Nasional post authorKiwi 09 Maret 2025

Mentan Tutup dan Cabut Izin Perusahaan Minyakita

Photo of Mentan Tutup dan Cabut Izin Perusahaan Minyakita

JAKARTA,SP - Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke Pasar Jaya Lenteng Agung, Jakarta Selatan pada Sabtu (8/3) dan menemukan tiga perusahaan Minyakita yang diduga melakukan pelanggaran.

Ia meminta perusahaan ini ditutup dan izinnya dicabut jika mereka terbukti melanggar.

"Kita tidak boleh membiarkan praktik semacam ini terus terjadi. Pemerintah berkomitmen untuk melindungi kepentingan masyarakat. Saya

sudah berkoordinasi dengan Kabareskrim dan Satgas Pangan. Jika terbukti ada pelanggaran, perusahaan ini harus ditutup dan izinnya dicabut. Tidak ada ruang bagi pelaku usaha yang sengaja mencari keuntungan dengan cara yang merugikan rakyat," ujar Amran dalam keterangan resmi, Sabtu (8/3).

Amran melakukan sidak untuk memastikan ketersediaan sembilan bahan pangan pokok tersedia untuk masyarakat.

Dalam sidak tersebut, ia menemukan minyak goreng kemasan dengan merek Minyakita yang tidak sesuai aturan dan di atas Harga Eceran Tertinggi (HET).

Menurutnya, hal ini merupakan pelanggaran serius, yakni Minyakita kemasan yang seharusnya berisi 1 liter ternyata hanya memiliki volume 750 hingga 800 mililiter.

Minyak yang menyalahi aturan tersebut diproduksi oleh PT Artha Eka Global Asia, Koperasi Produsen UMKM Koperasi Terpadu Nusantara (KTN), dan PT Tunasagro Indolestari.

Selain volume yang tidak sesuai, harga jualnya juga melebihi HET yang ditetapkan pemerintah. Di kemasan tertulis harga Rp15.700 per liter, tetapi minyak ini dijual dengan harga Rp18.000 per liter.

Amran menyebut praktik seperti ini merugikan masyarakat dan tidak bisa ditoleransi. Ia meminta agar perusahaan yang terbukti melakukan pelanggaran segera diproses secara hukum dan ditutup.

"Kami turun langsung ke pasar untuk memastikan pasokan dan kualitas pangan, salah satunya minyak goreng bagi masyarakat, tetapi justru menemukan pelanggaran. Minyakita dijual di atas HET, dari seharusnya Rp 15.700 menjadi Rp 18.000," tutur Amran.

"Selain itu, volumenya tidak sesuai, seharusnya 1 liter tetapi hanya 750 hingga 800 mililiter. Ini adalah bentuk kecurangan yang merugikan rakyat, terutama di bulan Ramadan, saat kebutuhan bahan pokok meningkat," tambahnya.

Amran menyebut praktik seperti ini merugikan masyarakat dan tidak bisa ditoleransi. Ia meminta agar perusahaan yang terbukti melakukan pelanggaran segera diproses secara hukum dan ditutup.

Lebih lanjut, Amran mengingatkan para pelaku usaha untuk menaati regulasi yang berlaku. Ia menegaskan pemerintah akan terus melakukan sidak dan memastikan produk pangan yang beredar di pasaran sesuai standar yang telah ditetapkan.

"Saya ingatkan kepada semua produsen dan distributor, jangan bermain-main dengan kebutuhan pokok rakyat. Jika ada yang mencoba mengambil keuntungan dengan cara tidak jujur, pemerintah akan bertindak tegas. Kami tidak segan-segan menutup dan mencabut izin usaha yang terbukti melanggar aturan," pungkasnya.

Diketahui, pengusaha yang menjual bahan pangan di atas harga eceran tertinggi (HET) terancam hukuman pidana enam tahun penjara dan denda hingga Rp10 miliar.

Kepala Satgas Pangan Mabes Polri Brigjen Helfi Assegaf menegaskan sanksi ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.

"Untuk para pelanggar yang menjual harga pangan di atas HET, sesuai dengan Pasal 56 UU Pangan akan dikenakan sanksi administratif, yaitu pencabutan izin usaha maupun denda," ujar Helfi dalam acara Launching PosAgri Operasi Pasar Pangan Jelang Ramadan 2025 di Kantor Pos Fatmawati, Jakarta Selatan, Senin (24/2).

"Selain itu, UU Perlindungan Konsumen mengancam pelaku dengan hukuman enam tahun penjara dan denda Rp10 miliar," imbuhnya lebih lanjut.

Sanksi ini diberlakukan guna memastikan harga pangan tetap stabil, terutama menjelang Ramadan.

Dalam kesempatan sama, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menegaskan seluruh pengusaha dilarang menjual bahan pangan di atas HET. Di samping itu, pemerintah kini telah menggelar operasi pasar besar-besaran untuk menjaga stabilitas harga.

"Tidak boleh ada pengusaha menjual harga pangan di atas HET, khususnya beras, daging, minyak goreng, gula, ayam, telur, bawang putih, bawang merah, cabai dan seterusnya," tegasnya.

"Kalau ada yang mencoba menjual di atas HET, Satgas Pangan akan menindak tegas. Bahkan baru-baru ini ada yang mencoba menjual di atas HET dalam jumlah besar, tokonya langsung kami segel," tambah Amran.

Sementara itu, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menanggapi viralnya temuan minyak goreng merek Minyakita kemasan 1 liter yang ternyata hanya berisi 750 ml.

Ia memastikan kasus tersebut sudah ditindaklanjuti dan pihak yang bertanggung jawab telah dilaporkan ke polisi.

Menurut Budi, produsen yang terlibat dalam kasus ini adalah PT Navyta Nabati Indonesia (NNI), perusahaan yang sebelumnya juga pernah terlibat dalam kasus penimbunan pasokan Minyakita. Penimbunan tersebut menyebabkan kelangkaan stok dan lonjakan harga di atas harga eceran tertinggi (HET).

"Ya betul, yang pernah kita datangi dan tindaklanjuti itu. Tapi sekarang sudah ditindaklanjuti ke polisi ya," ujarnya dalam konferensi pers di Mal Sarinah, Jakarta Pusat, Rabu (5/3).

Budi menyebut video yang beredar kemungkinan merupakan rekaman lama, karena kasus ini telah ditindaklanjuti sebelumnya. Meski demikian, Kementerian Perdagangan akan melakukan klarifikasi terkait informasi yang beredar di media sosial.

Ia juga memastikan bahwa Minyakita dengan takaran yang tidak sesuai sudah tidak beredar lagi di pasaran.

Adapun produk Minyakita yang saat ini dijual dipastikan memiliki isi sesuai dengan takaran 1 liter. Selain itu, harga Minyakita juga telah kembali normal dengan HET sebesar Rp15.700 per liter.

"Yang lain 1 liter. Ya, dipastikan ya. Yang itu sudah tidak beredar lagi," tegasnya.

Sebelumnya, Mendag Budi menyegel gudang PT Navyta Nabati Indonesia (NNI) yang berlokasi di Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang, Banten.

Penyegelan dilakukan karena PT NNI, yang seharusnya beroperasi sebagai repacker minyak goreng, diduga melakukan serangkaian pelanggaran serius terkait produksi dan distribusi Minyakita.

Budi menyampaikan pelanggaran ini berdampak pada kenaikan harga minyak goreng, khususnya Minyakita di sejumlah wilayah.

"Pelanggaran pertama adalah SPPT SNI (Sertifikasi Produk Penggunaan Tanda Standar Nasional Indonesia) untuk Minyakita telah habis masa berlaku, namun PT NNI masih memproduksi Minyakita sehingga melanggar peraturan atau perundang-undangan yang berlaku," jelas Budi dalam konferensi pers di Gudang PT NNI, Jumat (24/1).

Selain itu, PT NNI pun tidak memiliki izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta tidak memenuhi syarat wajib sebagai repacker minyak goreng karena tidak memiliki Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KLBI) 82920.

Perusahaan itu juga diduga melakukan pemalsuan surat rekomendasi izin edar yang seolah-olah diterbitkan oleh Kementerian Perdagangan.

Lebih lanjut, PT NNI memproduksi Minyakita menggunakan minyak goreng non-DMO (domestic market obligation) dan diduga mengemas produk yang isinya kurang dari 1 liter.

Menurut Budi, hal itu bertentangan dengan informasi pada kemasan. Selain itu, penjualan yang seharusnya Rp14.500 sebagai repacker, justru dinaikkan menjadi Rp15.500. (cnn)

Keywords

Berita Terkait

Baca Juga

Komentar Anda