PONTIANAK, SP - Korban mafia tanah Lili Santi Hasan menuntut keadilan, karena Biro Wasidik Bareskrim Polri melakukan gelar perkara khusus kasus sengketa tanah yang cenderung berpihak ke PT. Bumi Indah Raya (BIR).
Sebelumnya, Polda Kalbar telah melakukan gelar perkara dalam kasus sengketa tanah yang merugikan korban mafia tanah Lili Santi Hasan.
Dalam perkara tersebut, penyidik Polda Kalbar telah menetapkan tersangka mafia tanah, yakni pensiunan BPN Kubu Raya Sudjulianto. Namun anehnya, tiba-tiba dalam perjalanan kasus ini diambil alih oleh Biro Wassidik Bareskrim Polri.
"Kepada Bapak Presiden Jokowi dan Bapak Kapolri, saya korban mafia tanah dari Pontianak. Saya mohon keadilan dan perlindungan hukum," ujar Lili Santi Hasan dengan berlinang air mata, Sabtu 28 September 2024.
Selain meminta perlindungan hukum, Lili juga balik bertanya kepada pemerintah, apakah tidak ada keadilan untuk rakyat kecil di Indonesia?
"Apakah masyarakat kecil dan rakyat kecil seperti saya ini tidak bisa mendapatkan keadilan di negeri ini. Tanah saya dirampas oleh PT BIR dengan sertifikat hak pakai abal-abal," tegas dia.
Tetapi anehnya, Biro Wassidik Bareskrim Polri lebih membela mafia tanah PT BIR. Ia kemudian menanyakan, dimana lagi ada keadilan di negeri ini?
"Rakyat kecil tidak bisa mendapatkan keadilan dan perlindungan hukum. Negara Indonesia, dimana keadilan untuk saya. Saya mohon keadilan Bapak Presiden Jokowi dan Bapak Kapolri, sudah ada tersangka dan tersangka sudah mau membongkar jaringan mafia tanah. Apakah pejabat-pejabat Polri itu membela mafia tanah? Saya mohon keadilan," ujar Lili.
Sementara, kuasa hukum korban mafia tanah Lili Santi Hasan, Herman Hofi Munawar mengatakan, AKBP Wijonarko tidak profesional dalam memimpin gelar perkara khusus yang merugikan kliennya. Sangat jelas memihak dalam penyelenggaraan gelar perkara khusus yang menghadirkan pihak pelapor korban mafia tanah Lili Santi Hasan, dan terlapor PT BIR serta tersangka yang telah ditetapkan oleh penyidik Polda Kalbar.
"Besar kecurigaan kami sebagai tim pengacara lili santi jika perkara yg dilaporkan dan telah diproses penyidikan dengan penetapan tersangka Sudjulianto akan dihentikan," ujar Herman Hofi Munawar yang didampingi Andi Hariadi, Sabtu 28 September 2024.
Ia mengatakan, kejanggalan ini telah terlihat saat kuasa hukum Lili Santi mengirimkan surat permintaan gelar perkara khusus ke Biro Wassidik, karena lambatnya proses perkara di Polda Kalbar. Tetapi surat yang dikirimkan, hanya dibalas surat saja. Namun, kata Herman, berbeda ketika PT BIR yang memohon gelar perkara khusus, cepat direspon oleh Biro Wassidik Bareskrim Polri.
"Dugaan kami mereka PT BIR, ketakutan bila keterlibatannya akan terungkap dari pengakuan Sudjulianto. Biro Wassidik serta merta langsung merespon dengan cepat, ketika kami menanyakan hal itu. Dijawab oleh pimpinan gelar perkara khusus jika gelar perkara ini untuk menjawab dan mencari solusi penyelesaian masalah, sungguh naif. Apakah benar telah terjadi peristiwa sesuatu? Memang kami belum dapat menunjukkan bukti dengan nyata, tapi kami akan buktikan itu, bahwa telah terjadi sesuatu, karena memang kami selaku kuasa hukum Lili Santi tidak memiliki biaya untuk pelaksanaan gelar perkara khusus," jelas Herman.
Sementara, lanjut Herman, dari informasi rekan pengacara lainnya yang telah berhasil menggelar perkara khusus di Biro Wassidik selalu menggunakan cara khusus. Dikatakannya, kliennya merasa terintimidasi oleh pertanyaan para anggota yang terasa, dan terlihat jelas seolah-olah menganggap kliennya mengada-ada, sehingga jelas dapat dilihat anggota lebih memihak kepada PT BIR.
"Bagaimana konsistensi Polri terhadap kebijakan Menteri ATR/BPN Bapak AHY jika gelar perkara khusus dijadikan sebagai alat pembela mafia tanah. Peran pimpinan gelar perkara khusus yang nampak tidak profesional sejak gelar dibuka adalah ketidakmampuan secara teknis untuk mengendalikan anggota gelar dan penguasaan aturan agraria dalam penerbitan hak," ujar dia.
Herman menambahkan, obyek perkara pun menjadi kabur, sehingga sangat mudah menebak kemana arah kesimpulan gelar saat itu. Sungguh prihatin dan dilematis mengikuti gelar perkara khusus di Biro Wassidik yang jauh panggang dari api.
"Ahli pertanahan yang kami sangka dari BPN RI, ternyata dosen dari UI yang dianggap mengetahui peraturan pertanahan, apakah ini juga dibiayai dari perusahaan pemohon gelar perkara khusus? Wallahu a'lam bishawab," ujar Herman lagi.
Ia pun membeberkan sejumlah fakta untuk mendukung laporan aduan kliennya yang menunjukkan ketidakprofesional pimpinan gelar perkara khusus AKBP Wijonarko. Adapun sejumlah fakta yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Berasumsi bahwa constatering rapport adalah akta otentik, padahal dalam laporan dimaksud sangat jelas jika akta otentik yang dilaporkan adalah yang diterbitkan atas dasar constatering rapport yang tidak sesuai dengan keadaan situasi obyek bidang tanah pada tahun 2006.
2. Menganggap Putusan TUN inkrah telah menggugurkan proses pidana, karena tidak memahami perbedaan antara Hukum Tata Usaha Negara dengan Hukum Pidana, dan mengabaikan keterangan ahli pidana yang telah diperiksa keterangannya oleh penyidik Polda Kalbar.
3. Menganggap Lili Santi telah menerima ganti rugi, sehingga tidak ada kerugian akibat perbuatan pemalsuan surat dan perbuatan menempatkan keterangan palsu dalam akta otentik, padahal ganti rugi itu adalah kompensasi dari pemerintah atas pelepasan hak bidang tanah milik Hasan Matan, yakni mendiang ayah Lili Santi, untuk kepentingan pembangunan akses jalan jembatan penunjang Kapuas II.
4. Menyimpulkan bahwa obyek bidang tanah milik PT BIR yang benar, karena telah dilakukan pemeriksaan lapangan dalam bentuk constatering rapport, padahal constatering rapport yang dibuat oleh tersangka tidak berdasarkan fakta yang sesungguhnya di lapangan.
5. Menganggap laporan polisi oleh Lili Santi cacat administrasi karena sudah ada putusan PTUN, padahal sudah ditegaskan bahwa ahli pidana menerangkan dalam BAP penyidik jika disiplin ilmu tata usaha negara merujuk pada ketentuan administrasi, sedangkan pidana pada kebenaran materiil.
6. Mengabaikan adanya perbedaan plotting peta bidang tanah dengan peta digital BPN, padahal jelas adanya perubahan letak atau posisi gambar, sehingga plotting peta bidang tanah menimpa lokasi letak bidang tanah Lili Santi.
7. Berpendapat sama persis dengan pendapat pengacara PT BIR, sehingga mencari-cari fakta untuk menyalahkan kepemilikan bidang tanah oleh Lili Santi.
8. Menganggap kerja tim verifikasi gabungan BPN, PUPR dan Dinas Pertanahan Provinsi Kalbar yg dibentuk atas SK Gubernur Kalbar pada tahun 2004 tidak benar, sehingga berakibat ganti kerugian dari negara tidak sah, dan tentunya diartikan bahwa Gubernur Kalbar saat itu beserta tim verifikasi tahun 2004, telah menyalahgunakan anggaran negara dalam pemberian ganti rugi kepada pemilik tanah, yang terkena jalur pembangunan akses jembatan penunjang Kapuas II.
9. Sangat terlihat membela Sudjulianto selaku tersangka dengan membenarkan proses pemeriksaan, yang selanjutnya dituangkan dalam constatering raport, yang sangat jelas tidak berdasarkan pada keadaan sesungguhnya, dengan menyimpulkan jika Sudjulianto telah melakukan pemeriksaan dengan benar, dan saat itu memang belum ada pembangunan jalan, padahal faktanya memang ada perencanaan jalan dan persiapan material pembangunan jalan tahun 2006.
10. Tidak memahami aturan penerbitan sertifikat hak pakai dan tidak memahami beda pembaharuan serta perpanjangan hak, tetapi menyimpulkan bahwa Sertifikat Hak Pakai telah terbit sesuai ketentuan dan menganggap SHM Lili Santi tidak benar.
11. Tidak memahami obyek perkara, tapi berasumsi sesat, bahwa sertifikat yang lahir dahulu adalah sertifikat yang benar, padahal obyek sertifikat SHP Nomor 643 jelas dan terang tidak terplotting di BPN.
"Demi tegaknya kebenaran, kami mohon pada Bapak Kapolri segera mengevaluasi kerja-kerja Biro Wassidik khusus, terkait gelar perkara khusus perkara lbu Lili Santi sebagai korban mafia tanah ini," pungkas dia. (*)