Nasional post authorPatrick Sorongan 18 Januari 2021

Indonesia Larang Ekspor Nikel, Banyak Pabrik Baja Eropa Terancam Tutup

Photo of Indonesia Larang Ekspor Nikel, Banyak Pabrik Baja Eropa Terancam Tutup Tambang Nikel di Indonesia

SEJAK dua tahun silam, tak sedikit ekonomi kerakyataan yang sudah, sedang sekarat dan akan segera macet total. Usaha-usaha ini terkait dengan keberadaan perusahaan pengolah tambang nikel terbesar Indonesia, yakni PT Vale Indonesia (Tbk) di Blok Sorowako, Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan.

Rafli, salah satu pemilik perusahaan pemasok katering untuk karyawan Vale mengakui, pembayaran masih lancar. Tapi sejak diberlakukannya larangan ekspor bijih nikel mentah otomatis membuat suplai katering berkurang karena karyawan Vale menyusut drastis. "Kita tidak tahu ke depan. Mitra Vale yang lain, misalnya operator-operator televisi kabel juga masih beroperasi lancar, tapi ke depan masih samar-samar," katanya kepada Suara Pemred di Blok Sorowako belum lama berselang.

Adapun kualitas nikel di Sorowako diklaim sebagai yang paling berkualitas di dunia. Tambang nikel dan juga besi di Sorowako juga representatif untuk menyebut nama Pulau Sulawesi yang artinya 'pulau besi'. Di masa lampau, kualitas logam dari Sorowako diyakini juga dipasok untuk membuat keris-keris ampuh untuk kerajaan-kerajaan besar di Jawa termasuk keris-keris buatan Empu Gandring dari Kerajaan Singasari.

Sementara itu, banyak  media internasional mendukung pernyataan Presiden Joko Widodo beberapa hari lalu bahwa 'kita (Indonesia) akan hadapi apa maunya negara-negara Uni Eropa (UE) untuk membawa mempermasalahkan Indoensia terkait larangan ekspor bijih nikel ke Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO).

Indonesia selama ini hanya mendapatkan bagian sangat minim dengan mengekspor bahan mentah nikel serta juga bijih besi. Beda halnya dengan UE yang  lewat olahan barang jadi mendapatkan keuntungan berlipat-lipat ganda sehingga sudah saatnya Indonesia menentukan sendiri atas kekayaan alam dari bumi pertiwi.

Bereaksi atas pernyataan Presiden Indonesia, pihak UE sejak Kamis (14/1) balik menantang Jokowi dengan melaporkan larangam Indonesia ini ke WTO. Pihak UE mendesak badan perdagangan yang berbasis di Jenewa, Swiss ini untuk membentuk panel guna memutuskan kasus tersebut. Dilansir situs berita Hellenic Shipping News, Sabtu (16/1) dari Reuters, blok ini mengadukan kebijakan Indonesia tersebut yang diberlakukan sejak November 2019, terkait pembatasan ekspor bahan mentah, terutama bijih nikel dan bijih besi, yang digunakan untuk membuat lempengan baja tahan karat.

Pihak Komisi Eropa yang mengoordinasikan kebijakan perdagangan untuk 27 negara anggota UE menyatakan, larangan ekspor bijih nikel Indonesia dan persyaratan pemrosesan dalam negeri untuk bijih nikel dan bijih besi, adalah ilegal, dan tidak adil bagi produsen baja UE.

"Faktanya adalah bahwa tidak ada anggota WTO yang diizinkan untuk membatasi ekspor bahan mentah dengan cara ini, memberlakukan pembatasan ilegal untuk menguntungkan produsen dalam negeri," kata Komisaris Perdagangan UE, Valdis Dombrovskis dalam sebuah pernyataan.

Permintaan panel tersebut mengikuti periode konsultasi sejak 30 Januari 2020, yang gagal menyelesaikan masalah. Keputusan panel kemungkinan akan berlangsung setidaknya satu tahun lagi. Akibat larangan ini, produksi industri baja tahan karat UE berada pada level terendah selama 10 tahun terakhir. "Ini tidak adil, sementara Indonesia ditetapkan untuk menjadi produsen global terbesar kedua setelah China," kecam  Valdis.

Selama ini setiap industri lembaran baja tahan karat di UE dengan pemain utama seperti Acerinox, Aperam, Outokumpu dan Acciai Speciali Terni. beromzet rata-rata 20 miliar dolar AS setahun dengan mempekerjakan sekitar 30 ribu orang.

Secara terpisah, UE memberlakukan bea masuk atas lembaran baja tahan karat tahan panas dari Indonesia pada 2019 dan meluncurkan penyelidikan pada September 2020  terhadap produk stainless lembaran baja dingin dari Indonesia.

Bertemu di Jenewa

"Indonesia siap menghadapi keluhan resmi dari Uni Eropa (UE) atas pembatasan ekspor nikel dan bahan mentah lainnya di WTO dua bulan lalu," kata Jerry Sambuaga, Wakil Menteri Perdagangan Indonesia. Kedua belah pihak akan mengadakan pertemuan konsultasi pada 30 Januari 2021 di Jenewa, Swiss.

Dilansir situs berita The Insider Stories, Sabtu (7/1), Sambuaga dalam keterangan resminya menyatakan bahwa Indonesia sedang meningkatkan koordinasi lintas kementerian untuk menjajaki dan mempersiapkan posisinya  dalam menghadapi UE di WTO. "Hal ini sejalan dengan arahan Presiden Jokowi untuk meningkatkan upaya membela kepentingan Indonesia di forum perdagangan internasional, '' tegas putera politikus senior Theo Sambuaga ini.

Dengan mengoordinasikan kebijakan perdagangan di 28 negara anggota UE, Komisi Eropa telah mengajukan keluhan di WTO sejak November 2020 atas pembatasan Indonesia dalam mengekspor nikel dan bahan mentah lainnya.

Laporan ini terkait pula dengan pembatasan yang disebut tidak adil untuk akses produsen UE ke bijih nikel pada khususnya serta sisa-sisa batu bara dan kokas, bijih besi dan kromium. Komisi Eropa dalam keluhannya menyatakan, tindakan tersebut adalah bagian dari rencana untuk mengembangkan industri baja tahan karat Indonesia.

Indonesia sebagai penambang bijih nikel terbesar di dunia telah melarang ekspor selama dua tahun sejak 2020. Indonesia telah menjadi pengekspor baja tahan karat terbesar kedua. "Akibatnya, pangsa pasar UE telah meningkat dari mendekati nol pada 2017 menjadi 18 persen pada kuartal kedua 2019,"  demikian pernyataan pihak Asosiasi Baja Eropa, Eurofer. 

Sambuaga sendiri menyatakan, Indonesia sejak 29 November 2020 menyetujui permintaan konsultasi oleh UE dalam kerangka WTO untuk membahas kebijakan mineral dan batubara Indonesia. Pertemuan konsultasi tersebut merupakan tindak lanjut dari gugatan blok tersebut atas kebijakan ekspor nikel yang dikeluarkan oleh Indonesia. 

Pertemuan konsultasi tersebut merupakan forum bagi anggota WTO. Tujuannya, menggali lebih dalam terkait kebijakan negara mitra dagang yang diduga melanggar komitmen di WTO. Jika kesepakatan tidak tercapai, maka proses penyelesaian sengketa di WTO akan dilanjutkan melalui pembentukan panel. 

Sambuaga menambahkan, salah satu obyek konsultasi ini antara lain Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara dan beberapa regulasi turunannya. "Tidak ada peningkatan ketegangan di antara kedua belah pihak. Proses merupakan hal yang wajar bagi anggota WTO untuk saling menguji hak dan kewajiban masing-masing, berdasarkan komitmen yang telah dibuat,” timpal Kepala Biro Advokasi Kementerian Perdagangan, Sondang Anggraini. 

Indonesia telah menetapkan larangan ekspor bijih nikel mulai Januari 2021. Ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 11 Tahun 2019 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Larangan ekspor bijih nikel oleh Pemerintah Indonesia bertujuan untuk mewujudkan pengelolaan pertambangan yang berkelanjutan dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan.  Larangan ekspor nikel juga dimaksudkan untuk memasok kebutuhan dalam negeri dan diolah di dalam negeri menjadi produk bernilai tambah, katanya.(001)

 

 

 

 

 

Berita Terkait

Baca Juga

Komentar Anda