KUBU RAYA, SP - Manajemen Qubu Resort tak terima dan merasa dirugikan atas aksi "teror" yang dilakukan oleh Edo, seorang yang mengaku sebagai ahli waris atas tanah di Gang Hidayah, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya.
Edo bersama kuasa hukumnya, Flavia Flora, secara rutin melakukan aksi unjuk rasa dan memberikan ancaman sehingga mengganggu kelancaran sektor usaha di area pariwisata dan taman rekreasi yang berada di Jalan Arteri Supadio KM 12.8, tersebut.
Layaknya "preman jalanan", mereka membawa massa membuat keributan, berupaya menyegel hotel, menggembok gerbang masuk dengan rantai, membuang sampah di lobby hotel dan restoran, hingga mengancam para karyawan di Qubu Resort.
Aksi ini dilakukan oleh Edo bersama Flora sebagai buntut dari persoalan tanah yang berlokasi di belakang areal Qubu Resort. Edo yang mengaku sebagai ahli waris atas tanah itu menuding pihak Qubu Resort telah mencaplok tanah tersebut.
Pihak Manajeman Hotel Qubu di Qubu Resort, Uray Yenny mengaku, akibat ulah Edo dan Flora, nama baik Qubu Resort menjadi rusak. Hal ini pun sangat merugikan bisnis hotel mereka.
"Letak atau lokasi tanah yang dia perkarakan itu berada di belakang area Qubu Resort. Sedangkan yang selalu dia ganggu yakni bisnis hotel kami yang berada di depan. Padahal aktivitas hotel dan fasilitas lainnya tidak ada kaitannya dengan tanah itu," kata Uray Henny kepada Suara Pemred, kemarin.
Menurut Uray, Edo dan Flora kerap membuat keributan di lobby dan di sekitar hotel. Setiap datang selalu membawa massa atau rombongan. Mereka juga membawa serta awak media untuk mengekspos informasi bahwa Qubu Resort telah mencaplok tanah. Padahal keterangan itu adalah tidak benar.
"Perbuatan ini dilakukan secara rutin setiap dua hari sekali dan semakin intens. Membawa massa hingga 10 orang. Mengancam karyawan kami hingga ketakutan," ungkapnya.
"Usaha hotel juga menjadi terganggu. Mereka membuat keributan di lobby hotel dan restoran. Tamu-tamu yang datang dan melihat tingkah mereka menjadi takut untuk datang dan chek in. Tamu menjadi terusik, ada yang mau bikin acara merasa terganggu dan khawatir apakah bisa nyaman dan aman," imbuhnya.
Menurut Uray, mereka juga pernah ingin menggembok pintu hotel dan membuat pihaknya harus berjaga selama berjam-jam.
"Kalau pintu masuk di depan (gerbang) tuh sudah pernah digemboknya. Sudah tiga kali. Kita buka, trus mereka gembok lagi. Begitu berulang kali, dan mereka selalu mengancam akan mengekspos ke media jika tidak mau menuruti apa yang dia inginkan," ungkapnya.
Mereka juga mengancam akan menurunkan material batu sebanyak satu dam truk untuk menutup pintu masuk Qubu Resort dan masih banyak lagi ancaman lain.
"Terbaru mereka membuang sampah dan botol-botol menggunakan karung di depan pintu masuk hotel," ungkapnya.
Uray tidak ingin banyak bicara soal persoalan sengketa lahan, karena pihaknya sudah memberikan penjelasan terkait apa yang menjadi tuntutan Edo dan Flora.
Apalagi tanah itu milik pribadi Tan Aby (salah satu owner Qubu Resort), bukan milik manajemen Qubu Resort.
"Mereka sudah disuruh lapor atau melakukan tuntutan sesuai mekanisme hukum baik oleh Qubu Resort dan penasihat hukum dari pemilik tanah yang disengketakan, tapi mereka tidak mau. Mereka katanya hanya ingin ganti rugi," kata Uray.
"Tuntutan mereka adalah selalu meminta kejelasan apakah pihak Qubu Resort mau membeli tanah itu. Selalu ngomongnya begitu," tambahnya.
Tidak Berkaitan dengan Hotel
Uray Heni mengtakan masalah tanah itu tidak ada kaitannya dengan aktivitas usaha hotel dan gerbang pintu depan masuk ke hotel. Aktivitas kegiatan usaha seperti hotel yang selalu mereka ganggu. Mereka selalu mengancam karena mereka merasa tidak ada kejelasan soal tanah tersebut.
Padahal sudah kita sambut dengan baik. Awalnya sudah kita sampaikan bahwa kita tidak ada kaitannya dengan tanah yang dibelakang karena sudah kita serahkan dengan penasihat hukum dan menurut penasihat hukum, ini tanah yang juga dibeli dengan sah.
"Jadi kalau sama-sama ngotot, nantikan urusannya ke pengadilan, bukan menyerang kita (Qubu Resort). Tapi kan yang mereka lakukan berbeda. Tidak mau mendengar argumen atau pendapat kita, tapi selalu berpatokan kepada apa yang dia jalankan, apa yang dia inginkan," katanya.
Tuntutan mereka itu meminta kejelasan apakah Qubu Resort ini apakah mau membeli tanah itu. Selalu ngomongnya begitu.
Padahal setahu saya tanah itu sudah dibeli atau dibayar ke Ibu Nurya Gobang (nama perlu verifikasi) sejak 15 tahun lalu.
"15 tahun yang lalu sudah transaksi dan tidak ada masalah, tidak ada tuntutan. Barulah sekarang ini, muncullah Si Edo bersama Flora dengan gaya seperti ini," katanya.
"Mereka sudah disuruh atau disarankan lapor oleh Polisi dan oleh penasihat hukum pemilik tanah, tapi mereka tidak mau. Mereka katanya hanya ingin ganti rugi.
Jadi maksud Edo dan Flora nih apa? Mereka mau memeras atau apa? Mereka memaksa kami membeli tanah itu. Padahal mereka sudah tahu bahwa tanah itu bukan milik Qubu Resort.
Itu tanah milik pribadi Pak Tan Aby (namanya perlu diverifikasi ulang), bukan punya manajemen Qubu Resort. Jadi beda. Kalau Qubu Resort manajemen. Kalau tanah itu pribadi milik Tan Aby (salah satu owner Qubu Resort). Tapi lahan itu tidak kita gunakan.
"Lahan yang dipersoalkan itu berupa tanah kosong. Sedangkan Qubu Resort hanya memenejem gedung-gedung yang sudah berdiri," tegasnya.
Serangan Media Sosial
Selain aksi "teror" di lobby hotel, mereka juga melakukan hujatan melalui media sosial. Serangan di media sosial dilakukan secara masif. Rata-rata narasinya sama.
"Kalimat berulang. Kata-katanya sama, akun-nya sama, tapi akun fake. Kita tidak ada membalas atau menganggapnya. Karena akun kita sudah menuju di-baned sampai ada peringatan karena dilaporkan oleh mereka. Mereka pakai isu lingkungan," ungkapnya.
"Ada satu akun istagram meng-tag akun Qubu Resort. Setelah itu hancur istagram kami. Diserang habis-habisan dengan kata-kata yang tidak baik," keluhnya.
Kemudian terbaru dia membuang kotoran sampah. Sampah itu sebenarnya bukan berada di hotel. Itu bukan sampah, itu sebenarnya sisa bakaran. Karena kita manfaatkan sampah sebagian diangkut dinas kebersihan, sebagian kita olah jadi pupuk untuk tanaman.
Selain itu kita juga memiliki botol-botol. Botol itu ditata dan diberikan kepada bapak-bapak yang bertugas membersihkan. Botol itu untuk dijualnya sebagai tambahan penghasilan.
"Jadi kan ndak mungkin dijual sekaligus semua. Jadi disusun rapi sama dia. Macam-macam jenis botol. Ada botol minuman, botol kecap dan lain-lain. Jadi botol-botol itu dibawa oleh Floran, dimasukkan ke karung lalu dibuangnya di lobby hotel dan direstoran.
Menurut Uray, Flora ini mengaku sebagai kuasa hukum dan calon pembeli dari tanah tersebut. Dia mau nanya (memastikan) pada Pak Tan Aby apakah akan membeli tanah itu, karena tanah ini sudah ada yang beli juga.
"Kabarnya, mungkin dia minta uang suruh kita mundur. Dia mau beli tanah itu. Gimana mau tanah itu dibeli, tanah itu sudah ditraksaksi kan 15 tahun yang lalu," katanya.
Yang buat kita kesal, kenapa dia (Flora) melakukan ini dengan arogansi sekali. Dan itu dilakukan secara terus menerus. Sudah seperti sistem "teror". Dan dia melakukan ancaman atau teror bukan hanya kepada manajemen Qubu Resort tapi juga kepada karyawan-karyawan kami.
"Saya tunggu kau balik ya. Karyawan kan pasti videokan apa yang dilakukannya. Saya tunggu kau di luar ya. Kau video-videokan kami, kata dia. Pokoknya seperti dia itu preman jalanan," tambahnya. “Ada satu waktu saat dia datang dengan arogansinya, saya keluar untuk mengusir dia,” ujarnya.
Dia mengaku hanya ingin meminta eksavator yang ada di lahan itu disingkirkan. Saya bilang itu hak kami apakah mau dipindahkan atau tidak. Trus dia mengancam dan bilang pokoknya tidak mau tau, kalau tidak akan bawa massa dan hancurkan.
"Pokoknya begitu terus. Saya usir, dia datang lagi. Malah sekarang kami yang menjadi ketakutan untuk menerima tamu buka puasa, khawatir diganggu dan membuat kami malu," ungkapnya.
Jadi pernah kejadian hari Jumat kemarin, semua orang yang ingin mancing di area Qubu Resort dicegat olehnya.
"Jangan masuk, jangan masuk ya pak. Ini bermasalah, ini ada kasus," kata Uray menirukan ucapan Flora.
Atas gangguan tersebut, kita telah membuat pengaduan ke Polres Kubu Raya sepekan yang lalu. Pengaduannya, pertama berkaitan dengan aksi penggembokan pintu masuk gerbang Qubu Resort dan pengrusakan yang dilakukan oleh Flora dan kelompoknya.
Kedua tentang aksi Flora yang melakukan keributan atau menganggu ketertiban di lobby hotel Qubu Resort. Ketiga kita juga berencana membuat pengaduan terkait aksi melemparkan botol-botol di lobby hotel.
Bukti-bukti seperti rekaman CCTV, rantai dan ada juga video ancaman kepada security hotel menggunakan alat seperti pisau berlatih dan kayu.
"Flora sudah diadukan ke polisi tapi belum datang memenuhi panggilan pertama polisi'
Polisi sempat datang untuk memantau, karena ini kan kawasan umum yang memang harus diamankan. Flora tanya ke polisi kenapa polisi datang, dan menuding polisi mendukung Qubu Resort. Tapi kata polisi, ini bukan soal mendukung Qubu Resort. Ini masalahnya kamu membuat keributan di lokasi umum. Kalau kamu tidak mau bubar pasti akan ada tindakan.
"Jadi kemarin itu mereka bubar, tapi sekarang mereka ekspos ke media," katanya.
Buat Aduan ke Polres Kubu Raya
Atas gangguan tersebut, pihak Qubu Resort telah membuat pengaduan ke Polres Kubu Raya sepekan yang lalu.
Adapun isi pengaduannya berkaitan dengan aksi penggembokan pintu masuk gerbang Qubu Resort dan pengrusakan yang dilakukan oleh Flora dan kelompoknya. Kedua tentang aksi Flora yang melakukan keributan atau menganggu ketertiban di lobby hotel Qubu Resort.
"Kita juga berencana membuat pengaduan baru terkait aksi melemparkan sampah dan botol-botol di lobby hotel," katanya.
Sementara untuk bukti-bukti seperti rekaman cctv, rantai dan juga video ancaman kepada security hotel menggunakan alat seperti pisau belati dan kayu telah dikirimkan kepada pihak kepolisian sejak beberapa hari lalu.
Flora sendiri informasinya sudah mendapat panggilan pertama untuk dimintai keterangan oleh kepolisian, namun tak hadir memenuhi panggilan tersebut. Polisi juga akan melayangkan surat panggilan kedua.
"Jadi kami ingin mendapat penegakan hukumlah. Agar kami ini dalam berusaha (menjalankan bisnis) tidak disangkutpautkan dengan urusan pribadi pemilik tanah. Apalagi sudah kita arahkan dengan jalur-jalur yang sudah ditentukan oleh hukum," kata Uray.
Proses Dua Pengaduan
Kasat Reskrim Polres Kubu Raya, IPTU Surya Boy M. Sihaloho mengatakan, sebenarnya sudah ada dua pengaduan yang masuk ke Polres Kubu Raya dari Kubu Resort terhadap Flora.
Pengaduan pertama terkait perbuatan tidak menyenangkan yang dilayangkan ke Polres Kubu Raya dan Polda Kalbar. Kemudian, ada lagi pengaduan dari Qubu Resort terkait pengrusakan saat ada aktivitas penggembokan di pintu masuk Qubu Resort.
"Pengaduan kedua ini kita tanggapi. Kita sempat melakukan pengamanan karena lokasinya di area vital," jelasnya.
Adapun terkait upaya pemanggilan terhadap Flora, menurut Kasat hal itu juga sudah dilakukan sebanyak dua kali. Panggilan pertama dilakukan melalui pesan WhatApps. Alasannya karena pihak kepolisian belum mendapatkan alamat pasti Flora. Namun saat itu yang bersangkutan (Flora) tidak berkenan untuk hadir.
"Saat itu tanggapannya kurang baik. Yang bersangkutan menolak untuk hadir," jelasnya.
Sementara untuk surat panggilan kedua juga sudah dilayangkan beberapa waktu lalu. Saat itu dijadwalkan Flora dapat hadir di Polres Kubu Raya pada Jumat. Namun Flora mengaku sedang ada kegiatan lain pada waktu tersebut. Flora pun meminta jadwal pemanggilan dapat dirubah atau dimajukan.
"Dia (Flora) ada datang ke Polres kalau tidak Rabu atau Kamis, namun saat itu kami sedang menjalankan tugas pengamanan kedatangan Presiden, jadi tidak bertemu," jelasnya.
Sebagai langkah tindaklanjut, pihaknya kedepan berencana akan meminta keterangan ahli untuk melihat apakah kasus ini dapat ditingkatkan ketahap peyidikan.
"Saat ini masih penyelidikan. Kedepan kita akan minta keterangan ahli terkait kasus ini. Jika dapat ditingkatkan kepenyidikan nanti akan kita kirimkan lagi surat panggilan," tegasnya.
Minta Komunikasi Duduk Satu Meja
Kuasa Hukum Edo, Flavia Flora mengungkapkan, pihaknya menuntut agar penyelesaian kasus tersebut dilakukan dengan bijak dan cerdas. Pihak Qubu Resort, menurutnya harus bersedia untuk duduk satu meja dan mengeluarkan sertifikat yang mereka miliki. Kemudian pihaknya pun akan mengeluarkan sertifikat yang dimiliki.
Kedua sertifikat tersebut menurut Flavia Flora harus disandingkan maka akan didapatkan penyelesaian permasalahan tersebut. Dirinya memastikan dalam kasus tersebut tidak terjadi sertifikat yang tumpang tindih. Pihak kliennya memiliki sertifikat asli keluaran Badan Pertanahan Negara (BPN) tahun 1979.
“Tanah ini tidak betimpa sudah jelas ini sertifikat keluaran BPN asli tahun 1979 yang dimiliki Edo mereka pun telah menghitung sebanyak tiga kali dan yang tepat diwilayah dalam pagar Qubu Resort dibelakang itu,” jelas Flavia Flora.
Dirinya menambahkan jika pihak BPN telah menyatakan ukuran tanah milik kliennya lantas kenapa kenapa Qubu Resort memagar tanah tersebut. Jika Qubu Resort menyatakan tanah mereka ukurannya 7000 meter persegi kenapa ukurannya 10.000 meter persegi.
Sehingga untuk penyelesaian masalah tersebut menurutnya pihak harus bersedia duduk bersama. Jika memang pihak Qubu Resort ingin membeli tanah tersebut pihaknya pun akan memberikan sertifikat tanah tersebut. Bahkan pihaknya bersedia akan menutup kasus tersebut dengan memberikan klarifikasi.
“Kalau mau membeli maka bayar kalau tidak mau membeli maka bayar sewa selama memakai barang itu. Kalaupun dia beli kami akan berikan sertifikat ini kepada mereka silahkan tutup kasus ini kita akan klarifikasi bahwa Qubu Resort telah menyelesaikan masalah ini dengan tepat,” ungkapnya.
Flavia Flora juga menyebut pihaknya akan menegur sejumlah pihak-pihak terkait misalnya Dinas Pariwisata, Dinas PUPR hingga Camat. Dalam memberikan izin menurutnya mereka harus jeli. Apalagi sekarang kasus ini sudah viral maka mereka harusnya respect atau menunjukkan kepedulian.
“Tanpa harus disurati seharusnya mereka mengambil tindakan dengan memanggil pihak Qubu Resort agar untuk duduk satu meja. Tetapi sepertinya mereka tidak ada respect,” kata Flavia Flora.
“Nanti akan saya tegur pihak terkait untuk memberhentikan pemberian izin. Sebelum barang ini selesai,” sambungnya.
Dikatakan Flavia Flora pihaknya tidak akan menggugat kasus ini lantaran hal tersebut menurutnya hal ini sudsh benar. Segala sesuatu dijelaskannya tidak mesti harus dibawa ke pengadilan. Apalagi dinilainya dalam hal ini BPN sudah benar.
“Mereka menyatakan silahkan menggugat kenapa kami harus menggugat barang ini sudah benar. Barang ini tidak perlu dibawa pengadilan tidak mesti segala sesuatu itu dibawa ke pengadilan,” ungkapnya.
Flavia Flora menuturkan jika pihak Qubu Resort mereka lahan tersebut bukan tanah mereka harusnya segera dibuka kunci gembok pagar tersebut. Kemudian alat-alat berat dipindahkan. Jika Qubu Resort ingin membeli tanah tersebut maka pihaknya mempersilahkan agar negoisasi.
“Kalau mereka mau membeli silahkan negoisasi kalau mereka tidak mau membeli saya akan bertindak saya tetap akan membuang sampah itu ditempat mereka,” tuturnya.
Sementara itu, Flora, mengungkapkan jika Qubu Resort akan dinyatakan bersalah ataupun tidak maka harus lakukan duduk bersama. Lalu sertifikat yang dimiliki Qubu Resort disandingkan dengan yang dimiliki kliennya. Dirinya memastikan pihaknya memiliki sertifikat asli dari BPN.
“Saya tidak mau lewat pengadilan, saya punya hak barang ini sudah benar kenapa musti harus digugat. Pihak-pihak terkait harus bertindak jangan melakukan pembiaran,” ujarnya.
“Tujuan saya supaya pihak Hotel Qubu Resort tidak menganggap remeh dalam permasalahan ini, karena selama ini, pihak Hotel Qubu Resort tidak merespons dengan serius,” sambung Flora.
Ia mengungkapkan, bahwa selama ini benar mencaplok , sehingga untuk apa harus di laporkan ke pihak berwajib, sama halnya ketika pihaknya tidak yakin tanah milik ahliwaris.
“Penyelesaian tidak mesti ke pengadilan, non letigasi juga bisa tergantung pada yang digantung punya itikat baik. Di pengadilan hanya pantun berbalas pantun yang membuat molor,” ujarnya.
“Tuntutan saya bagi pihak Hotel Qubu Resort sebagai pembisnis selesaikan dengan cerdas , mau di beli or not itu harus ada bukan di gantung . Jika tidak segala sesuatu uang sudah di lakukan di anggap sewa dan kalau di beli dianggap putus ( sertifikat akan di berikan selesai sudah ). Mengenai uang itu sesuai pasar yang ada di sana dan tidak boleh juga semena mena dalam tarif itu tidak baik adanya,” kata Flora.
Mengenai pemanggilan Polisi, ia mengakiu siap hadir, tetapi polisinya lagi di luar tugas kedatangan Presiden. Adapun laporan kapan, bilamana, di mana itu waktunya sangat singkat, pemanggilan lewat telepon dan surat secepat itu.
“Bagi saya, ini kriminalisasi. Tetapi tetap saya hormati dan datang sendiri tanpa di kawal.
Kemudian, ia bertindak itu sudah diberitahukan bahkan minta pendampingan Selanjutnya, tidak ada satupun hadir dan membalas surat yang ia kirimkan. Sehingga, perbuatan ini tidak untuk menyakiti siapapun tetapi justru pembiaran, jadi bagi pihaknya tidaklah baik seperti itu jika mau di selesaikan panggil kedua belah pihak.
“Keempat, saya juga sudah masukan ke Medis Sosial, jadi sama saja dengan surat terbuka dan seharusnya pihak pemerintah turun tangan, bukan berdiam diri, respek itu penting jangan sampai terjadi hal tak di inginkan terulang kembali,” ujarnya.
Yang kelima, pemerintah dan aparat seharunya tidak boleh tinggal diam , pemberian ijin dan lain-lainnya, karena itu ada bagian hak ahli waris yang terzolimi.
“Gugatan dan laporan bukan penyelesaian, pengacara dan Kuasa Hukum yang hebat bagaimana memediasi biar tidak terjadi gugat mengugat atau lapor melapor. Harapan kami, dipertemukan satu meja dan bukan disembunyikan untuk dilindungi,” kata Flora.
Sementara terkait dengan penyampaian pihak Qubu Resort, bahwa aktivitas Flora di Qubu Resort dianggap sebagai sebuah istilah "teror" dan telah mengganggu aktivitas bisnis, utamanya hotel dan restoran, ia menanggapi bahwa menurut pihak hotel, jika terkait soal tanah, bukankah seharusnya hanya berurusan dengan PH pemilik tanah dan bukannya menggangu usaha hotel.
“Mereka berbicara apapun itu sah sah saja , yang pasti apa yang mereka perbuat justru mereka lah pelaku teror sebenarnya. Istilah ini bagi saya bagus karena pencuri tetap pencuri. Terlepas apapun PH dan siapa orangnya saya hormati , tetapi tidak baik juga PH yang di tunjuk tidak merespon WA dan Telepon, jadi curiga juga saya, apa PH atau hanya orang biasa yang tidak jelas,” paparnya.
“Saya rasa tidak mengganggu justru merekalah menganggu tidak merespon dengan serius dan menempatkan operasional di lahan kami sekian lama maka saya bertindak . Sesuai apa yang mereka perbuat, dan pencuri teriak pencuri,” pungkasnya. (din/ind)