JAKARTA,SP - Komite III DPD RI menyoroti pentingnya peningkatan mutu pendidikan keagamaan di Indonesia, terutama nasib para guru agama. Hal tersebut disampaikan dalam rapat kerja Komite III DPD RI bersama Kementerian Agama dengan agenda pembahasan Realisasi Program Kerja dan Anggaran Kementerian Agama RI Tahun 2024, Rencana Program Kerja dan Anggaran Kementerian Agama RI Tahun 2025, Persiapan Haji Tahun 2025 M/1446 H, dan Peningkatan Mutu Pendidikan Keagamaan, di Gedung DPD RI, Senayan, Jakarta, Senin (2/12/24).
“DPD RI memiliki peran strategis dalam memperjuangkan kepentingan daerah, termasuk dalam bidang agama, pendidikan, sosial, terutama nasib para guru agama, dan guru madrasah swasta, agar diperhatikan oleh kementerian agama," tegas Ketua Komite III DPD RI Filep Wamafma didampingi Wakil Ketua Komite III Dailami Firdaus, Jelita Donal, dan Erni Daryanti.
Komite II DPDI melihat masih banyak pendidik di bawah Kemenag yang berstatus non ASN (swasta) dan belum mendapatkan sertifikasi. Sebagai contoh untuk jumlah guru madrasah yang telah tersertifikasi berdasarkan data Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), hingga saat ini hanya 39,2%. Sehingga masih terdapat 484.737 (atau 60,8%) guru madrasah yang belum mengantongi sertifikat pendidik, begitu juga pendidikan agama lainnya.
"Kami mendorong untuk anggaran Kemenag TA 2025, khususnya untuk fungsi pendidikan akan dialokasikan untuk sertifikasi guru, peningkatan sarana dan prasarana perguruan tinggi keagamaan negeri, pemenuhan kekurangan anggaran pada operasional pendidikan, serta program revitalisasi madrasah dan sekolah," kata Filep.
Pada forum rapat kerja tersebut, Menteri Agama RI Nasaruddin Umar dan Wakil Menteri Agama Muhammad Syafi’i langsung menanggapi sekaligus menyoroti berbagai persoalan isu-isu krusial yang meliputi penguatan pendidikan agama berbasis karakter, optimalisasi layanan haji dan umrah, serta beberapa persoalan keagamaan lainnya.
“Kementerian Agama telah menyiapkan 3 area dalam rangka pelaksanaan Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) Nasional, yaitu mempersiapkan peserta didik di lingkungan Kemenag sebagai penerima bantuan gizi. Program ini mencakup madrasah/sekolah Keagamaan, dan pesantren. Revitalisasi Sarana dan Prasarana Madrasah, dan Rekrutmen Calon ASN,” ujarnya.
Nasaruddin Umar mengatakan, agenda kinerja Kementerian Agama pada tahun 2025 telah diselaraskan dengan Asta Cita seperti upaya peningkatan kerukunan umat beragama, peningkatan kualitas layanan umat beragama, peningkatan tata kelola dan pemanfaatan dana masyarakat berbasis keagamaan, peningkatan kualitas pendidikan agama dan keagamaan, serta peningkatan kualitas tata kelola pemerintahan yang baik.
"Untuk tahun 2025, program kerja Kementerian Agama diselaraskan dengan visi ‘Indonesia Maju’, sehingga program kementerian perlu merujuk dengan misi Presiden RI yang menekankan pada pembangunan berkelanjutan dan inklusif," tutur Nasaruddin.
Menteri Agama menambahkan dalam upaya mempercepat Pendidikan Profesi Guru (PPG) untuk Guru Madrasah, Guru Pendidikan Agama Kristen, guru pendidikan agama Katolik, guru Pendidikan Agama Hindu, Guru Pendidikan Agama Buddha, pada tahun 2025, Kemenag telah merencanakan percepatan penyelesaian PPG bagi guru dalam kurun waktu dua tahun.
“Kementerian Agama saat ini, melalui Direktorat Jenderal Pendidikan sedang mengusulkan kepada Kementerian Keuangan untuk penambahan pembiayaan PPG tahun 2025," ungkap Rektor Universitas PTIQ (Pergurun Tinggi Ilmu Al-Qur'an) Jakarta itu.
Menutup rapat kerja, Ketua Komite III DPD RI Filep Wamafma berharap Kementerian Agama, dengan visi membangun kehidupan keagamaan yang inklusif dan moderat, memiliki tanggung jawab strategis dalam menjamin pemenuhan hak beragama, meningkatkan mutu pendidikan keagamaan, serta menjaga kerukunan umat beragama. Dalam konteks ini, sinergi dengan DPD RI menjadi langkah penting untuk menjembatani kebijakan nasional dengan kebutuhan dan aspirasi daerah.
"Hal ini bertujuan untuk memastikan kebijakan yang dihasilkan mampu memberikan dampak positif yang merata dan untuk semua agama di seluruh wilayah Indonesia," kata Filep.
Sertifikasi dan Haji
Menurut Filep, pada prinsipnya harus berdasarkan keadilan, baik swasta maupun negeri itu tidak ada perbedaan. "Hak-hak guru, sarana prasarana dan fasilitas harus adil termasuk kenaikan anggaran pendidikan di Kemendikdasmen, lembaga pendidikan di bawah Kemenag juga harus naik. Baik pendidikan Islam maupun non mislim. Semua kita serahkan kepada Kemenag RI," tambahnya.
Khusus gaji, sertifikasi guru madrasah dan pesantren yang mencapai 500 ribu orang, semua itu kata Menag RI akan butuh penyelesaian selama sekitar dua tahun. Juga akan disesuaikan dengan kemampuan keuangan negara dan beasiswa lain dari dalam maupun bantuan dari luar negeri termasuk PDP. "Semua akan disesuaikan dengan keuangan negara (APBN) dan dibicarakan dengan instansi lain," ujarnya.
Karena itu pentingnya pemerataan dan sosialisasi informasi terkait penyetaraan fan sertfikasi itu ke masyarakat di daerah khususnya. "Jangan sampai ada kelompok masyarakat yang tertinggal informasi, sehimgga tidak siap ketika diminta melengkapi pemberkasan. Maka, tak boleh ada perbedaan informasi antara pusat dan daerah, atau antara provinsi dan kabupaten/kota sampai ke kecamatan dan desa-desa. Semua harus diberi ksempatan yang sama, karena anak bangsa ini sama-sama memiliki andil dalam kemerdekaan dan membangun bangsa ke depan," ungkapnya.
Khusus haji menurut Nasaruddin Umar akan berjalan seperti.biasa, karena pelaksanamya meski Badan Pelaksana Haji sama dengan Kemenag RI, presidennya juga sama. "Gak ada perubahan untuk pelaksanaan ibadah haji. Baik Kemenag RI maupun Badan Haji sama saja, sama-sama di bawah presiden. Kita memgacu pada regulasi dan sistem yang ada, tinggal tunggu waktu kecuali kemungkinan ada perubahan," pungkasnya.(nif)