JAKARTA, SP - Informasi mengenai transaksi janggal Rp300 triliun telah mengharu-biru Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Ternyata kini Antiklimaks, dengan perkara duit gede itu reda dengan cepat, bahkan terlalu cepat.
Sebagaimana diketahui, informasi soal transaksi janggal Rp300 triliun itu muncul setelah Kemenkeu, khususnya Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai, disorot habis-habisan lewat berita mengenai Rafael Alun Trisambodo yang punya harta fantastis.
Sorotan ke Rafael selaku pejabat pajak di Jakarta muncul setelah anaknya, Mario Dandy Satriyo, menganiaya anak di bawah umur bernama David.
Sorotan ke Kemenkeu muncul lagi, tema masih sama yakni soal gaya hidup mewah penggawa pajak. Arah sorotan publik bergilir ke Kepala Kantor Pajak Madya Jakarta Timur Wahono Saputro, kemudian ke Kepala Bea Cukai Kantor Yogyakarta Eko Darmanto, dan Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono.
Kemudian muncul Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD membawa kabar bahwa dia mendapat informasi dari Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK). Mahfud mengatakan ada transaksi janggal senilai Rp300 triliun.
Info yang dibawa Mahfud MD itu tentu saja bikin heboh. Sampai-sampai, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dan Mahfud MD pun mengadakan jumpa pers bareng di kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Sabtu (11/3) lalu.
Mahfud kemudian menjelaskan, angka Rp300 triliun itu adalah angka dugaan tindak pidana pencucian uang. Meski begitu pada saat itu, Sri Mulyani mengaku masih belum mengerti bagaimana angka Rp300 triliun itu bisa terbilang. Dia mendorong PPATK mengungkap ke publik.
Penjelasan Irjen Kemenkeu
Kemudian, Irjen Kemenkeu, Awan Nurmawan Nuh menggelar jumpa pers pada Selasa (14/3/2023) kemarin. Dia mengatakan bahwa angka Rp300 triliun itu bukanlah duit kejahatan.
"Prinsipnya, angka Rp 300 triliun itu bukan angka korupsi atau TPPU pegawai Kemenkeu, tadi sudah dijelaskan Pak Ivan (Kepala PPATK)," kata Awan, dalam jumpa pers, Selasa (14/3/2023).
"Kemudian kami di Kemenkeu komitmen untuk melakukan pembersihan-pembersihan, tentu kami intens dengan Pak Ivan, kita komit. Mengenai informasi-informasi pegawai itu kita tindaklanjuti secara baik, kita panggil dan sebagainya, intinya kerjasama antara Kemenkeu dengan PPATK sudah begitu cair," lanjut Awan.
Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana menerangkan angka Rp300 triliun merupakan akumulasi dari tugas dan fungsi Kemenkeu yang menangani kasus tindak pidana asal.
PPATK dalam hal ini melakukan analisis dan hasilnya disampaikan ke Kemenkeu untuk ditindaklanjuti. Uang Rp300 triliun bukan hasil korupsi pegawai Kemenkeu.
"Yang kita sebut kemarin Rp300 triliun, dalam kerangka itu perlu dipahami ini bukan tentang adanya abuse of power atau korupsi yang dilakukan pegawai Kemenkeu. Tapi ini lebih kepada tusi (tugas dan fungsi) Kemenkeu yang menangani kasus tindak pidana asal yang menjadi kewajiban kami saat kami melakukan hasil analisis kami sampaikan ke kemenkeu untuk ditindaklanjuti," paparnya.
Ivan menerangkan posisi Kemenkeu dalam hal ini sebagai penyidik tindak pidana asal dari kepabeanan cukai dan perpajakan. Dari situ, PPATK menyerahkan hasil analisis atau pemeriksaan pada Kemenkeu untuk ditindaklanjuti.
"Kasus-kasus itu yang memiliki nilai luar biasa besar, masif. Tapi memang ada satuan kasus yang kami koordinasikan, kami peroleh dari Kemenkeu terkait pegawai, kami temukan sendiri, tapi itu nilainya sangat minim, dan itu ditangani Kemenkeu dengan sangat baik," jelasnya.
Bukan Korupsi Pegawai
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan transaksi yang sebelumnya disebut Rp 300 triliun di Kemenkeu bukan dari korupsi oknum pegawai. Ivan mengatakan angka Rp 300 triliun itu merupakan dari kasus tindak pidana asal yang ditangani Kemenkeu.
"Perlu saya sampaikan bahwa seperti yang teman-teman pahami, Kementerian Keuangan adalah salah satu penyidik tindak pidana asal dari tindak pidana pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 sehingga dengan demikian setiap kasus yang terkait dengan kepabeanan maupun kasus yang berkait dengan perpajakan kami sampaikan kepada Kementerian Keuangan. Kasus-kasus itulah yang secara konsekuensi logis memiliki nilai yang luar biasa besar yang kita sebut kemarin dengan Rp 300 triliun," ujar Ivan dalam jumpa pers, Selasa (14/3/2023).
Akibat hal itu, Ivan menekankan transaksi janggal Rp 300 triliun bukan dari korupsi pegawai Kemenkeu. Ivan menyampaikan PPATK melakukan analisis dan menemukan angka ratusan triliun yang kemudian disampaikan ke Kemenkeu.
"Dalam kerangka itu perlu dipahami bahwa ini bukan tentang adanya abuse of power ataupun adanya korupsi yang dilakukan oleh pegawai dari Kementerian Keuangan, tapi ini lebih kepada tusi (tugas dan fungsi) Kementerian Keuangan yang menangani kasus-kasus tindak pidana asal yang menjadi kewajiban kami pada saat kami melakukan hasil analisis kami sampaikan kepada Kementerian Keuangan untuk ditindaklanjuti," tuturnya.
Di luar itu, lanjut Ivan, PPATK juga menemukan transaksi yang berkaitan dengan pegawai Kemenkeu. Namun Ivan mengatakan nominalnya kecil dan ditangani secara baik oleh Kemenkeu.
"Walaupun kemudian kami melihat bahwa ada hal-hal yang kami perlu mendapatkan update dari teman-teman dari Kementerian Keuangan. Jadi sekali lagi kami tegaskan selaku Kepala PPATK kepada teman-teman jangan ada salah persepsi di publik bahwa yang kami sampaikan kepada Kementerian Keuangan itu bukan tentang adanya penyalahgunaan kewenangan atau penyalahgunaan atau korupsi yang dilakukan oleh pegawai oknum di Kementerian Keuangan," kata Ivan.
"Tapi lebih kepada kasus-kasus yang kami sampaikan kepada Kementerian Keuangan dalam posisi Kementerian Keuangan sebagai penyidik tindak pidana asal pencucian uang yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010," lanjut dia.
Ivan Yustiavandana datang ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Dalam kunjungannya, Ivan turut membahas transaksi janggal Rp 300 triliun yang diduga dilakukan sejumlah pegawai Kemenkeu.
"Tadi kita fokus membicarakan mendiskusikan terkait dengan statement yang teman-teman sudah ketahui selama ini adanya transaksi yang Rp 300 triliun," ujar Ivan di kantor Kemenkeu, Selasa (14/3/2023).
Ivan kemudian menjelaskan asal-usul transaksi Rp 300 triliun. Transaksi itu berasal dari kasus-kasus yang ditangani PPATK lalu dilaporkan ke Kemenkeu.
"Seperti yang teman teman pahami Kementerian Keuangan adalah salah satu penyidik tindak pidana asal dari tindak pidana pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 sehingga dengan demikian setiap kasus yang terkait dengan kepabeanan maupun kasus yang berkait dengan perpajakan, kami sampaikan kepada Kementerian Keuangan," kata Ivan.
"Kasus-kasus itulah yang secara konsekuensi logis memiliki nilai yang luar biasa besar yang kita sebut kemarin Rp 300 triliun," tambahnya.
Ivan lalu menepis adanya korupsi di Kemenkeu. "Perlu dipahami bahwa ini bukan tentang adanya abuse of power ataupun adanya korupsi yang dilakukan oleh pegawai dari Kementerian Keuangan," imbuh Ivan.
"Tapi ini lebih kepada fungsi Kementerian keuangan yang menangani kasus-kasus tindak pidana asal yang menjadi kewajiban kami pada saat kami melakukan (penyelidikan), hasil dan analisis kami sampaikan kepada Kementerian Keuangan untuk ditindaklanjuti dan kami terus melakukan koordinasi dan melakukan upaya bagaimana kasus ini bisa kita tangani secara baik, tidak hanya dengan Kementerian Keuangan tapi juga aparat penegak hukum lain," lanjutnya.
Cuci Uang Pegawai
Irjen Kementerian Keuangan Awan Nurmawan Nuh menegaskan soal transaksi janggal Rp 300 triliun bukan tindakan korupsi maupun pencucian uang. Dia menyebut Kemenkeu dan PPATK secara intens berkoordinasi untuk melakukan bersih-bersih.
"Prinsipnya, angka Rp 300 triliun itu bukan angka korupsi atau TPPU pegawai Kemenkeu, tadi sudah dijelaskan Pak Ivan (Kepala PPATK)," kata Awan, dalam jumpa pers, Selasa (14/3/2023).
"Kemudian kami di Kemenkeu komitmen untuk melakukan pembersihan-pembersihan, tentu kami intens dengan Pak Ivan, kita komit. Mengenai informasi-informasi pegawai itu kita tindaklanjuti secara baik, kita panggil dan sebagainya, intinya kerjasama antara Kemenkeu dengan PPATK sudah begitu cair," lanjut Awan.
Sementara itu, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menerangkan angka Rp 300 triliun merupakan akumulasi dari tugas dan fungsi Kemenkeu yang menangani kasus tindak pidana asal. PPATK dalam hal ini melakukan analisis dan hasilnya disampaikan ke Kemenkeu untuk ditindaklanjuti.
"Yang kita sebut kemarin Rp 300 triliun, dalam kerangka itu perlu dipahami ini bukan tentang adanya abuse of power atau korupsi yang dilakukan pegawai Kemenkeu. Tapi ini lebih kepada tusi (tugas dan fungsi) Kemenkeu yang menangani kasus tindak pidana asal yang menjadi kewajiban kami saat kami melakukan hasil analisis kami sampaikan ke kemenkeu untuk ditindaklanjuti," paparnya.
Ivan menerangkan posisi Kemenkeu dalam hal ini sebagai penyidik tindak pidana asal dari kepabeanan cukai dan perpajakan. Dari situ, PPATK menyerahkan hasil analisis atau pemeriksaan pada Kemenkeu untuk ditindaklanjuti.
"Kasus-kasus itu yang memiliki nilai luar biasa besar, masif. Tapi memang ada satuan kasus yang kami koordinasikan, kami peroleh dari Kemenkeu terkait pegawai, kami temukan sendiri, tapi itu nilainya sangat minim, dan itu ditangani Kemenkeu dengan sangat baik," jelasnya.
Jawaban Sri Mulyani
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani meminta temuan transaksi janggal Rp300 triliun di Kemenkeu diungkap secara terbuka. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi (PPATK) pun menjawab Sri Mulyani.
"Kami akan tangani," kata Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, kepada wartawan, Sabtu (11/3/2023).
Dia belum menjelaskan detail penanganan yang akan dilakukan. Ivan menegaskan PPATK bekerja sesuai aturan. "Sesuai aturan yang berlaku," ujarnya.
Sebelumnya, Sri Mulyani buka suara mengenai temuan transaksi janggal di Kemenkeu Rp300 triliun. Sri Mulyani mengaku belum mendapatkan informasi detail soal transaksi mencurigakan itu.
"Di surat yang Pak Ivan (Kepala PPATK Ivan Yustiavanda) sampaikan ke saya hari Kamis, surat tersebut menyangkut surat PPATK di kami. Di list tidak ada angka rupiahnya," ungkap Sri Mulyani dalam Konfrensi Pers, di gedung Kemenkeu, Jakarta Pusat, Sabtu (11/3).
Sri Mulyani meminta PPATK menyampaikan saja kepada publik soal rincian transaksi mencurigakan itu. Dia mengatakan hal itu bakal mempermudah Kemenkeu melakukan bersih-bersih internal.
"Pak Ivan, Rp300 T itu seperti apa? Mbok ya disampaikan ke media. Saya juga ingin tahu, siapa saja yang terlibat sehingga pembersihan saya juga makin cepat," kata Sri.
Awal Mula Rp300 T
Dugaan transaksi janggal senilai Rp300 triliun di Kemenkeu yang sempat menjadi pertanyaan publik telah dianggap tuntas. Kini transaksi tersebut dipastikan bukan merupakan hasil tindak pidana korupsi.
Awalnya, dugaan transaksi janggal Rp300 triliun ini diungkap oleh Menko Polhukam Mahfud MD setelah menjadi pembicara di UGM, Yogyakarta, pada Rabu (8/3/2023).
Mahfud mendapat informasi dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bahwa ada transaksi senilai Rp 300 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"Saya sudah dapat laporan yang pagi tadi terbaru malah ada pergerakan mencurigakan sebesar Rp300 T (triliun) di lingkungan Kementerian Keuangan, sebagian besar ada di Direktorat Jenderal Pajak dan Bea-Cukai," ujar Mahfud.
Mahfud saat itu berharap laporan tersebut bisa dilacak. "Sekarang hari ini sudah ditemukan lagi kira-kira Rp 300 T itu harus dilacak," kata Mahfud.
Sehari kemudian, Menteri Keuangan Sri Mulyani langsung buka suara soal temuan ini. Sri Mulyani mengaku menerima surat dari PPATK mengenai transaksi tersebut.
Sri Mulyani mengaku sempat berkomunikasi dengan Mahfud MD dan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana. Mahfud sebelumnya mengungkapkan adanya transaksi janggal tersebut.
"Iya tadi saya juga berkomunikasi sama Pak Mahfud dan Pak Ivan ya dari PPATK pertama surat itu baru saya terima tadi pagi. Mengenai Rp300 triliun terus terang saya tidak lihat di dalam surat itu nggak ada angkanya, jadi saya nggak tahu juga dari mana angkanya," kata Sri Mulyani, Kamis (9/3/2023).
Sri Mulyani akan berkomunikasi lebih lanjut dengan Mahfud dan Ivan Yustiavandana. Dia mempertanyakan cara perhitungan temuan Rp 300 triliun tersebut.
"Nanti saya akan kalau kembali lagi ke Jakarta saya akan bicara lagi dengan Pak Mahfud dan juga Pak Ivan (PPATK) angkanya tuh dari mana sehingga saya juga bisa punya informasi yang sama dengan Anda semuanya media dan masyarakat," ujarnya. (det/tem/cnn)