Menyoal Sanksi Boeing Company (Bagian 1): Tragedi Sriwijaya Air Pertegas Penipuan Sertifikasi B737

Photo of Menyoal Sanksi Boeing Company (Bagian 1):  Tragedi Sriwijaya Air Pertegas Penipuan  Sertifikasi B737 Pihak Boeing Company berhadapan dengan hukum di AS terkait penipuan soal sertifikasi serial produknya sehingga terjadi sederet kecelakaan udara.(Grafis: Waraney PS)

OPERASIONAL angkutan darat semisal bus atau taksi  maupun penggunaan kapal nelayan di Indonesia, sarat akan regulasi 'ini' dan 'itu'. Beda halnya dengan transportasi udara untuk bisnis konglomerasi di mana begitu gampang diberikan lisensi terbang atau izin membuka bisnis transportasi udara, yang ironisnya, kerap menggunakan pesawat-pesawat tua.  

Pesawat Sriwijaya Air jenis B737-500 rute Jakarta-Pontianak, yang jatuh di perairan Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta, Sabtu (9/1), merupakan pesawat bermasalah. Selain sudah berusia 26 tahun dan lama dikandangkan, jenis Boeing ini sudah dinyatakan bermasalah oleh Departemen Kehadiman Amerika Serikat (AS) sejak Kamis ((7/1).

 

Masalah Stick Shaker B737

Dalam kasus kecelakaan berulangkali Lion Air dari Maskapai PT Lion Air misalnya, masalah utama sangat terasa di tongkat pengocok (stick shaker) di sisi kanan kapten. Dalam kokpit PK-LQP Lion Air ini, selalu saban pesawat mulai lepas landas. Stick shaker yang dirancang untuk memperingatkan pilot ini lama-kelamaan dianggap biasa saat terus bergetar hingga terjadi peristiwa itu. Padahal, getaran di tongkat pengocok ini merupakan petanda terjadinya masalah dalam sistem kendali pesawat.

Itu sebabnya tragedi beberaa kali musibah Lion Air disusul Sriwijaya Air, seharusnya membuka mata pemerintah agar semakin mempeketat izin pembukaan usaha angkutan udara, dan... izin laik terbang! Masalahnya, kecelakan pesawat yang 'sangat jelas' terjadi di udara, orang-orang di atasnya berisiko langsung kehilangan nyawa. Mustahil penumpangnya  bisa menyelamatkan diri dengan cara melompat keluar kabin, bagai kecelakaan yang terjadi di laut di mana penumpang bisa langsung menceburkan diri ke air.

Adapun pesawat Sriwijaya Air jenis B737-500 rute Jakarta-Pontianak ini meledak di permukaan laut perairan Kepulauan Seribu. Pilot dan co-pilot-nya diduga kehilangan kendali pesawat, suatu indikasi yang sudah diprediksi untuk shaker stick di pesawat Boeing jenis ini. Akibatnya, total 62 orang tewas termasuk awak kabin, pilot, dan co-pilot.

Pesawat berusia 26 tahun ini merupakan jenis 'klasik' Boeing alias seri lama. B737-500 merupakan produksi lama dari The Boeing Company, perusahaan multinasional Amerika Serikat yang memang spesialis merancang, memproduksi, dan menjual pesawat terbang, pesawat rotor, roket, dan satelit. Perusahaan ini juga menyediakan jasa penyewaan dan dukungan produk. Boeing adalah salah satu produsen pesawat terbesar dunia; juga kontraktor pertahanan terbesar kedua di dunia. Berdasarkan pendapatan pada 2015, Boeing  merupakan eksportir terbesar di AS berdasarkan nilai dolar. Saham Boeing adalah komponen dari Dow Jones Industrial Average.

Berkantor pusat di Chicago, The Boeing Company dipimpin oleh Presiden dan CEO Dennis Muilenburg dengan lima divisi utama: Boeing Commercial Airplanes (BCA); Boeing Defense, Space & Security (BDS); Engineering, Operations & Technology; Boeing Capital; dan Boeing Shared Services Group.

Pada 2015, Boeing mencatat penjualan sebesar 96.11 miliar dolar AS, menduduki peringkat ke-27 dalam daftar Majalah  Fortune 500 (2015) di Majalah Fortune,  peringkat ke-90 dalam daftar Fortune Global 500 (2015), dan peringkat ke-27 dalam daftar World's Most Admired Companies (Perusahaan Paling Dikagumi di Dunia) pada 2015.

Data dari Flight Radar -yang aplikasi jadwal dan rute terbang pesawat sudah digunakan di bandara-bandara internasional termasuk di Bandara Internasional Supadio Pontianak- menyatakan bahwa penerbangan pertama pesawat nahas tersebut dilakukan pada Mei 1994. Pesawat ini juga menjadi sorotan karena jika disamnakan dengan manusia maka usianya sudah menjelang sepuh.

Ketua Umum Indonesia National Air Carriers Association (INACA), Denon Prawiraatmadja mengakui, tidak ada batas usia untuk pesawat yang bakal beroperasi. Menurutnya kepada Detik Finance, Minggu (10/1), jikapun ada maka  yang menentukan adalah manufaktur.

Diklaimnya, tidak ada kaitan antara usia dengan kelayakan pesawat. Sebab kelayakan pesawat sendiri dicek rutin oleh pihak maskapai kemudian diperiksa oleh regulator dalam hal ini Kementerian Perhubungan (Kemenhub) RI.

Hampir senada, pengamat penerbangan Samudra Sukardi. mengklaim, maksimum pesawat yang masuk atau dibeli di Indonesia berusia 20 tahun. Namun, untuk operasional selanjutnya tidak ada batasan usia. "...nggak terbatas, mau 21-22 (tahun) asal maintenance (pemeliharaan) bagus sehingga ada maintenance," katanya.

 

Boeing 'Sakti' karena Bagian Dephan AS?

Laman The Verge (32 Mei 2019) menulis tentang sistem kendali otomatis pesawat  Boeing 737 Max. Saban pesawat lenpas landas, selalu terjadi tanda pertama. Dalam kasus tragedi Lion Air, tongkat pengocok di sisi kanan kapten di dalam kokpit PK-LQP mulai bergetar. Stick shaker yang dirancang untuk memperingatkan pilot akan adanya masalah dapat menyebabkan hilangnya kendali yang berbahaya. Karena awalnya pesawat itu terbang normal, kapten mengabaikannya hingga terjadi peristiwa tersebut.

Maintenance memang penting untuk semua pesawat. Masalahnya, dirawat sebaik mungkin hanya percuma jika jenis pesawat tersebut -sebagaimana jenis B737-500 Sriwijaya Air yang jatuh itu- diklaim sudah bermasalah secara teknis. Buktinya, sehari sebelum tragedi Sriwijaya Air ini, pihak Boeing mendapat sanksi membayar denda 244 juta dolar AS dari Departemen kehadiman AS, terkait tuduhan penipuan dalam peristiwa meledaknya pesawat jenis yang sama.

Pesawat milik maskapai Ethopia Air jatuh pada 10 maret 2019 yang menewaskan 149 penumpang. Pihak Boeing dituduh memberikan informasi yang menyesatkan terkait sertifikasi yang dikeluarkan oleh otoritas di Amerika Serikat untuk mengudaranya Boeing 737 MAX. Dilansir situs berita AS Seatttle Times, Jumat (8/1),  Boeing siap membayar denda 244 juta dolar AS tersebut guna menyelesaikan dakwaan jaksa federal.

Pihak Boeing dianggap melakukan pelanggaran kriminal. lewat menyesatkan kepada pejabat regulasi di AS selama proses sertifikasi 737 MAX. Dari jumlah itu, hanya 243,6 juta dolar AS, kurang dari 10 persen yang merupakan denda yang akan dibayarkan kepada pemerintah AS untuk tindakan kriminal, yang juga mencerminkan 'denda paling rendah' dari pedoman hukuman.

Sisanya termasuk tambahan 500 juta dolar AS merupakan komitmen Boeing untuk membayar kompensasi sekaligus kepada keluarga dari 346 orang korban Ethopia Air yang meninggal dalam kecelakaan jenis Boeing MAX. Namun sebanyak 70 persendari 2,5 miliar dolar AS yang dikutip dalam penyelesaian, atau 1,77 miliar dolar AS, merupakan kompensasi kepada pelanggan maskapai Boeing yang telah disetujui untuk dibayar oleh perusahaan.

Perjanjian tersebut menetapkan bahwa jika Boeing memenuhi serangkaian persyaratan, maka tuduhan penipuan pidana akan dibatalkan setelah tiga tahun. Secara kritis, ini menghindari potensi hukuman pidana terhadap Boeing, sebagai sebuah perusahaan. Itu penting bagi Boeing sebagai kontraktor pertahanan utama AS; sebuah keyakinan yang bisa saja mengecualikannya dari kontrak pemerintah di masa depan.

Dengan kemungkinan itu, perusahaan besar biasanya memilih jenis penyelesaian penuntutan yang ditangguhkan ketimbang  mengambil peluang mereka di pengadilan. Ketua Komite Transportasi AS, Peter DeFazio yang memimpin penyelidikan besar atas kecelakaan itu (juga membantu mendorong reformasi besar hukum dari proses sertifikasi Administrasi Penerbangan Federal pada Desember 2020) menyebut perjanjian itu sebagai 'sebuah tamparan di pergelangan tangan', dan penghinaan bagi para korban.

"Penyelesaian ini menghindari pertanggungjawaban nyata dalam hal tuntutan pidana," kata DeFazio. "Dari tempat saya duduk, mengubah perilaku perusahaan ini menyedihkan ... manajemen senior dan dewan Boeing tidak dimintai pertanggungjawaban, dan nyatanya, mantan CEO itu keluar (setelah konflik terkait ganti rugi bagi korban) dengan lebih (pesangon) dari 60 juta dolar AS." 

Zipporah Kuria dari Inggris yang kehilangan ayahnya Joseph Kuria Waithaka dalam kecelakaan penerbangan Ethiopian Airlines 302 pada Maret 2019, menyebut bahwa berita cairnya kompensasi tersebut terasa tragis. "Semua itu tidak akan mengembalikan orang yang kita cintai. Tapi setidaknya ada kejelasan, bahwa kematian mereka tidak kebetulan, dan ada kejelasan dalam pertanggungjawaban," kata Kuria dalam sebuah pernyataan. 

Namun Kuria menambahkan bahwa untuk Boeing, hukuman itu 'bahkan tidak menggores permukaan keadilan. "Orang-orang yang bertanggung jawab di Boeing, tidak boleh pensiun atau mengundurkan diri dengan bonus . Mereka harus dimintai pertanggungjawaban pidana atas tindakan mereka," katanya. 

 

Tindakan Kriminal

Pengaduan pidana atas penipuan dalam proses sertifikasi jenis pesawat tersebut, menuntut pihak Boeing dengan satu tuduhan: konspirasi untuk menipu pemerintah lewati informasi palsu ke Federal Aviation Administration (FAA) selama sertifikasi jet tersebut.

Departemen Kehakiman (DOJ) AS menyatakan, tuntutan pidana tersebut juga mengarah kepada dua mantan karyawan program 737 MAX, yakni Kepala Pilot Teknis Mark Forkner dan wakilnya Patrik Gustavsson, yang tugasnya menyelesaikan persyaratan pelatihan pilot untuk pesawat itu.
"Orang-orang yang bertanggung jawab di Boeing tidak boleh pensiun atau mengundurkan diri dengan bonus. Mereka harus dimintai pertanggungjawaban pidana atas tindakan mereka," kata DeFazio. 

Keduanya diklaim menipu FAA tentang sistem kontrol penerbangan baru di MAX yakni Sistem Augmentasi Karakteristik Manuver (MCAS)  yang diaktifkan secara keliru sehingga menyebabkan tabrakan dua kali dari pesawat maskapai Ethopia Air. 

“Karena penipuan mereka, dokumen kunci yang diterbitkan oleh FAA Airplane Evaluation Group kekurangan informasi tentang MCAS. Dan pada gilirannya, manual pesawat dan materi pelatihan pilot untuk maskapai penerbangan yang berbasis di AS ini kekurangan informasi tentang MCAS,” demikian pernyataan Departemen Kehakiman AS.(001/Bersambung) 

 

Berita Terkait

Baca Juga

Komentar Anda