Nasional post authorelgiants 19 September 2020

Pengamat Ingatkan Permainan Cukong-Paslon dalam Pilkada

Photo of Pengamat Ingatkan Permainan Cukong-Paslon dalam Pilkada Ilustrasi

JAKARTA, SP - Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago mengingatkan mahar politik yang kerap terjadi pada momen Pemilu, termasuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2020.

Pangi menjelaskan, mahar politik merujuk pada transaksi yang dilakukan antara calon peserta pemilu dengan pengusaha alias cukong. Meski sulit untuk dibuktikan, dia menyebut transaksi itu dapat dirasakan karena kepentingan kedua belah pihak.

"Yang mana penguasa butuh modal kampanye pilkada namun dompet kere, pada saat yang sama pengusaha butuh kemudahan ijin untuk usaha. Kawin silang antara penguasa dan pengusaha, konflik interest," ujar Pangi dalam keterangannya, kemarin.

Menurut Pangi, kondisi itu umumnya terjadi lantaran ongkos politik dalam setiap pencalonan memang tidak murah. Mulai dari ongkos perahu parpol, biaya konsultan politik dan paket survei, biaya ngopi, bantuan, dan sejumlah agenda pemenangan lainnya.

Sehingga, lanjut Pangi, bertransaksi dengan pengusaha atau pemilik modal adalah jalan tercepat yang bisa dilakukan pihak yang hendak maju dalam Pilkada.

Namun sebagai gantinya, pemenang Pilkada biasanya akan membayar ongkos politik itu dengan memberi kemudahan izin bagi pengusaha alias cukong yang telah membiayainya. Bahkan, para cukong tak jarang mendapat keuntungan yang lebih besar dari modal yang telah ia keluarkan untuk calon yang ia menangkan.

"Nanti ketika jagoannya menang, mereka punya MoU, dapat ijin tambang dengan mudah untuk mengeksplorasi sumber daya alam seperti tambang, batu bara, minyak, gas, mineral dan lain lain yang di daerah tersebut," ucap Pangi.

Praktik itu menurut Pangi memang lazim terjadi, dan menjelma dalam istilah 'tak ada makan siang gratis'. Namun, yang tertinggal dari itu semua adalah sejumlah kerusakan sebab bisnis-bisnis itu tak benar-benar melewati prosedur yang lazim, serta kemiskinan yang tak kunjung membaik.

Kondisi itu, sebelumnya juga sempat diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD. Dia mengatakan, hampir 92 persen calon kepala daerah yang di seluruh Indonesia diongkosi cukong.

Umumnya, kata Mahfud, usai terpilih, para kepala daerah ini akan memberi timbal balik berupa kebijakan yang menguntungkan para cukong tersebut.

"Di mana-mana, calon-calon itu 92 persen dibiayai oleh cukong dan sesudah terpilih, itu melahirkan korupsi kebijakan," kata Mahfud saat menjadi pembicara dalam diskusi bertema Memastikan Pilkada Sehat: Menjauhkan Covid-19 dan Korupsi yang disiarkan melalui kanal Youtube resmi Pusako FH Unand, Jumat (11/9).

Sementara itu, Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mendukung usulan agar Presiden Joko Widodo membuat peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) yang baru tentang penerapan protokol pencegahan virus corona (Covid-19) di Pilkada Serentak 2020.

Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Agustyati mengatakan perppu baru nanti bisa menjadi regulasi tegas dalam segala tahapan penyelenggaraan pilkada mendatang.

"Perlu [Perppu] Karena UU Pilkada yang sekarang masih mengatur pilkada dalam situasi normal. Perppu yang sempat dikeluarkan pemerintah hanya menggeser waktu pilkada saja," katanya, Jumat (18/9).

Khoirunnisa mengatakan perppu baru nanti diharapkan dapat meminimalisir pelanggaran yang dilakukan peserta Pilkada Serentak 2020. Pula, dapat meminimalisir potensi klaster baru penularan virus corona di pilkada Covid-19.

Kendati demikian, apabila Perppu Pilkada baru nantinya benar diterbitkan, maka ia meminta Pemerintah dapat menjamin bahwa segala peraturannya detail dan disertai sanksi yang tegas.

"Untuk itu harus tegas penerapannya, jangan sampai sanksi itu hanya di teks regulasi saja," imbuh Khoirunnisa.

Dalam hal ini, Khoirunnisa tak meminta Pemerintah untuk mengeluarkan Perppu untuk menunda pilkada. Ia hanya berharap penyelenggaraan Pilkada yang sudah setengah jalan ini dapat berjalan maksimal dengan penyesuaian protokol Covid-19 yang benar-benar masif dan menyeluruh sesuai peraturan yang diundangkan.

"Pilkada tidak perlu ada Perppu lagi, sudah jelas diatur di Perppu Nomor 2 tahun 2020 yang diundangkan menjadi UU Nomor 6 tahun 2020. Jadi sudah bisa diimplementasikan," jelasnya. (cnn)

Berita Terkait

Baca Juga

Komentar Anda