Internasional post authorAju 17 Mei 2021

Markas Hamas Dibombardir Israel, Gubernur Gaza Menghilang

Photo of Markas Hamas Dibombardir Israel, Gubernur Gaza Menghilang Yahya Al Sinwar, Gubernur Daerah Otonomi Gaza

JAKARTA, SP – Komandan Hamas, sekaligus sebagai Gubernur Otonomi Khusus Gaza, Yahya Al-Sinwar (55 tahun), menghilang dari peredaran setelah kediamannya dibombardir Israel di kota selatan Khan Younis, Gaza, Minggu pagi, 16 Mei 2021.

Yahya Al Sinwar, adik kandungIsmail Hanniyeh (59 tahun). Ismail Hanniyeh sudah melarikan diri ke Doha, Qatar, menyusul tokoh Hamas lainnya, Khaled Mashal yang sudah lama bersembunyi di negara itu.

Yahya Al Sinwar, generasi ketiga menjadi pemegang kendali tertinggi secara fisik di wilayah Otonomi Khusus Gaza, setelah Ismail Hanniyeh dan Khaled Mashal.

Jurubicara IDF Brigadir Jenderal Hidai Zilberman, mengklaim, serangan terhadap kediaman Yahya Al Sinwar, karena dijadikan base pertahanan Hamas. Tapi tidak disebutkan, sampai sejauh mana kondisi Yahya Al Sinwar, pasca rumahnya rata dengan tanah, Minggu pagi, 16 Mei 2021.

Kementerian Kesehatan Gaza, mengatakan 16 wanita dan 10 anak termasuk di antara mereka yang tewas, dengan lebih dari 50 orang terluka, dalam serangan di kediaman Yahya Al Sinwar, Minggu pagi, 16 Mei 2021.

Yahya Al Sinwar, kembali menjadi pejabat penting Hamas di Gaza, setelah berhasil menyingkirkan pesaingnya, Nizar Awadallah, Maret 2021.

Tidak jelas pula, siapa bakal menjadi pemegang kendali Hamas di Gaza, apabila situasi terburuk menimpa Yahya Al Sinwar, setelah kediamannya dibombardir Israel.

Israel, Amerika Serikat, Kanada, Eropa, Arab Saudi, Yordania, Mesir dan Jepang, menetapkan Hamas sebagai organisasi teroris. Tapi Iran, Rusia, Turki, tidak mengambil sikap atas Hamas (Yousef, Mosab Hassan, 2010).

Punya nyali besar

Yahya Al Sinmar, dikenal punya nyali besar, sama sekali tidak punya rasa takut kepada Israel, dibandingkan dua pendahulunya, yaitu Ismail Hanniyeh dan Khaled Mashal.

Yahya Al Sinwar adalah pemimpin Hamas Palestina di Jalur Gaza, setelah mengambil alih dari Ismail Haniyeh pada Februari 2017. Yahya Al Sinwar, salah satu pendiri aparat keamanan Hamas. Yahya Al Sinwar tokoh terkuat ketiga di dalam Hamas, setelah Ismail Hanniyeh dan Khaled Mashal.

Yahya Al Sinwar lahir tahun 1962, di sebuah kamp pengungsi di Khan Younis, ketika berada di bawah kekuasaan Mesir, tempat ia menghabiskan tahun-tahun awalnya.

Setelah lulus dari sekolah menengah di Khan Yunis Secondary School for Boys, Yahya Al Sinwar melanjutkan ke Universitas Islam Gaza, menerima gelar sarjana dalam Studi Bahasa Arab.

Yahya Al Sinwar pertama kali ditangkap pada tahun 1982 karena kegiatan subversif dan menjalani beberapa bulan di penjara Far'a di mana bertemu dengan aktivis Palestina lainnya, termasuk Salah Shehade, dan mengabdikan dirinya untuk perjuangan Palestina.

Ditangkap lagi pada tahun 1985, setelah dibebaskan, Yahya Al Sinwar, bersama dengan Rawhi Mushtaha mendirikan organisasi keamanan Munazzamat al Jihad w'al-Dawa (Majd), yang bekerja untuk, antara lain, mengidentifikasi mata-mata Israel dalam gerakan Palestina, dan yang pada tahun 1987 menjadi "polisi" Hamas.

Pada tahun 1988, Yahya Al Sinwar mendalangi penculikan dan pembunuhan dua tentara Israel, ditangkap, dihukum karena pembunuhan, dan dijatuhi hukuman seumur hidup pada tahun 1989.  

Yahya Al Sinwar, mencoba melarikan diri beberapa kali tetapi selalu tertangkap. Yahya Al Sinwar menjalani 22 tahun hukumannya sebelum dibebaskan pada tahun 2011 dan dipulangkan ke Gaza sebagai bagian dari pertukaran tahanan untuk tentara Israel Gilad Shalit.

Pada Februari 2017, Yahya Al Sinwar terpilih sebagai pemimpin Hamas di Jalur Gaza, menggantikan Ismail Haniyeh.

Pada bulan Maret 2021, Yahya Al Sinwar,  membentuk komite administratif yang dikendalikan Hamas untuk Jalur Gaza, yang berarti menentang pembagian kekuasaan dengan Otoritas Palestina di Ramallah, pimpinan Presiden Palestina, Mahmud Abbas.

Yahya Al Sinwar menolak rekonsiliasi apapun dengan Israel. Yahya Al Sinar, telah meminta militan untuk menangkap lebih banyak tentara Israel.

Pada September 2017, babak baru negosiasi dengan Otoritas Palestina dimulai di Mesir, dan Yahya Al Sinwar setuju untuk membubarkan komite administratif Hamas untuk Gaza.

Yahya Al Sinwar membungkam suara-suara garis keras di Gaza yang menolak penggunaan terowongan yang ingin digunakan Muhammad Deif untuk menyelinap para pejuang ke Israel sebelum mereka ditutup oleh teknologi rahasia baru Israel pada tahun 2017.

Pada 16 Mei 2018, dalam pengumuman tidak terduga di Al Jazeera, Yahya Al Sinwar menyatakan bahwa Hamas akan mengejar "perlawanan damai dan populer" yang membuka kemungkinan bahwa Hamas, yang dianggap sebagai organisasi teroris oleh banyak negara, dapat berperan dalam negosiasi dengan Israel.

Seminggu sebelumnya Yahya Al Sinwar, telah mendorong warga Gaza untuk melanggar pengepungan Israel, dengan mengatakan "Kami lebih baik mati sebagai martir daripada mati karena penindasan dan penghinaan", dan menambahkan, "Kami siap untuk mati, dan puluhan ribu akan mati bersama kami."

Pemilihan rahasia

Pada Maret 2021, Yahya Al Sinwar, terpilih untuk masa jabatan empat tahun kedua sebagai kepala cabang Hamas Gaza dalam pemilihan yang diadakan secara rahasia.

Pada September 2015, Sinwar ditetapkan sebagai teroris oleh pemerintah Amerika Serikat, dan Hamas serta Brigade al-Qassam juga telah ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh Amerika Serikat dan negara serta organisasi lain.

Gerakan Palestina Pemimpin politik Gaza yang baru terpilih Hamas, Yahya Al Sinwar, dipandang sebagai garis keras oleh banyak orang, tetapi warga Gaza percaya dia akan membawa sedikit perubahan pada kebijakan Hamas terhadap Israel.

Yahya Al Sinwar mendirikan "Majd", salah satu badan intelijen Hamas, dan ditangkap oleh Israel pada tahun 1988 karena "aktivitas teroris", dan dijatuhi hukuman empat hukuman seumur hidup.

Yahya Al Sinwar dibebaskan pada Oktober 2011 di bawah kesepakatan untuk menukar lebih dari 1.000 tahanan Palestina untuk pembebasan Gilad Shalit, seorang tentara Israel yang ditangkap lima tahun sebelumnya.

Sejak dibebaskan, Yahya Al Sinwar telah bekerja sebagai anggota biro politik Hamas di Gaza, memimpin negosiasi pertukaran tahanan dengan Israel dan melakukan pertemuan rekonsiliasi antara faksi saingan Hamas, Fatah.

Profil wilayah Gaza

Jalur Gaza memiliki luas 365 kilometer persegi,  terletak di pantai timur Laut Tengah, bagian dari wilayah Negara Palestina, berbatasan dengan Mesir di sebelah barat daya (11 kilometer), dan Israel di sebelah timur dan utara (51 kilometer).

Jalur Gaza memiliki panjang sekitar 41 kilometer (25 mi) dan lebar antara 6 hingga 12 kilometer (3,7 hingga 7,5 mi), dengan luas total 365 kilometer persegi (141 sq mi).Populasi di Jalur Gaza berjumlah sekitar 1,7 juta jiwa.

Mayoritas penduduknya besar dan lahir di Jalur Gaza, selebihnya merupakan pengungsi Palestina yang melarikan diri ke Gaza setelah meletusnya Perang Arab – Israel, 1948.

Populasi di Jalur Gaza didominasi oleh Muslim Sunni. Tingkat pertumbuhan penduduknya pertahun mencapai angka 3,2%, menjadikannya sebagai wilayah dengan laju pertumbuhan penduduk tertinggi ke-7 di dunia.

Jalur Gaza memperoleh batas-batasnya saat ini pada akhir perang tahun 1948, yang ditetapkan melalui Perjanjian Gencatan Senjata Israel – Mesir, 24 Februari 1949. Pasal V dari perjanjian ini menyatakan bahwa garis demarkasi di Jalur Gaza bukanlah merupakan perbatasan internasional.

Jalur Gaza selanjutnya diduduki oleh Mesir. Pada awalnya, Jalur Gaza secara resmi dikelola Perjanjian seluruh Palestina, yang didirikan Liga Arab, September 1948. Sejak pembubaran Pemerintahan Seluruh Palestina pada tahun 1959 hingga 1967, Jalur Gaza secara langsung dikelola oleh seorang gubernur militer Mesir.

Israel merebut dan menduduki Jalur Gaza dalam Perang Enam Hari pada tahun 1967. Berdasarkan Persetujuan Damai Oslo yang disahkan pada tahun 1993, Otoritas Palestina ditetapkan sebagai badan administratif yang mengelola pusat kependudukan Palestina.

Israel mempertahankan kontrolnya terhadap Jalur Gaza di wilayah udara, wilayah perairan, dan lintas perbatasan darat dengan Mesir. Israel secara sepihak menarik diri dari Jalur Gaza pada tahun 2005.

Jalur Gaza merupakan bagian dari territorial Palestina. Sejak bulan Juli 2007, setelah pemilihan umum legislative Palestina dan setelah Pertempuran Gaza. 

Hamas menjadi penguasa de facto di Jalur Gaza, yang kemudian membentuk Pemerintahan Otonomi Khusus Gaza di bawah kendali Hamas. *

 

Sumber: middleeasteye.net/newsweek.com/reuters.com

 

 

 

Redaktur: Aju

Berita Terkait

Baca Juga

Komentar Anda