Nasional post authorAju 02 Maret 2021

Komunitas Flores dan Dayak Minta Polri Tangkap Yahya Waloni

Photo of Komunitas Flores dan Dayak Minta Polri Tangkap Yahya Waloni Yahya Waloni

JAKARTA, SP – Ketua Komunitas Masyarakat Flores dari Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Petrus Selestinus, dan Praktisi Religi Dayak Kantuk Provinsi Kalimantan Barat, Tobias Ranggie, mendesak Kepala Polisi Republik Indonesia, Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, menangkap Ustadz Yahya Waloni (50 tahun).

Keduanya menilai, ceramah Yahya Waloni, mengkalim dirinya mantan Pendeta, dan tersebar di media sosial, sudah sangat meresahkan, karena mendiskreditkan prinsip keimanan di dalam Agama Kristen.

“Kalau dibiarkan berlarut-larut, bisa menimbulkan kemarahan masyarakat,” kata Petrus Selestinus, Selasa, 2 Maret 2021.

Dikatakan Petrus Selestinus, beredar secara luas video rekaman berisi ceramah agama Yahya Waloni, yang dalam ceramahnya itu terdapat narasi yang berisi kata dan kalimat yang patut diduga sebagai tindak pidana penodaan agama Kristen.

Menurut Petrus Selestinus, berdasarkan informasi yang berhasil dikumpulkan diperoleh penjelasan bahwa terkait rekama video yang beredar berisi kata dan kalimat yang provokatif.

Kemudian, menodai agama Kristen yang dianut oleh umat Kristen. Yahya Waloni sudah dilaporkan oleh Masyarakat di beberapa Polda dan juga di Bareskrim Polri, namun hingga saat ini belum ditindaklanjuti dalam bentuk penyelidikan dan penyidikan.

Isi rekaman video yang beredar dan berisi narasi Yahya Waloni itu mengingatkan kita pada rekaman video penistaan agama yang beredar bersumber dari caramah Mohammad Rizieq Shihab (MRS) yang saat ini sudah menjadi alat bukti dalam puluhan Laporan Polisi di Polisi Daerah Metropolitan Jakarta Raya.

“Namun sama nasibnya, yaitu belum diproses secara proyustisia oleh Polisi Daerah Metropolitan Jakarta Raya, atau Badan Reserse Kriminal Polisi Republik Indonesia, sesuai Kitab Hukum Acara Pidana, atau KUHAP,” ujar Petrus Selestinus.

Lemahnya Polri menghadapi penyelidikan dan penyidikan kasus-kasus penistaan agama Kristen oleh sejumlah pihak termasuk yang diduga dilakukan Yahya Waloni dan MRS membuktikan Polri masih bersikap diskriminatif terhadap Laporan Polisi terkait dugaan penistaan agama Kristen dan agama agama minoritas lainnya.

Padahal hukum positif kita, ujar Petrus Selestinus, sudah mengaturnya di dalam pasal 156, 156a dll KUHP dan juga dalam pasal 28 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2018, tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Namun penegakan hukumnya tidak jalan, hanya karena Polri belum memiliki kemaun politik yang baik untuk memenuhi kewajiban hukumnya.

Pemerintah sebaiknya membentuk Satuan Tugas Pemberantasan Kejahatan Penodaan Agama sebagai salah satu upaya untuk merawat kebhinekaan yang di dalamnya ada Polri, Ulama, Pendeta/Pastor dan lain-lain dari 6 agama di Indonesia dan bekerja secara independen dan hasilnya diserahkan kepada Polri untuk diteruskan ke Peneuntutan.

“Jika tidak ini sama dengan gunung es yang mengancam persatuan dan kesatuan terutama menjaga kohesivitas masyarakat yang beragam,” ungkap Petrus Selestinus.

“Karena itu Polri segara proses hukum Yahya Waloni, Rizieq Shihab dan lain-lain sesuai hukum naaional yang berlaku,” tambah Petrus Selestinus.

Tobias Ranggie, mengatakan, kalau dilihat dari materi rekaman video ceramah Yahya Waloni yang beredar, sudah termasuk hate speech atau ujaran kebencian, sehingga seharusnya segera diproses, sesuai ketentuan yang berlaku.

Dikatakan Tobias Ranggie, kalau memang benar, Yahya Waloni sebelumnya seorang Pendeta, itu, haknya, tidak perlu diperdebatkan. Karena itu, soal keimanan seseorang.

“Tapi kalau dijadikan alat untuk hate speech dan menilai sinis, menodai agama lain, tidak bisa dibenarkan,” ujar Tobias Ranggie. *

Wartawan: Aju

Berita Terkait

Baca Juga

Komentar Anda