi kamar hotel dengan pasangan mereka. "Kamu akan menyuap jalan keluar", kata salah satu pengguna di grup Bali Travel Community. "Cara yang bagus untuk menghancurkan industri pariwisata Bali," tulis yang lain, sementara yang lain setuju bahwa 'taktik menakut-nakuti' tidak mungkin diterapkan. Dengan adanya KUHP yang baru itu berarti bahwa -jika pengaduan pertama kali diajukan oleh anak-anak, orang tua atau pasangan dari pasangan tertuduh, maka pasangan yang belum menikah yang berhubungan seks, dapat dipenjara hingga satu tahun dan mereka yang hidup bersama dapat dipenjara hingga enam bulan.
Seorang juru bicara Kementerian Kehakiman Indonesia, masih dari BBC, mencoba menenangkan kekhawatiran dengan mengklaim bahwa risikonya lebih kecil bagi wisatawan, karena siapa pun yang melaporkan ke polisi, kemungkinan besar adalah warga negara Indonesia.
"Artinya [turis] Australia tidak perlu khawatir," kata Albert Aries seperti dikutip situs berita Australia WAToday.com. Tetapi para kritikus menilai, wisatawan bisa terjerat. "Katakanlah seorang turis Australia punya pacar atau pacar yang orang lokal," kata Andreas Harsono, peneliti senior di HRW kepada Australian Broadcasting Corporation (ABC). "Kemudian orang tua setempat atau saudara laki-laki atau perempuan setempat melaporkan turis itu ke polisi. Ini akan menjadi masalah." Menurutnya, argumen bahwa polisi hanya akan menyelidiki jika ada anggota keluarga yang mengajukan pengaduan itu sendiri berbahaya, karena membuka pintu untuk 'penegakan hukum selektif'.
"Artinya, itu hanya akan diterapkan terhadap target tertentu," katanya kepada radio ABC. "Mungkin hotel, mungkin turis asing... yang akan memungkinkan petugas polisi tertentu memeras suap atau politisi tertentu menggunakan, katakanlah, undang-undang penistaan ??agama, untuk memenjarakan lawan mereka," lanjutnya.
Sementara banyak obrolan online mencerminkan sikap orang Australia 'jangan khawatir, sobat', masih ada kekhawatiran yang tersembunyi. Warga Australia sangat menyadari betapa seriusnya mendapatkan masalah dengan pihak berwenang Indonesia , bahkan untuk pelanggaran yang relatif kecil.
Tapi, Bali tidak mampu lagi memukul sektor pariwisatanya. Pemulihannya dari pandemi berjalan lambat, dan banyak bisnis serta keluarga masih berusaha mendapatkan kembali apa yang hilang dari mereka. Pada 2019, rekor 1,23 juta turis Australia mengunjungi Bali, menurut Institut Indonesia, sebuah organisasi non-pemerintah yang berbasis di Perth. Bandingkan dengan tahun 2021, ketika hanya 51 turis asing yang mengunjungi pulau itu sepanjang tahun karena pandemi, menurut catatan Statistica.
Namun, pariwisata Indonesia menguat . Pada Juli 2022, Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat lebih dari 470.000 kedatangan turis asing di negara itu, jumlah tertinggi sejak pelonggaran pembatasan Covid-19 pada Oktober 2021. Phil Robertson, Wakil Direktur Asia di Human Rights Watch men-tweet bahwa undang-undang baru itu akan 'meledakkan pariwisata Bali'.
"'Saya sangat bergantung pada pariwisata," kata seorang pemandu wisata bernama Yoman, yang telah bekerja di Bali sejak 2017 kepada BBC. Menurutnya, dampak dari KUHP UU itu bisa 'sangat parah' di seluruh Indonesia, terutama di pulau liburan.
“Saya sangat-sangat khawatir, karena saya sangat bergantung pada pariwisata,” ujarnya. Bali memiliki sejarah peristiwa baik buatan manusia maupun bencana alam , yang mempengaruhi jumlah pengunjung ke pulau itu. "Perang Teluk, Bom Bali, gunung meletus, Semeru, Rinjani, kemudian Covid. Pariwisata Bali mudah terpengaruh," lanjut Yoman. Tetapi, masih dari BBC Pemerintah Indonesia telah mengambil inisiatif untuk mencoba, dan memikat orang asing kembali ke pantainya yang indah. Beberapa minggu yang lalu, diumumkan opsi visa baru yang menggiurkan, memungkinkan orang untuk tinggal di Bali hingga 10 tahun.
Blogger perjalanan Kanada Melissa Giroux, yang pindah ke Bali selama 18 bulan sejak 2017, menyatakan kepada BBC bahwa dia 'terkejut' karena KUHP itu benar-benar disahkan, setelah bertahun-tahun berbicara. "Banyak wisatawan lebih memilih pergi ke tempat lain daripada mengambil risiko masuk penjara begitu hukum ditegakkan," kata Giroux, yang menulis blog A Broken Backpack. "Dan saya bahkan tidak berpikir tentang para lajang yang datang ke Bali untuk berpesta atau mereka yang jatuh cinta selama perjalanan mereka.***
Penulis & Editor: Tim Suara PemredSumber: BBC, ABC, Saudi Gazette, South China Morning Post, Wikipedia, Detik, CNN, Bloomberg, The Manila Times, Majalah Times, laman Human Right Watch, berbagai sumber