Mempawah post authorKiwi 20 Mei 2024

Peluang Bisnis di Pelabuhan Kijing

Photo of Peluang Bisnis di Pelabuhan Kijing

MEMPAWAH, SP – Meski sudah diresmikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 9 Agustus 2022 lalu, namun geliat aktivitas di Pelabuhan Internasional Kijing di Kecamatan Sungai Kunyit, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat (Kalbar), dinilai belum optimal. Kunjungan kapal maupun arus barang di pelabuhan ini masih harus ditingkatkan.

Meski fasilitasnya sudah sangat bagus dan ukuran pelabuhannya lebih besar, namun kapal-kapal besar tampaknya masih belum sepenuhnya tertarik terhadap pemanfaatan pelabuhan ini.

Geliat aktivitas bongkar muat juga tampak sepi, tak sesibuk seperti layaknya pelabuhan pada umumnya, apalagi pelabuhan bertaraf internasional dan terbesar di Pulau Kalimantan.

Dari pantauan Suara Pemred belum lama ini, di dermaga sepanjang 1.000 meter hanya tampak satu kapal yang bersandar dan satu tongkang bermuatan batu bara yang sedang bongkar muat.

Di lain sisi, port management area, jalan menuju dermaga (trestle) sepanjang 3,45 kilometer, terminal petikemas dan terminal multipurpose juga terlihat sepi, nyaris tak ada aktivitas.

Sulit untuk menampik bahwa hingga saat ini manfaat dari keberadaan proyek strategis nasional tersebut belum maksimal dan tentunya belum memenuhi harapan masyarakat dan pemerintah daerah.

Tokoh masyarakat Mempawah, H. Amrullah menilai pasca diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo pada 9 Agustus 2022 lalu, operasional Pelabuhan Internasional Kijing memang belum optimal.

“Jika dilihat saat ini operasional Pelabuhan Kijing belum optimal,” ujarnya kepada Suara Pimred, Minggu (19/5/2024).

Menurut pria yang biasa dipanggil Haji Salong ini, belum optimalnya operasional Pelabuhan Internasional Kijing, satu diantaranya disebabkan karena belum adanya pergudangan di area tersebut.

“Pelabuhan Internasional kijing, hingga saat ini belum ada gudang-gudangnya. Makanya saya katakan kepada pihak Pelindo untuk terus berupaya mendatangkan investor,” ujarnya.

Tak salah jika Haji Salong kemudian menegaskan bahwa Pelabuhan Kijing belum pantas disebut pelabuhan bertaraf internasional.

“Pelabuhan Kijing belum bisa disebut bertaraf internasional karena apa yang kita lihat masih kelas biasa-biasa aja,” tegasnya.

Tak hanya itu katanya, perputaran atau geliat perekonomian di kawasan Pelabuhan Internasional Kijing juga belum dapat memberikan dampak yang signifikan bagi masyarakat dan pemerintah daerah, khususnya bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Mempawah. 

Perputaran perekonomian justru kebanyakan ke kabupaten lain hingga menyebabkan Kabupaten Mempawah belum menghasilakan PAD yang maksimal,” katanya.

Haji Salong pun berharap agar kedepan pelabuhan ini bisa berjalan optimal. Meski tak semudah membalikan telapak tangan, namun upaya yang dilakukan harus terlihat.

“Saya berharap investor yang masuk bisa diberikan kemudahan,” tegasnya.

Sementara itu, Penjabat (Pj) Bupati Mempawah, Ismail tak menampik bahwa pendapatan daerah dari beroperasinya Pelabuhan Internasional Kijing masih dirasa jauh dari harapan. Pasalnya, PAD yang dapat diserap ini baru berupa pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

“PAD yang diperoleh langsung oleh Kabupaten Mempawah dari Terminal Kijing baru berupa PBB dan BPHTB. Sedangkan yang lainnya melalui pendapatan Negara,”tegasnya.

Ismail juga menilai roda perekonomian di Pelabuhan Internasional Kijing masih perlu ditingkatkan, khususnya terkait volume kapal-kapal yang bersandar atau menggunakan jasa pelabuhan. 

“Terkait para pemilik kapal agar bisa menyandarkan kapalnya di Pelabuhan Kijing, tentunya itu kewenangan dari pihak Pelindo. Makanya kedepan kita akan mengadakan pertemuan dengan pihak Pelindo,” tegasnya.

Ismail pun berharap, usai diresmikan oleh Presiden Jokowi, pelabuhan tersebut sudah bisa berfungsi secara optimal, agar bisa berdampak positif baik bagi masyarakan dan pemerintah daerah.

Tiga Isu

Sebelumnya, dalam entry meeting Evaluasi Perencanaan dan Penganggaran Pemerintah Kabupaten Mempawah Tahun 2024 di Kantor Perwakilan BPKP Provinsi Kalbar pada Jumat, (23/2/2024), kehadiran Pelabuhan Internasional Kijing dinilai belum memberikan manfaat optimal. Padahal keberadaan pelabuhan ini diharapkan menjadi daya ungkit perekonomian di Kalbar.

Entry meeting tersebut dihadiri langsung oleh Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Kalbar Rudy M. Harahap, Sekda Kabupaten Mempawah Ismail mewakili Bupati Mempawah, dan para Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemerintah Kabupaten Mempawah.

Dalam pertemuan tersebut, terungkap tiga isu penting terkait pemanfaatan Proyek Strategis Nasional (PSN) Pelabuhan Kijing, yaitu optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD), persuasi ke pemilik kapal yang menyandarkan kapalnya di Pelabuhan Kijing, dan perubahan bagi hasil pendapatan ekspor minyak sawit dari Pelabuhan Kijing.

“Dari tiga poin tersebut, kita tentukan rencana aksi yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Mempawah. Kita harus melakukan intervensi melalui program atau kegiatan Pemerintah Kabupaten Mempawah,” ujar Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Kalbar Rudy M. Harahap.

Rudy juga menyampaikan, untuk mengoptimalkan PAD, Pemerintah Kabupaten Mempawah harus melakukan penilaian ulang Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pelabuhan Kijing. Ini dapat dilakukan bekerja sama dengan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kalbar.

Kedua, katanya, merancang kegiatan persuasif untuk mengajak para pemilik kapal menyandarkan kapalnya di Pelabuhan Kijing.

Ketiga, terkait peningkatan bagi hasil, Pemerintah Kabupaten Mempawah harus melakukan rapat rekonsiliasi data ekspor bersama Kantor Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kalbar dan pihak Pemerintah Kota Pontianak.

“Pemanfaatan proyek strategis nasional tidak dapat hanya melibatkan Pemerintah Kabupaten Mempawah saja, tetapi memerlukan kolaborasi berbagai pihak secara terintegrasi,” ujar Rudy.

Rudy juga menyampaikan, Pemerintah Kabupaten Mempawah harus mengendalikan program atau kegiatan yang dijalankan oleh stakeholders di Mempawah. Dengan demikian, tercipta kolaborasi yang memberikan dampak maksimal.

Dari sejumlah literatur yang dihimpun Suara Pemred, meski letaknya strategis, kedalaman laut yang cukup, fasilitas dan dermaga untuk kapal peti kemas sudah siap disandari kapal-kapal besar, namun Terminal Pelabuhan Kijing kabarnya masih belum banyak dilirik pelayaran kontainer.

Ada sejumlah faktor penyebabnya, diantaranya karena selain belum dilengkapi alat bongkar muat (crane), juga akses jalan dari dan ke Kijing masih belum memadai.

Faktor lainnya, mayoritas pemilik barang juga gudangnya berada di Kota Pontianak, sehingga lebih memilih mengapalkan barangnya melalui Pelabuhan Dwikora di Kota Pontianak. Sementara biaya bongkar muat di Terminal Kijing juga dinilai tinggi. 

“Pelaku usaha logistik ataupun perusahaan pendukungnya masih banyak yang beroperasi di Kota Pontianak. Sehingga kalau hanya dengan infrastruktur jalan yang ada saat ini menuju Kijing maka kemacetan tidak bisa dihindari sehingga biaya pengangkutan daratnya menjadi tidak efisien,” kata Ketua Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) Kalbar, Hamdan Godang kepada wartawan, beberapa waktu lalu.

Owners PT PBM Berkah Utama Dua, Syahril Muhtar mengatakan bahwa kendala yang dihadapi dikarenakan biaya bongkar muat yang berlaku di Pelabuhan Kijing untuk non petikemas atau kargo umum masih lebih tinggi ketimbang yang berlaku di Pelabuhan Dwikora Pontianak.

“Contoh, biaya bongkar muat di Kijing sekitar Rp80 ribu hingga Rp90 ribu per ton sudah termasuk alat (crane). Namun kalau pakai crane sendiri dapat potongan atau discount Rp2 juta-an per jam. Sementara kalau di Pelabuhan Dwikora tarif bongkar muatnya hanya Rp35 ribuan per ton,” ujar Syahril.

Sementara, Ketua DPD Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Kalbar, Imam Darmawan Vidya menilai keterbatasan akses infrastruktur (khususnya jalan darat) dari dan menuju Kijing mengakibatkan ongkos angkutan trucking lebih mahal.

“Sebagai contoh tarif angkut dari Kijing ke gudang Bulog Wajo di Mempawah yang berjarak sekitar 100 kilometer saja, ongkos angkut truckingnya bisa diatas Rp.100 ribuan/ton,” ujar Imam.

Dengan kondisi seperti itu, kata Imam, kemungkinan besar para pemilik barang ataupun perusahaan pelayaran mesti menghitung ulang cost operasionalnya jika harus melalui Pelabuhan Kijing.

Karenanya, pemerintah daerah diharap dapat turut mendukung penyiapan akses yang lebih mumpuni di Kijing.

Saat Gubernur Kalbar Sutarmidji masih menjabat, dia mengajak semua pihak, terutama pihak otoritas terkait Pelabuhan Internasional Kijing untuk menyusun strategi pengoptimalan pelabuhan tersebut sebagai pintu gerbang ekspor dan impor barang. 

Menurutnya keberadaan Pelabuhan Internasional Kijing akan menjadi fasilitas penting untuk kemajuan Kalbar.

“Pelabuhan kijing itu sangat strategis, kalau Batam gagal menyaingi Singapura, jangan sampai Kijing seperti itu," kata Sutarmijdi.

Menurutnya, negara yang ekonominya berkepentingan di jalur laut akan membuat kawasan saingan. Dan belajar dari Pelabuhan Batam, katanya, keberadaannya bisa dirusak dari dalam maupun luar sehingga tujuan awal pembangunan pelabuhan tersebut jadi kurang tercapai.

"Dan saya tidak ingin pelabuhan Kijing juga seperti itu, sehingga kita harus memiliki perencanaan yang benar-benar baik untuk mengoptimalkan," tuturnya.

Sutarmidji mengatakan bahwa pelabuhan Kijing yang dekat dengan negara-negara pengekspor bisa menjadi pelabuhan yang diprioritaskan dan diperhitungkan.

 "Kita dekat dengan Malaysia, dekat dengan China, Jepang, Korea, bahkan Eropa dan ini merupakan negara pengekspor yang akan ada di Kalbar sehingga kekuatan, keamanan kita di laut harus jadi perhitungan," katanya.

Ia berharap pembangunan pelabuhan Kijing bisa cepat selesai dengan bangunan yang baik sehingga pihak swasta bisa membangun kawasan industri di dekat kawasan tersebut.

"Kijing itu sangat strategis karena menjadi pintu ekspor negara-negara yang memang tujuan ekspor kita, dan itu harus kita kawal. Itu juga sudah saya sampaikan ke Presiden waktu di Balikpapan kemarin untuk secepatnya diresmikan, saat dicek di Pelindo pengerjaan, kemungkinan April ini akan selesai," kata Sutarmidji.

Terus Meningkat

Junior Manager Terminal Kijing, Helmi M. Yusup mengungkapkan Pelabuhan Internasional Kijing di Mempawah akan terus dikembangkan untuk mengantispasi peningkatan arus barang di wilayah tersebut.

Menurut Helmi, kehadirian fasilitas Terminal Kijing telah menarik minat investor untuk melakukan investasi di Kabupaten Mempawah yang dapat menyerap tenaga kerja. Setidaknya sudah ada sejumlah perusahaan yang sedang membangun di lahan milik Pelindo.

“Dari dua perusahan ada sekitar 30 hektare yang sedang dibangun atau dikerjakan. Diperkirakan jika perusahaan mulai beroperasi akan dapat menyerap tenaga kerja hampir 1.000 orang,” kata Helmi.

Lahan milik Pelindo sendiri menurutnya ada sekitar 200 hektare, dimana 124 haktare diantaranya merupakan lahan komersial yang terbuka bagi para investor lokal mapun investor di luar Kalbar.

“Jadi salah satu peluang yang terbuka saat ini salah satunya dari jasa transportir atau angkutan, karena kegiatan-kegiatan dari gudang ke palabuhan perlu alat transportasi,” ujarnya.

Selain itu, peluang lain yang sangat terbuka adalah usaha pergudangan. Menurutnya ini bisa jadi peluang yang bagus bagi investor-investor lokal, karena gudang-gudang besar di Kabupaten Mempawah nyaris tidak ada.

“Yang terdekat adanya di wilayah Wajok dan Singkawang. Nah artinya di Kecamatan Sungai Kunyit, Kabupaten Mempawah ini terbuka lebar sekali peluang untuk investasi di pergudangan, khususnya gudang-gudang yang besar,” imbuhnya.

Helmi menjelaskan, Terminal Pelabuhan Kijing saat ini lebih dominan melayani bongkar muat cargo curah cair dan turunannya serta curah kering, dimana kapal yang datang tak hanya dari berbagai kabupaten di Kalbar, seperti Sambas, Tayang, dan Sintang.

“Untuk saat sekarang yang paling dominan kegiatan bongkar muat curah cair seperti produksi sawit seperti Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya. Sementara untuk curah kering seperti bukil, karnel dan batu bara,” ungkapnya.  

Adapun untuk kegiatan bongkar muat batu bara yang selama ini sudah berjalan yakni dari sebuah perusahan yang berjarak sekitar tujuh kilometer dari Pelabuhan Kijing. Kemudian beberapa minggu terakhir juga ada bongkar muat batu bara untuk supporting kegiatan smalter PT Borneo Alumina Indonesia (BAI).

Menurutnya saat ini kapal-kapal yang bongkar muat di Pelabuhan Kijing tak hanya dari dalam negeri, tapi juga dari luar negeri. Dari luar negeri misalnya membawa bahan baku pupuk dari Rusia, beras dari Pakistan, dan sejumlah barang material konstruksi dari China.

Sementara dalam negeri kapal-kapal dari Jakarta, Palembang, Jambi, Kalimantan Tengah dan dari beberapa kabupaten di Kalbar.

“Artinya ketika Pelabuhan Kijing ini dibangun, proses untuk kapal dari dan keluar negeri sangat besar. Seperti untuk produk curah hampir semuanya diekspor,” ujarnya.

Helmi membantah jika kunjungan kapal maupun aktivitas bongkar muat di pelabuhan sepi. Justru menurutnya secara volume kunjungan kapal dari tahun ke tahun cenderung meningkat.

“Nah jika dermaga terlihat sepi itu karena memang kita batasi akses orang untuk masuk. Yang bisa masuk hanya orang-orang yang berkepentingan. Kebutulan untuk kegiatan curah cair kita juga sudah menggunakan pipa. Jadi yang paling banyak kelihatan ada aktivitas itu saat bongkar muat beras, itu pun dibatasi jumlahnya sesuai kebutuhan. Selain itu dengan panjang jalan menuju dermaga (trestle) sepanjang 3,45 kilometer membuat kesan bahwa sepi dari orang dan kendaraan,” jelasnya.

Adapun terkait akses jalan dari dan menuju Pelabuhan Kijing, pihaknya selaku pengelola berharap jika pelabuhan ini beroperasi penuh kedepan, atau kegiatan bongkar buat peti kemas di Pelabuhan Dwikora Pontianak dialihkan ke Pelabuhan Kijing, ditambah kegiatan curah kering maupun kegiatan curah cair, akses jalan dapat dilebarkan.

“Untuk jangka pendek kita berharap ada pelebaran bahu jalan, baik dari dan menuju Pelabuhan Kijing ke Pontianak, maupun  dari dan menuju Pelabuhan Kijing ke Pantai Utara, Singkawang dan sekitarnya. Untuk jangka panjang kita berharap pembangunan Jembatan Tol dapat direalisasikan seperti yang disampaikan Presiden saat peresmian,” harapnya.

Sebelumnya, General Manager Pelindo II Pontianak Hambar Wiyadi menyebutkan arus kunjungan kapal di Terminal Kijing selama periode Januari-Juli 2023 sudah ada 266 kunjungan kapal dengan muatan 884 ribu ton curah cair dan 63 ribu ton curah kering di Pelabuhan Kijing Kabupaten Mempawah.

Angka ini meningkat dari jumlah kunjungan kapal selama 2022 yang hanya 154 unit kapal (555.607 GT) atau telah terjadi peningkatan sebesar 73 persen untuk unit-nya dan 54 persen untuk GT-nya.

Jenis kapal yang melakukan kegiatan bongkar muat pada periode Januari-Juli 2023 yang terbanyak jenis Tongkang Curah Cair sebanyak 85 unit (49 persen), Kapal Curah Cair 61 unit (35 persen), Kapal General Cargo 18 UNIT (10 persen) dan Kapal Curah Kering 11 unit (6 persen).

Sementara, total arus barang dalam periode Januari-Juli 2023 sebesar 850.076 ton, yang terdiri dari komoditi barang curah cair 742.739 ton, Curah Kering 47.721 ton dan General Cargo sebanyak 68.616 ton.

Adapun barang curah cair berupa komoditi jenis CPO dan turunannya di ekspor sebanyak 383.500 ton berupa Refined, Bleached and Deodorized (RBD) Palm Olein 173.510 Ton (45,2 persen), Fatty Acid Methyl Ester (FAME) 67.176 ton (17,5 persen), RBD Palm Oil 60.943 ton (15,9 persen), Palm Kernel Meal Expeller 29.711 ton (7,7 persen), Palm Fatty Acid Distillate 25.418 ton (6,6 persen), Crude Glycerine 18.901 ton (4,9 persen) dan Palm Methyl Ester 7.841 ton (2 persen).

Sebagian besar barang-barang tersebut di ekspor dengan tujuan ke 10 negara seperti China, Korea Selatan, India, Vietnam, Bangladesh, Pakistan, Thailand, Philipina, Malaysia dan Singapore.

"Untuk produksi Pelabuhan Kijing telah berkembang pesat, ini menjadi peluang besar Kalbar terus maju. Pelabuhan Kijing saat ini sudah menjadi hub bagi daerah lainnya seperti Riau dan Jambi," ujar Hambar Wiyadi di Pontianak.

Ia mengatakan di Pelabuhan Kijing untuk komoditas minyak sawit mentah (CPO) berasal dari Kalbar 32,4 persen, Riau 21,3 persen dan Jambi 19, 1 persen.

"Sedangkan kargo muatan peti kemas masih didominasi oleh kebutuhan domestik 90,6 persen dan ekspor hanya 9,4 persen dengan produksi per Juli sebesar 139 ribu teus," katanya.

Terusan Kra

Pengamat Ekonomi Fahmi mengungkapkan Pelabuhan Kijing memiliki potensi yang sangat besar apabila pembangunan dan pengembangan Terusan Kra di Thailand bisa diwujudkan. Keberadaan Terusan Kradi  Thailand akan menjadi magnet pertumbuhan di wilayah Asean.

Lantaran akan memotong jalur yang panjang dan biaya logistik menjadi semakin lebih murah. Dengan pembukaan Terusan Kra di Thailand sejumlah wilayah di Indonesia akan berkembang seperti Aceh. Kemudian Provinsi Kalbar dengan Pelabuhan Kijing memiliki potensi yang luar biasa.

“Dengan kondisi itu Singapura akan terdampak besar karena kalau dari biaya logistik sangat memungkinkan dari Pelabuhan Kijing untuk menuju ke wilayah bawah,” ungkap Fahmi.

“Permasalahan sekarang seberapa siap kita menangkap peluang itu apabila memang Thailand telah siap untuk membuka Terusan Kra,” sambungnya.

Fahmi menyebut meskipun membuka Terusan Kra tidak mudah karena kepentingan Singapura pasti dibantu oleh persekutuan. Namun tidak juga menjadi masalah jika Kalbar mempersiapkan diri apabila kedepan Terusan Kra di Thailand bisa diwujudkan. Hal ini tentu akan terjadi loncatan besar dari Laut China Selatan bisa ke Pelabuhan Kijing.

“Ini transaksi antar pulau bahkan antar negara di sekitar bisa berdampak besar. Tentu Singapura memiliki kepentingan besar sekali untuk daerah sekitar Pelabuhan Kijing ini,” jelasnya.

Ia mengungkapkan Kalbar perlu mempersiapkan diri dengan mdibuatkan blueprint apabila skenario tersebut berjalan maka sudah memiliki infrastruktur. Apalagi biaya yang sudah dikeluarkan untuk pembangunan Pelabuhan Kijing sangat besar. Maka harus dioptimalkan agar tidak hany menjadi pelabuhan penumpang pengganti Dwikora.

“Maka perlu blue print yang jelas untuk Pelabuhan Kijing walaupun kita tahu biaya dan keuntungan harus dihitung betul karena ini bukan hanya bicara sederhana terkait bongkar muat atau lainnya tetapi bicara berapa investasi yang ditanamkan lalu berapa yang diharapkan kembali,” ungkap Fahmi.

Dikatakannya Pelabuhan Kijing juga memerlukan regulasi yang menjadikan kawasan tersebut terpadu dengan otoritas tertentu. Disamping itu juga dibutukan akselerasi komiditas unggulan yang ada di Kalbar seperti Kelapa Sawit, Karet dan Perikanan. Sehingga saat keluar dari Kalbar bukan menjadi produk biasa.

Kemudian juga dibutuhkan relokasi bisnis yang ada diluar baik Pulau Jawa, Sulawesi dan Kalimantan lantaran selama ini Kalbar selalu mengeluarkan barang barang kita lewat pelabuhan diluar seperti Medan, Jakarta, Surabaya. Namun sekarang diharapkan Pelabuhan Kijing bisa menjadi pintu keluar komoditas Kalbar.

“Apalagi kalau kita melihat IKN merupakan satu keniscayaan kalau dikaitkan dengan IKN pintu keluar Kalimantan yakni Kalbar,” pungkasnya.

Dukung Hilirisasi Bauksit di Kalbar

Komisaris Utama PT Mitra Jasaindo Mineral (MJM), Efferiyardi Prianata, ST mengatakan, pihaknya selaku pengusaha lokal ikut berkontribusi mendukung hilirisasi industri bauksit di Kalbar dengan menyediakan jasa angkutan untuk kebutuhan pembangunan Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) PT Borneo Alumina Indonesia (BAI) di Kabupaten Mempawah.

“Kami mengambil peran disana sebagai perusahaan lokal di Kalbar yang menyediakan jasa angkutan. Kami ikut mendukung kelancaran pembangunan smalter terutama terkait proses distribusi atau pengangkutan material batu bara. Kami ingin menunjukan bahwa perusahan lokal mampu bersinergi dengan perusahaan-perusahaan nasional yang notabane milik negara,” katanya.

Saat ini kata Efferiyardi, pihaknya sudah terlibat untuk pengangkutan material batu bara. Terhitung sudah dua kali proses pengakutan dari Pelabuhan Internasioanl Kijing ke lokasi proyek pembangunan smelter PT BAI.

“Terhitung ini sudah pengakutan dari tongkang kedua. Kita target tiga hari ke depan sudah selesai,” katanya kepada Suara Pemred.

Efferiyardi menambahkan, kedepan seiring dengan bertambanhnya volume dan aktifitas di Pelabuhan Internasioanl Kijing, pihaknya ingin dapat lebih berkontribusi dan memberikan dampak yang positif bagi masyarakat lokal di Kecamatan Sungai Kunyit dan Kalbar umumnya. 

Dengan adanya industri hilirisasi ini tentunya kami juga ingin masyarakat di sekitar wilayah pembangunan smelter ini dapat turut berperan serta dan merasakan dampak ekonominya. Untuk itu diharapkan masyarakat atau tenaga kerja lokal yang ada dapat meningkatkan skill dan kemampuannya sesuai syarat yang telah ditentukan.

“Meski sebagian besar kami melibatkan pekerja lokal, tapi memang kami harus memberikan masukan kepada masyarakat atau pekerja local bahwa untuk ikut berkontribusi atau bekerja diperlukan

“Aturan penggunaaan alat berat atau alat anggutan yang ada di jalan tambang itu berbeda dengan yang ada di jalan umum. Ada aturan-aturan yang ketat yang harus memenuhi. Jadi harus dapat meningkatkan kompetensinya melalui pelatihan atau lainnya,” ujar Efferiyardi.

Sementara itu, Rita Koesnadi, Komisaris PT MJM mendukung penuh geliat kegiatan usaha pertambangan di Kalbar. Menurutnya, hadirnya Terminal Kijing memberikan peluang, sekaligus tantangan bagi pengusaha lokal di Kalbar.

Untuk itu menurutnya, pembangunan Terminal Kijing yang merupakan Proyek Strategis Nasional ini mesti didukung penuh oleh stakeholder dan masyarakat, sehingga dapat menciptakan peluang pertumbuhan ekonomi dan suksesnya program hilirisasi industri.

“Saya mendukung pengusaha lokal untuk ikut berkontribusi dalam hilirisasi industri. Apalagi dengan adanya Pelabuhan Internasional Kijing ini kedepan akan membawa dampak pengembangan infrastruktur dan peluang bagi pengusaha lokal,” kata Rita. (ind/ben/din)

Berita Terkait

Baca Juga

Komentar Anda