Nasional post authorAju 18 September 2021

Petrus Selestinus: Bergaya Preman, Jaksa Agung Mesti Pecat Kajari Sikka

Photo of Petrus Selestinus: Bergaya Preman, Jaksa Agung Mesti Pecat Kajari Sikka Kajari Sikka di Provinsi Nusantara Tenggara Timur (NTT), Fahmi SH, MH, dengan gaya preman, arogan, mengintimidasi Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka, Petrus Herlemus, Selasa, 13 September 2021. Kamis, 16 September 2021, Kajari Sikka, Fahmi, minta maaf

JAKARTA, SP – Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus SH, mendesak Jaksa Agung, Prof Dr ST Burhanuddin SH, MM, segera memecat Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Sikka di Provinsi Nusantara Tenggara Timur (NTT), Fahmi SH, MH.

“Gaya dan perilaku Fahmi, seperti seorang preman, dengan melakukan persekusi dan intimidasi, secara terbuka mengajak duel alias adu jotos Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka, Petrus Herlemus,” kata Petrus Selestinus, Sabtu pagi, 18 September 2021.

Kepala Kejasaan Negeri (Kajari) Sikka, di Provinsi NTT, Fahmi, SH, MH, telah melakukan tindakan persekusi, intimidasi, fitnah hingga ajak duel melawan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka, Petrus Herlemus, di Ruang Kerja Kepala Kantor Kejaksaan Negeri Sikka, Selasa, 13 September 2021, untuk sesuatu sebab yang belum diketahui atau belum dijelaskan secara jujur dan terbuka.

“Peristiwa ini sangat mengagetkan publik Sikka, karena di luar tata krama, etika, adat Sikka dan azas-azas umum pemerintahan yang baik. Tepatnya dikategorikan sebagai perbuatan yang sangat ‘tercela’ dalam pandangan moralitas seorang pejabat penegak hukum, apapun permasalahannya dengan pihak lain,”  . 

Apalagi peristiwa ini sudah merendahkan martabat Kejaksaan dan mencoreng wajah Jaksa Agung yang semakin bopeng akibat arogansi oknum-oknum Jaksa di daerah, serta merendahkan wibawa Aparatur Sipil Negara di Kabupaten Sikka.

Menurut Petrus Selestinus, rendahnya moralitas di kalangan Pejabat dan Penegak Hukum di daerah, tidak hanya terjadi dalam membangun relasi sosial dengan warga masyarakat, tetapi juga dalam tugas pelayanan publik di bidang hukum dan keadilan terhadap masyarakat kecil pencari keadilan, entah berujung dengan pemerasan, suap, gratifikasi, dan lain-lain yang sudah menjadi rahasia umum.

Kasus Fahmi versus Petrus Herlemus, patut disebut sebagai celaka 13, karena tempusnya pada tanggal 13 September 2021, pukul 07.45 WIT, entah mimpi buruk apa yang terjadi sehingga Fahmi, pagi-pagi sudah kalap dan memerintahkan anak buahnya menelpon Petrus Herlemus, Kadis Kesehatan Kabupaten Sikka untuk datang segera, pagi (13/9/2021), menemui Fahmi di ruang kerja Kajari Sikka.

Pemberitaan di media bersumber dari penjelasan Petrus Herlemus, bahwa ketika dirinya masuk ke ruangan Fahmi, sambil memberi salam hormat.

“Seketika itu Fahmi langsung naik pitam dengan suara keras membentak, memaki dengan kata-kata kasar, sangat tidak pantas (norak), hingga mengajak duel dengan Petrus Herlemus. Namun Petrus Herlemus tetap tenang dan menghadapi dengan akal sehat,” ujar Petrus Selestinus.

Sikap Fahmi, sangat disayangkan dan sangat tidak patut untuk dilakukan oleh seorang Kepala Kejaksaan Negeri. Jangan karena Kejaksaan Negeri merupakan satu-satunya pelaksana kekuasan negara di bidang penuntutan (dominus litis), di daerah hukumnya (Kabupaten/Kota), lantas Kajari boleh bertindak sewenang-wenang, congkak dan tidak menghargai budaya kerja sesama pejabat di Sikka. 

Tongkat komando, logo, lambang di dada dan bintang kaleng warna kuning atau kuningan di pundak, tidak boleh dimaknai untuk memberi bobot seorang Kajari menjadi congkak, merasa diri lebih hebat dari yang lain dan berperilaku sebagai jagoan preman pasar (berwatak preman), melainkan dimaksudkan untuk mengabdi, mengayomi dan melayani rakyat.

Peristiwa Fahmi versus Petrus Herlemus, harus menjadi peristiwa terakhir di Sikka, apalagi pemanggilan Petrus Herlemus, hanya melalui telepon celuler, jelas sebagai tindakan sewenang-wenang, di luar prosedure urusan pro justisia.

Karena Petrus Herlemus bukan bawahan Fahmi dan tidak sedang tersangkut perkara korupsi yang ditangani Kejaksaan Negeri Sikka.

Karena itu pemanggilan terhadap Petrus Herlemus atau siapapun pejabat di Kabupaten Sikka di luar urusan pro justisia, harus melalui mekanisme Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan udang-undang Kejaksaan.

Atau setidak-tidaknya menurut tata krama yang baik, atas izin dari Bupati Sikka, karena dilakukan pada jam kerja dan terhadap bawahan Pimpinan Daerah Kabupaten Sikka.

Oleh karena itu Jaksa Agung Republik Indonesia dan Kepala Kejaksaan Tinggi NTT harus perhatikan pola rekrutmen penempatan Kajari-Kajari di NTT agar terhindar dari kesalahan menempatkan Kajari yang berwatak preman pasar sebagaimana yang disebut-sebut dilakukan Fahmi terhadap Petrus Herlemus. 

“Karena itu Kajari Sikka Fahmi harus dicopot, karena tindakannya itu dapat dikategorikan sebagai main hakim sendiri, berpotensi menjadi tindak pidana, terlebih-lebih melakukan aksi premanisme yang merendahkan martabat Kejaksaan Republik Indonesia, mencoreng wajah jaksa Agung dan Kejati NTT beserta seluruh insan ASN di Sikka,” kata Petrus Selestinus.

Kamis, 16 September 2021, Kajari Sikka, Fahmi, telah meminta maaf kepada Keluarga Besar Pemerintah Kabupaten Sikka dan Keluarga Besar Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka.*

 

Wartawan: Aju

Berita Terkait

Baca Juga

Komentar Anda