LIBAS kelompok-kelompok radikal yang hanya memicu konfik antarumat! Di Pakistan, desakan itu mulai menyeruak, tapi terlambat, setelah kelompok radikal Taliban-Pakistan dan ISIS-Pakistan, diduga kuat berada di balik aksi bom bunuh diri di sebuah masjid kaum Sunni di Pakistan, Senin, 30 Januari 2023.
Korban yang tewas dalam aksi bom bunuh diri di -negara 'pusat politik Islam global' -yang merupakan negara berpenduduk muslim kedua terbanyak dunia setelah Indonesia- ini, awalnya 'hanya' 90 orang lebih.
Tapi, menurut laporan The Associated Press dari Kota Peshawar, Selasa, 31 Januari 2023, naik menjadi sekitar 100 orang, sebagaimana laporan Patrick Sorongan dari Suara Pemred berikut ini.
PERTIKAIAN antara sesama umat Islam, terutama antara kaum Syiah dan Sunni, sangat mencolok di negara berpopulasi penduduk 170 juwa jiwa ini.
Kelompok Taliban-Pakistan diduga kuat berada di balik serangan mematikan itu, yang terjadi hanya beberapa bulan pasca kudeta terhadap Perdana Menteri (PM) Imran Khasn oleh pemimpin oposisi Shehbaz Sharif, Ketua Umum Partai Liga Muslim Pakistan-N, yang juga adik dari PM tiga kali, Nawaz Sharif.
Karena TKP masjid Sunni ini berada di kompleks polisi dan pemerintah di barat laut Pakistan, maka serangan ini sangat membuat aparat keamanan sangat terpukul.
Peristiwa maut itu mencerminkan 'penyimpangan keamanan', menurut para pejabat dan mantan pejabat saat jumlah korban tewas akibat ledakan dahsyat itu naik menjadi 100 pada Selasa.
Inilah salah satu serangan paling mematikan terhadap pasukan keamanan Pakistan dalam beberapa tahun terakhir. Sebanyak 225 orang terluka, beberapa masih dalam kondisi serius di rumah sakit, menurut Kashif Aftab Abbasi, seorang perwira senior di Peshawar.
Lebih dari 300 jemaah sedang salat di masjid, dengan lebih banyak lagi yang mendekat, ketika pelaku bom meledakkan rompi peledaknya pada Senin pagi.
Ledakan itu meledakkan sebagian atap, dan apa yang tersisa segera ambruk, melukai lebih banyak lagi, menurut Zafar Khan, seorang petugas polisi.
Tim penyelamat harus memindahkan gundukan puing untuk menjangkau jemaah yang masih terperangkap di bawah reruntuhan.
Lebih banyak mayat diambil semalam dan pada Selasa pagi, menurut Mohammad Asim, juru bicara rumah sakit pemerintah di Peshawar. "Beberapa dari mereka yang terluka parah meninggal. Kebanyakan dari mereka adalah polisi,” kata Asim tentang para korban.
Menurut Bilal Faizi, kepala petugas penyelamat, tim penyelamat masih bekerja pada Selasa ini di TKP, karena lebih banyak orang diyakini masih terjebak di dalam.
Para pelayat menguburkan korban di kuburan yang berbeda di kota dan di tempat lain.
Sementara itu, polisi kontra-terorisme sedang menyelidiki bagaimana pelaku bom bisa mencapai masjid, yang berada di kompleks bertembok, di dalam zona keamanan tinggi dengan gedung-gedung pemerintah lainnya.
“Ya, itu adalah gangguan keamanan,” kata Ghulam Ali, Gubernur Khyber Pakhtunkhwa, yang provinsinya beribukota di Peshawar.
Abbasi, pejabat yang memberikan jumlah korban terbaru, setuju. “Ada gangguan keamanan dan inspektur jenderal polisi telah membentuk komite penyelidikan, yang akan menyelidiki semua aspek pengeboman itu,” katanya.
"Tindakan akan diambil terhadap mereka yang kelalaiannya" menyebabkan serangan itu," kecamnya.
Ada Ancaman, Harusnya Dilakukan Pengamanan
Talat Masood, pensiunan jenderal angkatan darat dan analis keamanan senior mengatakan bahwa pemboman bunuh diri menunjukkan 'kelalaian'.
“Ketika kita mengetahui bahwa Tehreek-e-Taliban Pakistan aktif, dan ketika kita mengetahui bahwa mereka mengancam akan melakukan serangan, seharusnya ada pengamanan lebih di kompleks polisi di Peshawar,” katanya, mengacu ke kelompok militan yang juga dikenal sebagai Taliban Pakistan atau TTP.
Kamran Bangash, sekretaris jenderal provinsi dari partai oposisi Pakistan Tehreek-e-Insaf menyerukan penyelidikan dan mengatakan bahwa Pakistan akan terus menghadapi ketidakstabilan politik selama pemerintah saat ini berkuasa.
"Pemerintahan Perdana Menteri Shahbaz Sharif saat ini telah gagal memperbaiki situasi ekonomi dan hukum dan ketertiban, dan harus mengundurkan diri untuk membuka jalan bagi pemilihan parlemen yang cepat," kecamnya.
Sayap media militer menolak permintaan wawancara Associated Press untuk kepala staf angkatan darat. Asim Munir, yang mulai menjabat pada November 2022, belum pernah tampil di media.
Sharif mengunjungi sebuah rumah sakit di Peshawar setelah pengeboman dan berjanji akan melakukan tindakan tegas terhadap mereka yang berada di belakang serangan itu.
“Skala besar dari tragedi kemanusiaan tidak terbayangkan. Ini tidak kurang dari serangan terhadap Pakistan,” cuitnya.
Namun Sharif pada Selasa ini, menolak kritik terhadap pemerintahnya, dan menyerukan persatuan.
“Melalui tindakan tercela mereka, teroris ingin menyebarkan ketakutan dan paranoia di antara massa, serta membalikkan keuntungan yang diperoleh dengan susah payah melawan terorisme dan militansi,” cuitnya.
“Pesan saya kepada semua kekuatan politik adalah bersatu melawan elemen anti-Pakistan. Kita bisa melawan pertarungan politik kita nanti," lanjutnya.
Pihak berwenang belum menentukan siapa yang berada di balik pengeboman itu.
TTP Klaim, tapi Mendadak Tarik Pernyataan
Tak lama setelah ledakan, komandan TTP Sarbakaf Mohmand mengaku bertanggung jawab atas serangan itu dalam sebuah postingan di Twitter.
Tetapi, beberapa jam kemudian, juru bicara TTP Mohammad Khurasani menjauhkan kelompok itu dari pengeboman, dengan mengatakan bahwa bukan kebijakannya untuk menyasar masjid, seminari, dan tempat-tempat keagamaan.
Mohmand menambahkan bahwa mereka yang mengambil bagian dalam tindakan semacam itu, dapat menghadapi tindakan hukuman di bawah kebijakan TTP.
Pernyataannya tidak membahas mengapa seorang komandan TTP mengaku bertanggung jawab atas pengeboman tersebut.
Pakistan, yang sebagian besar Muslim Sunni, mengalami lonjakan serangan militan sejak November 2022, ketika Taliban Pakistan mengakhiri gencatan senjata dengan pasukan pemerintah.
Pakistan ketika itu menghadapi banjir yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang menewaskan 1.739 orang, menghancurkan lebih dari dua juta rumah, dan pada satu titik, merendam sebanyak sepertiga wilayah negara.
Taliban=Pakistan adalah kelompok militan yang dominan di Provinsi Khyber Pakhtunkhwa, dan Peshawar sering menjadi tempat serangan.
Namun kelompok Negara Islam (ISIS) di Provinsi Khorasan, afiliasi regional kelompok ISIS dan saingan Taliban, juga berada di balik serangan mematikan di Pakistan dalam beberapa tahun terakhir.
Secara keseluruhan, kekerasan telah meningkat sejak Taliban Afghanistan merebut kekuasaan di negara tetangga Afghanistan pada Agustus 2021, ketika pasukan AS dan NATO menarik diri dari negara itu setelah perang selama 20 tahun.
TTP terpisah dari tetapi sekutu dekat Taliban Afghanistan. Mereka telah mengobarkan pemberontakan di Pakistan dalam 15 tahun terakhir.
TTP mencari penegakan hukum Islam yang lebih ketat, pembebasan anggotanya dalam tahanan pemerintah dan pengurangan kehadiran militer Pakistan di wilayah provinsi Khyber Pakhtunkhwa yang telah lama digunakan sebagai basisnya.
Awal Januari 2023, Taliban Pakistan mengklaim salah satu anggotanya menembak, dan membunuh dua petugas intelijen, termasuk direktur sayap kontraterorisme dari agen mata-mata Inter-Services Intelligence yang berbasis militer di negara itu.
Pejabat keamanan mengatakan pada Senin, pria bersenjata itu dilacak, dan tewas dalam baku tembak di barat laut, dekat perbatasan Afghanistan.
ISIS-Pakistan dan Taliban-Pakistan Sama-sama Jahanam
Pada 2014, faksi Taliban Pakistan menyerang sebuah sekolah yang dikelola tentara di Peshawar, dan menewaskan 154 orang, kebanyakan anak sekolah.
Kementerian Luar Negeri Afghanistan yang dikelola Taliban mengatakan 'sedih mengetahui bahwa banyak orang kehilangan nyawa mereka' di Peshawar. dan mengutuk serangan terhadap jamaah karena bertentangan dengan ajaran Islam.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, yang sedang berkunjung ke Timur Tengah, men-tweet belasungkawa, mengatakan bahwa pemboman di Peshawar adalah serangan yang mengerikan. "Terorisme dengan alasan apa pun di tempat mana pun tidak dapat dipertahankan," katanya.
Pakistan juga menghadapi krisis politik dan ekonomi setelah banjir dan pemilu yang disengketakan.
Kecaman juga datang dari Kedutaan Besar Saudi di Islamabad, Ibukota Pakistan, serta Kedutaan Besar AS, yang mengatakan bahwa AS mendukung Pakistan dalam mengutuk segala bentuk terorisme.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyebut pemboman itu sangat menjijikkan, karena menargetkan tempat ibadah, menurut juru bicara PBB, Stephane Dujarric.
Mantan PM Pakistan Imran Khan juga menyatakan belasungkawa, dan menyebut pemboman itu sebagai serangan bunuh diri teroris.
Pusat Global Politik Islam
Islam adalah agama terbesar dan diakui sebagai agama negara Republik Islam Pakistan.Pakistan sendiri disebut sebagai 'pusat global politik Islam'.
Islam dianut oleh sekitar 97 persen penduduk Pakistan. Jumlah muslim di Pakistan menduduki posisi kedua terbanyak di dunia setelah Indonesia.
Mayoritas muslim Pakistan adalah kaum Sunni (80%), muslim Syiah antara 15-20 persen, dan pengikut Ahmadiyyah (dianggap oleh konstitusi Pakistan sebagai nonmuslim) sebanyak satu persen dari jumlah penduduk.
Sejarah Islam di Pakistan sendiri berawal ketika Muhammad bin Qasim, Jenderal Umayyah, menaklukkan Sindh pada 711 M.
Peristiwa penaklukan itu secara resmi diakui oleh Pakistan sebagai tonggak berdirinya Pakistan.
Penyebaran Islam di Pakistan terlihat pada periode Abad Pertengahan Awal (642-1219 M). Dalam periode itu, pendakwah sufi memainkan peran penting untuk menjadikan mayoritas pemeluk Buddha dan Hindu sebagai pemeluk agama Islam.
Perkembangan ini, dilansir dari Wikipedia. menjadi tahap dari berkuasanya beberapa kerajaan muslim di wilayah tersebut, termasuk Kekaisaran Ghaznawiyah (975–1187 M), Kerajaan Ghorid, dan Kesultanan Delhi (1206–1526 M).
Dinasti Lodi, garis keturunan terakhir Kesultanan Delhi, digantikan oleh Kesultanan Mughal (1526–1857 M).
Kemudian, pemimpin Liga Muslim, yakni kalangan ulama (pemuka agama Islam) dan Muhammad Ali Jinnah, telah menyatukan visi mereka tentang Pakistan dalam bentuk negara Islam.
Jinnah telah mengembangkan hubungan yang dekat dengan para ulama.
Ketika dia meninggal, cendekiawan Islam, Maulana Shabbir Ahmad Usmani menggambarkan Jinnah sebagai muslim terbesar setelah Aurangzeb, Kaisar Mughal, dan juga membandingkan kematian Jinnah dengan wafatnya Nabi Muhammad.
Usmani meminta bangsa Pakistan untuk mengingat pesan Jinnah tentang Persatuan, Iman, dan Disiplin, serta bekerja untuk memenuhi impian-impian sang pendiri Pakistan itu.
Impian itu yakni membuat blok yang solid antara semua negara muslim dari Karachi hingga Ankara, dari Pakistan sampai Maroko.
Jinnah juga ingin melihat umat Islam di dunia bersatu di bawah bendera Islam sebagai pengujian efektif terhadap rencana-rencana agresif musuh-musuh mereka.
Pada Maret 1949, diambil langkah formal pertama untuk mengubah Pakistan menjadi negara berideologi Islam.
Liaquat Ali Khan, PM Pakistan yang pertama, memperkenalkan Resolusi Objektif ke Majelis Konstituante.
Resolusi Objektif menyatakan bahwa kedaulatan atas seluruh alam semesta adalah milik Allah Sang Mahakuasa.
Chaudhry Khaliquzzaman, Presiden Liga Muslim, mengumumkan bahwa Pakistan akan menyatukan semua negara Muslim dalam Islamistan, suatu entitas pan-Islam.
Dia percaya bahwa Pakistan hanyalah negara muslim dan belum menjadi negara Islam, tapi Pakistan pasti dapat menjadi negara Islam setelah membawa semua penganut Islam dalam satu kesatuan politik.
Keith Callard, salah seorang cendekiawan politik Pakistan pertama, mengamati bahwa orang Pakistan percaya pada kesatuan esensial tujuan, dan pandangan dalam dunia Muslim.
Pandangan-pandangan ini yakni Pakistan didirikan untuk memajukan perjuangan muslim; Muslim lainnya mungkin diharapkan untuk bersimpati, bahkan antusias.
Namun, ini dapat berhasil jikanegara-negara muslim lainnya memiliki pandangan yang sama tentang hubungan antara agama dan kebangsaan.
Sentimen pan-Islam
Namun saat itu, sentimen pan-Islam Pakistan tidak dimiliki oleh pemerintah Islam lain. Nasionalisme di bagian lain dunia muslim, masih berdasarkan pada etnis, bahasa, dan budaya.
Meskipun pemerintah-pemerintah Islam tidak simpatik dengan aspirasi pan-Islam Pakistan, para tokoh Islam dari seluruh dunia tertarik pada Pakistan.
Figur-figur, seperti Mufti Besar Palestina, Al-Haj Amin Husseini, dan para pemimpin gerakan politik Islam, seperti Ikhwanul Muslimin, sering berkunjung ke negara itu.
Setelah kekuasaan diambil alih oleh Jenderal Zia-ul-Haq melalui kudeta militer, Hizbut Tahrir (kelompok Islam yang menyerukan pembentukan kekhalifahan) memperluas jaringan organisasi dan aktivitasnya di Pakistan.
Taqiyyuddin An Nabhani, pendiri Hizbut Tahrir, secara teratur mempertahankan hubungan dekatnya dengan Abul A'la Maududi, pendiri Jamaat-e-Islami (JI), dan mendesak Dr. Israr Ahmed untuk melanjutkan usahanya di Pakistan membentuk kekhalifahan global.
Pada 1969 ilmuwan sosial Nasim Ahmad Jawed melakukan survei di Pakistan sebelum negara itu terpecah, untuk mengetahui jenis identitas nasional orang-orang profesional berpendidikan.
Hasil survei menunjukkan bahwa di Pakistan Timur (sekarang Bangladesh) 60 persen dari mereka mengaku memiliki identitas nasional sekuler.
Tetapi, 60 persen orang di Pakistan Barat (Pakistan saat ini) mengaku memiliki identitas Islam dan bukan sekuler.
Lebih jauh, mereka yang di Pakistan Timur mendefinisikan identitas mereka dalam hal etnisitas dan bukan Islam. Sebaliknya, di Pakistan Barat Islam dinyatakan lebih penting daripada etnis.
Setelah pemilihan umum pertama di Pakistan, parlemen terpilih menyusun Konstitusi 1973. Konstitusi itu mendeklarasikan Pakistan sebagai Republik Islam dan Islam sebagai agama negara.
Dinyatakan pula bahwa semua hukum harus sesuai dengan perintah Islam sebagaimana tercantum dalam Al-Quran dan Sunnah dan hukum yang bertentangan dengan Islam tidak dapat diberlakukan.
Konstitusi Pakistan juga membentuk lembaga-lembaga untuk menyalurkan interpretasi dan penerapan Islam, seperti Pengadilan Syariat dan Dewan Ideologi Islam.
Islamisasi Zia-ul-Haq
Jenderal Zia-ul-Haq memimpin suatu kudeta pada 5 Juli 1977. Satu atau dua tahun sebelum kudeta itu, PM sayap kiri, Zulfikar Ali Bhutto, telah menghadapi oposisi yang kuat yang dipersatukan di bawah panji revivalis Nizam-e-Mustafa ('Aturan Nabi').
Menurut para pendukung gerakan itu, mendirikan negara Islam berdasarkan hukum syariat berarti kembalinya keadilan dan kejayaan masa-masa awal Islam. ketika Nabi Muhammad memimpin kaum Muslim.
Dalam upaya membendung gelombang Islamisasi jalanan, Bhutto ikut menyerukan Islamisasi dan melarang konsumsi dan penjualan minuman anggur oleh muslim, klub malam, dan balap kuda.
'Islamisasi' adalah kebijakan 'primer' atau 'utama' dari pemerintahan Zia-ul-Haq. Dia sendiri berkomitmen untuk mendirikan negara Islam, dan menegakkan hukum syariat.
Dia memisahkan pengadilan yudisial[38] dan majelis hakimnya, yang syariat untuk memutuskan kasus-kasus hukum menggunakan doktrin Islam.
Pelanggaran pidana (perzinahan, percabulan, dan berbagai jenis penistaan) dan hukuman (cambuk, amputasi, dan rajam sampai mati) yang baru ditambahkan dalam undang-undang Pakistan.
Pembayaran bunga di bank diganti dengan pembayaran 'untung dan rugi (bagi hasil)"'. Zakat menjadi pajak tahunan bertarif 2,5 persen.
Buku-buku pelajaran dan perpustakaan-perpustakaan sekolah dirombak untuk menghapus materi yang tidak Islami. Kantor, sekolah, dan pabrik diharuskan menyediakan ruang salat.
Pemisahan Pemilih Kristen dan Hindu
Zia mendukung pengaruh para ulama (pemuka agama Islam) dan partai-partai Islam. Sepuluh ribu aktivis dari partai Jamaat-e-Islami diangkat menduduki jabatan-jabatan pemerintahan untuk memastikan kelanjutan agendanya setelah dia meninggal.
Ulama konservatif (cendekiawan Islam) dimasukkan dalam Dewan Ideologi Islam. Para pemilih pemeluk agama Hindu dan Kristen dipisahkan pada 1985, meskipun para pemimpin Kristen dan Hindu mengeluh bahwa mereka merasa dikeluarkan dari proses politik di daerah itu.
Islamisasi yang didukung pemerintahan Zia meningkatkan perpecahan sektarian di Pakistan antara kaum Sunni dan Syiah dan antara Deobandi dan Barelwi.
Mayoritas Barelwi yang solid mendukung pembentukan Pakistan, Ulama Barelwi juga mengeluarkan fatwa untuk mendukung Gerakan Pakistan dalam pemilihan umum tahun 1946.
Tapi, ironisnya, politik negara Islam di Pakistan kebanyakan mendukung institusi Deobandi (dan kemudian Ahli Hadis/Salafi).
Ini menunjukkan fakta bahwa meskipun hanya sedikit (tapi berpengaruh) ulama Deobandi yang mendukung Gerakan Pakistan, Zia-ul-Haq telah menjalin aliansi yang kuat antara militer dan institusi Deobandi.
Motivasi program Islamisasi yang dilakukan oleh Zia kemungkinan adalah kesalehan pribadi Zia (banyak sumber sependapat bahwa ia berasal dari keluarga yang religius), keinginannya untuk memperoleh sekutu politik, untuk 'memenuhi raison d'etre Pakistan' sebagai negara Islam, dan/atau kebutuhan politik untuk melegitimasi yang dilihat oleh beberapa orang Pakistan sebagai 'rezim darurat militer yang tidak representatif dan represif'.
Sebelum pemerintahan Jenderal Zia-ul-Haq, 'para aktivis Islam" merasa frustrasi dengan kurangnya "gigi" penegakan hukum Islam dalam konstitusi Pakistan.
Sebagai contoh, dalam konstitusi 1956, negara tidak menegakkan 'standar moral Islam', tetapi 'berusaha' untuk menjadikannya wajib dan "mencegah" prostitusi, perjudian, atau konsumsi minuman beralkohol. Bunga (riba) harus dihapuskan 'sesegera mungkin'.
Menurut Shajeel Zaidi, saat Zia meninggal, sejuta orang menghadiri pemakamannya karena Zia telah memberikan yang mereka inginkan: lebih beragama.
Jajak pendapat Pusat Riset Pew menunjukkan bahwa 84 persen orang Pakistan lebih suka menjadikan Syariat sebagai hukum resmi negara itu.
Laporan Pew pada 2013 menyebutkan bahwa mayoritas Muslim Pakistan juga mendukung hukuman mati bagi mereka yang meninggalkan Islam (62 persen).
Lebih Tinggi daripada di Indonesia
Sebaliknya, dukungan untuk hukuman mati bagi yang meninggalkan Islam hanya 36 persen di Bangladesh, sesama negara Islam Asia Selatan.
Jajak pendapat tahun 2010 juga oleh Pew menunjukkan bahwa 87 persen orang Pakistan menganggap diri mereka 'muslim' lebih utama daripada kebangsaan mereka.
Ini adalah angka tertinggi di antara semua populasi muslim yang disurvei, di Yordania hanya 67 persen, 59 persen di Mesir, 51 persen di Turki, 36 persen di Indonesia, dan 71 persen di Nigeria.
'Aktivis-aktivis Islam', seperti para ulama dan Jamaat-e-Islami (partai Islam), mendukung ekspansi 'hukum dan praktik Islam'. 'Modernis Islam' tidak menentang ekspansi ini dan 'beberapa bahkan menyarankan pembangunan sejalan dengan garis sekuler Bara'.
Cara Hidup Islami
Masjid adalah institusi keagamaan dan sosial yang penting di Pakistan. Banyak ritual dan upacara dirayakan menurut kalender Islam.
Mayoritas muslim Pakistan adalah pengikut Sunni Mazhab Hanafi.
Diestimasikan populasi Sunni di Pakistan berkisar antara 75-80 persen.
Pengikut Syiah diperkirakan sebanyak 5-20% dari penduduk Pakistan. Seperti India, Pakistan disebutkan memiliki setidaknya 5-15 persen warga Syiah.
Pendukung Syiah menuduh Pemerintah Pakistan telah melakukan diskriminasi sejak tahun 1948, dengan menyebutkan bahwa kaum Sunni diberikan kelebihan dalam bisnis, posisi pemerintahan, dan administrasi peradilan.
Di bawah kepemimpinan Zia-ul-Haq, serangan terhadap Syiah meningkat dengan pecahnya kerusuhan sektarian besar pertama di Pakistan pada 1983 di Karachi, kemudian menyebar ke Lahore dan Balochistan.
Kekerasan sektarian menjadi berulang setiap bulan Muharram.
Dalam satu insiden terkenal, Pembantaian Gilgit 1988, pasukan bersenjata Sunni yang dipimpin Osama bin Laden, yang dimasukkan secara resmi oleh Angkatan Darat Pakistan untuk memadamkan pemberontakan Syiah di Gilgit, menyerang, membantai, dan memperkosa warga sipil Syiah di daerah itu.
Sufisme adalah istilah yang luas dan banyak tarekat sufi ada di Pakistan, tempat filosofi memiliki tradisi yang kuat. Secara historis, para pembawa aliran sufi telah memainkan peran penting dalam mengubah keyakinan penduduk asli Punjab dan Sindh menjadi Islam.
Qodiriyah, Naqsyabandiyah, Khishtiyah, dan Suhrawardiyah adalah beberapa tarekat sufi terkenal di Pakistan. Mereka memiliki sejumlah besar pengikut di Pakistan. Para pengikut tarekat sufi itu masuk melakukan tradisi berziarah ke Dorgah sampai sekarang.
Tempat-tempat suci sufi yang mendapat banyak perhatian adalah Data Ganj Baksh (Ali Hajweri) di Lahore (sekitar abad ke-11), Sultan Bahu di Jhang, Bahauddin Zakaria di Multan, Shahbaz Qalander di Sehwan (abad ke-12), Shah Abdul Latif Bhitai di Bhit, Sindh, dan Rehman Baba di Khyber Pakhtunkhwa. Urs (peringatan kematian) orang-orang suci sufi merupakan acara terbesar berkumpulnya para pengikut di tempat-tempat suci mereka yang diadakan setiap tahun.
Kebiasaan para pengikut Sufi adalah berkumpul pada Kamis malam di tempat-tempat suci dan mengadakan festival tahunan yang menampilkan musik dan tarian Sufi. Meskipun demikian, tarekat-tarekat tertentu, seperti Tarekat Qodiriyah, tidak melakukan tradisi seperti itu.
Mereka hanya mendatangi tempat-tempat suci untuk berdoa atau membaca manqabat.
Selain itu, menurut fundamentalis Islam kontemporer, tradisi bernyanyi, menari, dan musik tidak secara akurat mencerminkan ajaran dan praktik Nabi Muhammad dan para sahabatnya.
Pada 2010, lima serangan teroris diarahkan ke tempat suci dan festival Sufi dan menewaskan 64 orang.
Aliran Islam yang menolak hadis dikenal sebagai Quranisme, Quraniyun, atau Ahli Quran, juga ada di Pakistan.
Sekitar dua belas persen Muslim Pakistan menggambarkan diri mereka sendiri atau memiliki keyakinan sebagai muslim non-denominasi. Para muslim ini memiliki keyakinan sama dengan mayoritas Muslim dan perbedaan dalam ibadah mereka biasanya ditiadakan atau diabaikan.
Meskipun demikian, dalam sensus yang meminta klarifikasi tentang aliran Islam paling dekat, mereka biasanya menjawab 'hanya seorang Muslim'.
Kelompok minoritas Ahmadiyyah juga ada di Pakistan. Pada 1974, Pemerintah Pakistan mengamandemen Konstitusi untuk mendefinisikan seorang muslim 'sebagai seseorang yang yakin bahwa Muhammad adalah nabi terakhir', sehingga secara teknis pengikut Ahmadiyyah dinyatakan non-muslim.
Pengikut Ahmadiyyah percaya pada Nabi Muhammad sebagai nabi terbaik dan pembawa Islam terakhir, serta Mirza Ghulam Ahmad sebagai penyelamat umat Islam. Akibatnya, mereka dinyatakan sebagai nonmuslim oleh parlemen. Ada sekitar dua juta pengikut Ahmadiyyah di Pakistan atau sekitar satu persen dari jumlah penduduk. ***
Sumber: Berbagai sumber