Nasional post authorKiwi 10 April 2021

Putar Lagu Bayar Royalti, Jokowi Teken PP 56 Tahun 2021 untuk Lindungi Hak Cipta

Photo of Putar Lagu Bayar Royalti, Jokowi Teken PP 56 Tahun 2021 untuk Lindungi Hak Cipta

JAKARTA, SP - Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 (PP 56/2021) tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu Dan/Atau Musik yang diteken Presiden Joko Widodo pada 30 Maret 2021, mewajibkan 14 tempat dan kegiatan membayar royalti dari penggunakan lagu dan/atau musik secara komersial maupun untuk layanan publik.

Aturan ini mempertegas implementasi Undang Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. 

PP 56/2021 memberikan perlindungan dan kepastian hukum terhadap pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait terhadap hak ekonomi, lagu, musik setiap orang yang melakukan penggunaan secara komersil.

Secara garis besar, Pasal 3 Ayat (2) aturan ini mewajibkan pembayaran royalti oleh setiap orang yang menggunakan lagu dan/atau musik secara komersial maupun untuk layanan publik.

Tempat dan kegiatan yang harus membayar royalti, yaitu seminar dan konferensi komersial; restoran, kafe, pub, bar, bistro, kelab malam, dan diskotek; konser musik.

Pesawat udara, bus, kereta api, dan kapal laut; pameran dan bazaar; bioskop; nada tunggu telepon; bank dan kantor; pertokoan; pusat rekreasi; lembaga penyiaran televisi; lembaga penyiaran radio; hotel, kamar hotel, dan fasilitas hotel; dan usaha karaoke.

Selain itu, terdapat pula aturan yang secara khusus memberikan keringanan tarif pembayaran royalti kepada pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang menggunakan lagu dan/atau musik secara komersial.

Ketentuan ini tercantum pada Pasal 11 Ayat (1) PP 56/2021 yang berbunyi: Setiap orang yang melakukan penggunaan secara komersial lagu dan/atau musik yang merupakan usaha mikro sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai usaha mikro, kecil, dan menengah diberikan keringanan tarif royalti.

Pasal 11 Ayat (2) menjelaskan tentang keringanan tarif pembayaran royalti oleh pelaku UMKM nantinya akan ditetapkan oleh menteri.

Pengelolaan royalti secara komprehensif ditunjang dengan sarana teknologi informasi. Yaitu pusat data lagu dan musik yang dikelola Direktorat Jenderal dan Sistem Informasi Lagu dan/atau Musik (SILM) yang membawahi Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKM).

Lembaga bantu pemerintah nonAPBN ini dibentuk oleh menteri berdasarkan UU mengenai hak cipta. LMKN berwenang menarik, menghimpun dan mendistribusikan royalti serta mengelola kepentingan hak ekonomi pencipta dan pemilik hak terkait di bidang lagu dan/atau musik.

Saat ini Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) terbagi menjadi dua, yakni LMK Hak Cipta dan LMK Hak Terkait. LMK Hak Cipta, seperti Wahana Musik Indonesia (WAMI) dan Karya Cipta Indonesia (KCI), menghimpun dan mendistribusikan royalti pencipta atau pemegang hak cipta dari karya yang didaftarkan.

LMK Hak Terkait seperti Anugrah Royalti Dangdut Indonesia (ARDI), Persatuan Artis Penyanyi Pencipta Lagu dan Pemusik Republik Indonesia (PAPPRI) dan PRISINDO, menghimpun dan mendistribusikan royalti pelaku pertunjukan seperti musisi dan produser dari karya yang didaftarkan.

Para pencipta lagu, penyanyi, pemusik hingga pelaku pertunjukan harus menjadi anggota salah satu LMK untuk mendapatkan hak ekonomi, termasuk royalti. Insan musik yang punya peran ganda sebagai pencipta lagu dan penampil bisa tergabung dalam dua LMK, yakni LMK Hak Cipta dan LMK Hak Terkait.

Keluhan Pengusaha

Pengusaha yang akan terkena aturan royalti dari penyetelan musik memberikan respons pada aturan anyar tersebut.

Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey menilai saat ini bukanlah waktu yang tepat, pasalnya banyak ritel yang tutup akibat tidak kuat menanggung beban operasional.

Bukan tidak mungkin, pengusaha ritel lebih memilih untuk tidak memutar lagu-lagu yang terkena aturan royalti.

"Kita nggak akan pasang lagu, musik, kita pasang lagu non royalti yang dari YouTube banyak dan sebagainya. Akhirnya pencipta lagi nggak bisa populerkan lagunya, kalau kita nggak pasang lagunya so what, kita punya hak," kata Roy.

Karena itu, perlu adanya kolaborasi antara pelaku usaha ritel, baik dengan pencipta lagi, penyanyi dan unsur-unsur yang ada di sisi industri musisinya, sehingga tercapai saling keuntungan gimana ritel bisa ikut mempopulerkan lagunya dan tarif royalti bisa disinergikan dengan baik

"Misal karena lagu baru sekaligus kita populerkan nggak dikenakan dulu, karena kita ingin populerkan kita ada bayar listrik. Setelah itu baru, kalau jadi tren, oke baru diperhitungkan, tapi gimana dasar pengenaannya ada dialog, bukan didukung karena ada regulasi jadi superpower," sebutnya.

Roy mengharapkan aturan yang tertuang dalam PP 56/2021 ini ditangguhkan dulu pelaksanaannya di masa pandemi Covid-19.

"Aprindo menyatakan untuk tidak dilakukan atau ditangguhkan dulu aturan-aturan semacam ini. Pengenaan royalti ini di dalam masa pandemi kiranya dapat ditangguhkan dulu," kata Roy.

Pasalnya, kewajiban membayar royalti ini menambah beban biaya pengusaha ritel di saat tengah berusaha untuk bertahan berniaga di masa pandemi.

"Terus terang kami masih terdampak di masa pandemi. Membuka toko saja sudah prihatin, apalagi mau dikenakan biaya macam-macam seperti royalti ini. Jadi pelaksanaan dari penetapan regulasinya, sebaiknya tidak dilakukan dalam masa pandemi ini," terangnya.

Selain itu, Roy meminta perlu ada sosialisasi, edukasi dan transparansi terhadap sistem pemerimaan royalti yang dilakukan oleh LMKN.

"Kan, katanya sudah ada lembaga untuk memungutnya itu. Jadi dengan kata lain, dapat disosialisasikan juga oleh LMKN selaku lembaga yang mengatur royalti ini," ungkap Roy.

Hal yang juga ditekankannya, aturan ini tidak mendesak untuk diterapkan. Bila pada akhirnya pemerintah tetap menerapkannya, menurut Roy, pengusaha ritel tak masalah jika tidak memutar musik di tokonya.

"Kami pelaku retail bisa saja nanti memilih tidak memutar musik atau menyetel musik yang tidak ada copyright-nya. Bila demikian, kasihan juga musisinya. Lagunya enggak disetel dimana-mana. Enggak dikenal orang, enggak laku lagi nanti. Ini disayangkan kalau harus dilakukan saat ini," katanya.

Aprindo mendorong, para musisi dan pihak-pihak yang mengajak retail untuk berkolaborasi. Roy meyakini, upaya kolaborasi ini bisa menjadi solusi atas ribut-ribut aturan royalti ini.

"Jadi, seperti yang sudah dilakukan salah satu gerai makanan misalnya. Dia jual CD lagu yang isinya musik hasil kolaborasi brand-nya dengan musisi tertentu. Ini yang harus didorong, bagaimana ritel diajak kerja sama mempopulerkan musisi, bukannya malah charging royalty" terang Roy.

Sementara itu dari sisi restoran pun serupa, Wakil Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) bidang Restoran Emil Arifin menyebut setuju asalkan momentumnya tepat. Saat ini, restoran pun menjadi salah satu sektor yang terkena dampak pandemi Covid-19.

"Prinsipnya setuju hormati artis-artis, seniman kita, tapi persoalannya penyalurannya harus benar, dan momentumnya lagi kaya begini. Ada kelonggarannya lah gimana ditahan dulu," sebut Emil.

Hak Ekonomi

Royalti yang dimaksud adalah imbalan atas pemanfaatan hak ekonomi suatu ciptaan atau produk hak terkait yang diterima pencipta atau pemilik hak terkait.

Sedangkan hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata, tanpa mengurangi pembatasan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Diketahui, royalti ini dibayarkan kepada Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan/atau pemilik Hak Terkait melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).

Dikutip dari situs lmkn.id, dijelaskan bahwa LMKN mempunyai kewenangan untuk mengkoleksi (mengumpulkan) royalti lagu atau musik dari para Pengguna Komersial.

"Sesuai dengan tarif yang ditetapkan dan disahkan dalam putusan Menteri dan mendistribusikannya kepada para Pemilik Hak Cipta dan Pemegang Hak Terkait," demikian dikutip dari situs LMKN.

Adapun jumlah besaran royalti yang harus dibayarkan, tarifnya, berbeda-beda tergantung dari bidang usaha kegiatannya. Situs resmi LMKN pun merinci perbedaannya. Contohnya, tarif royalti musik untuk usaha-usaha, seperti supermarket, pasar swalayan, mall, toko, distro, salon kecantikan, pusat kebugaran, arena olahraga hingga rumah pamer dipatok per ukuran ruangnya.

Tarifnya, setiap 500 meter persegi pertama ruang pertokoan, maka royalti untuk pencipta musik dan hak terkait adalah sebesar Rp4.000 per meter perseginya.

500 meter persegi selanjutnya ruang pertokoan akan dihitung royalti untuk pencipta musik dan hak terkait, senilai Rp3.500 per meter perseginya. 1.000 hingga 5.000 meter persegi selanjutnya bakal dihitung royalti untuk pencipta musik dan hak terkait sebesar Rp3.000 sampai Rp1.500 per meter perseginya.

"Penambahan selanjutnya, royalti pencipta dan hak terkait tiap meter persegi sebesar Rp1.000," tandas keterangan LMKN.

Rincian Aturan

Aturan wajib bayar royalti lagu telah diteken Presiden Joko Widodo melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/ atau Musik yang ditandatangani pada tanggal 30 Maret 2021 silam.

Tujuan dari adanya royalti lagu ini untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum terhadap Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan Pemilik Hak terkait hak ekonomi atas lagu/dan atau musik serta setiap orang yang melakukan penggunaan secara komersial lagu dan/atau musik dibutuhkan peraturan mengenai Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau musik.

Pada aturan tersebut, tertera kewajiban pembayaran royalti oleh semua orang yang menggunakan lagu atau musik secara komersil dalam bentuk pelayanan publik kepada pencipta, pemegang hak cipta, atau pemilik hak yang dijelaskan dalam pasal 3.

Pengelolaan royalti tersebut dilakukan oleh LMKN berdasarkan data yang terintegrasi pada pusat data lagu atau musik. Bagi pemilik bisnis layanan publik yang bersifat komersial seperti 14 tempat yang ditetapkan pada Pasal 3 ayat (2) dapat mengajukan permohonan lisensi kepada pemegang hak cipta atau pemilik hak melalui LMKN. Pada pasal 11 Ayat (1), Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021, diberikan keringanan tarif royalti kepada pelaku saha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).

Pada Pasal 14, royalti lagu yang dihimpun LMKN digunakan untuk tiga hal, yakni didistribusikan kepada pencipta, pemegang

Halaman Selanjutnya

Berita Terkait

Baca Juga

Komentar Anda