Nasional post authorKiwi 21 Februari 2024

Amburadul Pencatatan Hasil Pileg di Sirekap Kalbar

Photo of Amburadul Pencatatan Hasil Pileg di Sirekap Kalbar

JAKARTA, SP – Berbagai kalangan menilai Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) dalam mencatat hasil pemilu 2024 yang digunakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) amburadul.

Banyak hasil suara yang dihitung menggunakan aplikasi ini dinilai tidak akurat. Akibatnya berbagai protes dilayangkan oleh berbagai pihak. Protes pun dilayangkan berbagai pihak, seperti para calon anggota legislatif (Caleg) di Kalbar.

Seperti yang disampaikan Caleg dari daerah pemilihan (Dapil) DPR RI dari daerah pemilihan (Dapil) Kalbar 2, Gulam Mohamad Sharon. Ia mempertanyakan hilangnya atau berkurangnya raihan suaranya di Kecamatan Tempunak, Kabupaten Sintang.

"Saya heran. Kok bisa berkurang. Harusnya perolehan 1.555, tapi diimput KPU hanya 775. Ke mana hilangnya ratusan suara itu," tanya Sharon, Rabu (21/2).

Caleg dari Partai Nasdem ini mendesak penyelenggara Pemilu untuk segera memberikan klarifikasi atau penjelasan terkait permasalahan ini. Kata dia, persoalan ini bukan hanya dialami oleh dirinya, melainkan juga terjadi kepada calon legislatif lainnya, di berbagai daerah pemilihan.

"Kami minta penyelenggaraan Pemilu bersungguh-sungguh, jangan bermain-main terhadap persoalan ini, sebab ini adalah amanah masyarakat sebagai pemilih yang mengamanatkan aspirasi untuk memilih wakil rakyat," kata dia.

Minta Perbaikan Data Sirekap

Protes juga dilayangkan oleh calon anggota legislatif dari Partai Demokrat. Seperti yang disampaikan Caleg DPR RI dari partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra.

Kepada wartawan, Selasa (20/2), Herzaky mengatakan suara yang diraih Partai Demokrat Kalbar di Dapil Kalbar 1 sudah berada atas data yang sudah direkap KPU.

Ia mengungkapkan pihaknya terus memantau Sirekap. Berdasarkan data yang ditampilkan pukul 15.00 WIB, hari itu, sudah ada 7.342 Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang sudah diupload KPU. Suara yang didapat Partai Demokrat saat itu 47.395 suara.

Sementara berdasarkan perhitungan manual yang dilakukan Partai Demokrat menggunakan from rekap yang sudah diunggah di Sirekap dari jumlah 6.623 TPS, Partai Demokrat sudah memperoleh 56.376 suara.

"Yang sudah diunggah di Sirekap, kami input ulang. Hasil input ulang dari form C-1 dari 6.623 TPS saja kami sudah meraih 56.376 suara. Sementara menurut Sirekap dari 7.342 TPS yang sudah diupload Demokrat baru memperoleh 47.395 suara," sesalnya.

Herzaky meminta agar KPU segera memperbaiki Sirekap. Karena data yang dikeluarkan Sirekap menjadi acuan masyarakat untuk memantau perkembangan suara Caleg mereka di setiap daerah.

“Tentu kami kami minta KPU Kalbar untuk bisa memperbaiki Sirekap. Data yang dikeluarkan banyak yang keliru,” tuturnya.

Hal lain yang disesalkan Herzaky, kondisi yang dialami Partai Demokrat ternyata berbanding terbalik dengan partai politik lain. Kata dia ada partai lain yang ia nilai mendapat perlakuan berbeda.

“Ada partai lain yang saya lihat perolehan suaranya terus mengalami penaikan. Update terus dilakukan, sedangkan Demokrat sangat lama sekali,” ucapnya.

"Padahal kan semua partai yang kami lihat. Ini juga jadi pertanyaan kami. Kenapa suara partai kami seakan stagnan. Kalau ada alasan masih perhitungan, kenapa partai lain cepat, partai kami lambat," sambungnya.

Di sisi lain, kembali dikatakan Herzaky, data Sirekap merupakan data resmi KPU yang menjadi konsumsi publik. Menjadi sumber berita media massa. Menurutnya data tersebut menjadi masalah, saat media besar mengutip, sementara datanya sendiri belum valid maka akan berbahaya.

"Jangan sampai situasi ini dimanfaatkan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Ada ruang di sini. Kita tidak ingin tejadi," terangnya.

Karena itulah perbaikan harus dilakukan, tanpa harus menunggu perhitungan di Kecamatan tuntas. Di internal Demokrat juga terus berkoordinasi degan pengurus di tingkat Kabupaten, Kota dan Kecamatan.

"Kita juga turun di Kecamatan melihat dan mengikuti pemilihan di Kecamatan. Kami percaya kepada PPK dan Panwascam bekerja profesional untuk menjaga demokrasi mengawal proses perhitungan dan menolak segala bentuk intervensi yang mencidrai proses Pemilu," pungkasnya.

Ribuan Suara Dukungan Raib

Sebelumnya, Caleg DPR RI daerah pemilihan (Dapil) Kalbar 1 dari Partai Demokrat, Djohansyah juga protes ke KPU Kalbar.

Ia mengklaim sejumlah suara dukungan masyarakat untuk dirinya raib pada masa perhitungan suara yang dilakukan KPU melalui Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap).

Suara dukungan yang ia klaim telah mencapai lima ribu lebih berkurang mencapai dua ribu. Suara yang tersisa hanya tiga ribuan saja.

Berdasarkan keterangan komisioner KPU, kepada wartawan, Djohansyah menuturkan semrawutnya hasil penghitungan suara yang dilakukan lewat Sirekap karena berbagai penyebab.

"Penurunan jumlah suara karena ada kesalahan sistem dari pusat, kemudian juga kesalahan input  data dari Sirekap," ujarnya, Minggu (19/2).

Kondisi ini apabila dibiarkan, disampaikan Djohansyah tentunya akan merugikan peserta Pemilu. Karenanya, ia meminta kondisi ini dapat segera diperbaiki oleh KPU. "Saya berharap Sirekap dapat dibenahi,” tegasnya.

Djohansyah memparkan kesemrawutan data pada aplikasi Sirekap seperti yang disampaikan komisioner KPU Kalbar.

“Contohnya data yang masuk dari C1 tertulis XXX, dan penjelasan dari KPU, misalnya angka 1 bisa menjadi 441, kemudian kalau tertulis 001 bisa berubah menjadi 991. Ini tentunya sangat luar biasa,” sindirnya.

Banyaknya suara pendukung yang tiba-tiba menghilang dari data Sirekap diakui Djohansyah banyak dialami Caleg dari partai Demokrat. Mereka tentunya merasa sangat dirugikan.

“Persoalanannya ada pada sistem dari Sirekap yang membuat polemik di partai politik seperti di Partai Demokrat. Caleg-caleg yang ada di Partai Demokrat merasa sangat dirugikan dengan polemik ini,” sesalnya.

Tak hanya Djohansyah, caleg DPR RI dari juga dari Partai Demokrat Harti Hartidjah juga mengalami hal serupa. Harti merupakan Caleg dari nomor urut 2 dari Dapil Kalbar 1.

Dalam pengakuannya, Harti Hartidjah juga merasa dirugikan karena suara yang diperolehnya hilang ketika dicek melalui Sirekap.

"Waktu cek suara masih dua ribu lebih berkurang menjadi 1.600, saya kira salah lihat. Tapi berjalannya waktu, dari enam ribu menjadi lima ribuan, di situ saya mulai curiga," ujar dia.

Kemudian berlanjut saat perolehan suara mencapai sembilan ribu kemudian berkurang menjadi 8.900 suara, sehingga kecurigaannya semakin kuat.

"Akhirnya, bukti itu pun discreen shot, tapi dicek lagi menjelang malam, dan anehnya suara saya turun lagi menjadi 8.700 suara," ujar dia.

KPU Perbaiki Data Sirekap

Sementara itu, Ketua KPU Kalbar Muhammad Syarifuddin Budi mengatakan, saat ini Sirekap milik KPU tengah dilakukan perbaikan data berdasarkan foto C hasil di TPS.

Dikatakannya, selain itu KPU saat ini juga melakukan perbaikan berdasarkan bukti otentik foto C hasil ukuran pleno di masing-masing TPS.

“Sedang perbaikan data. Insyaallah secepatnya akan selesai,” ujarnya, Senin (19/2)

Ia menjelaskan, bahwa KPU baru merapikan data yang keliru akibat kesalahan pembacaan sistem komputer dari foto C hasil di TPS.

“Misalnya di foto C hasil plano data yang benar 001 seharusnya ditulis petugas XX1, Tetapi dibaca sistem menjadi 991. Sekarang kita benarkan berdasarkan C hasil pleno yang ada di TPS. Angka yang benar adalah 001 bukan 991,” jelasnya.

Ia menambahkan kalau ditulis XX1 peluang salahnya di Sirekap bisa 001, 441 dan 881. “Itulah sekarang yang sedang dilakukan untuk memperbaiki data sesuai dengan hasil di TPS,” tegasnya.

Berpotensi Langgar UU ITE

Wakil Deputi Kinetik Teritorial Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Adian Napitupulu menilai kejanggalan data pada Sistem Informasi Rekapitulasi Suara (Sirekap) berpotensi melanggar UU ITE. Dia menyebut jika bisa dibuktikan akan berdampak pada legitimasi hasil pemilu.

"Pasal 32 ayat 1 dan Pasal 48 UU ITE. Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apapun mengubah, menambah mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu informasi elektronik dan atau dokumen milik orang lain atau milik publik, Sirekap dia melanggar hukum," ujar Adian, Selasa (20/2).

Dia mengamini diktum mengubah, mengurangi, memberikan data palsu, tidak benar, membohongi publik terkait sistem Sirekap tak termasuk kategori pelanggaran pemilu. "Tetapi dia pelanggaran hukum," ujarnya.

Adian mengatakan, legitimasi hasil pemilu bisa terdampak bila KPU melakukan pelanggaran UU ITE. Dia juga meminta kepada seluruh pihak untuk tidak menganggap enteng persoalan pada sistem Sirekap KPU.

"Kalau kemudian bisa dibuktikan bahwa KPU sebarkan kebohongan publik karena dengan gunakan alat transmisi elektronik untuk sebarkan angka-angka yang tidak benar, rontok ga yang lain? Rontok," tutur Adian.

"Walaupun dalam UU Pemilu tidak termasuk kategori pelanggaran pemilu, tetapi inilah kejahatan pidana yang berdiri sendiri yang vonisnya bisa berdampak pada legitimasi hasil pemilu," ujarnya.

Tolak Hasil Sirekap

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menyatakan menolak penggunaan Sirekap. Mereka juga menolak penundaan rekapitulasi suara di tingkat kecamatan.

Sikap PDIP itu dituangkan dalam bentuk surat pernyataan yang ditujukan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) tertanggal 20 Februari 2023. Surat dengan nomor 2599/EX/DPP/II/2024 tersebut diteken Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) PDIP Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul dan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto.

Politikus PDIP Tubagus (TB) Hasanuddin membenarkan surat pernyataan yang beredar di media sosial tersebut. Hasanuddin mengatakan surat pernyataan PDIP terkait Pemilu 2024 tersebut baru dikirimkan kepada KPU, sehingga belum ada surat balasan. "Benar. Baru dikirim ke KPU," kata Hasanuddin, Rabu (21/2).

Dalam surat pernyataan itu, PDIP mengulas soal penggunaan Sirekap sebagai alat bantu penghitungan suara secara nasional.

Menurut PDIP, kegagalan Sirekap sebagai alat bantu dalam rekapitulasi suara di TPS dan rekapitulasi hasil perolehan penghitungan suara di tingkat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) adalah dua hal yang berbeda.

Karena itu, penundaan tahapan rekapitulasi hasil perolehan penghitungan suara di tingkat PPK tidak relevan.

PDIP berpendapat KPU tidak perlu melakukan penundaan tahapan rekapitulasi hasil perolehan penghitungan suara di tingkat PPK karena tidak terdapat situasi kegentingan yang memaksa atau kondisi darurat.

Kemudian, permasalahan kegagalan Sirekap sebagai alat bantu harus segera ditindaklanjuti dengan mengembalikan proses rekapitulasi hasil penghitungan suara manual berdasarkan sertifikat hasil penghitungan suara/C.Hasil sesuai ketentuan Pasal 393 ayat (3) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu

"PDI Perjuangan secara tegas menolak penggunaan Sirekap dalam proses rekapitulasi penghitungan perolehan suara hasil Pemilu 2024 diseluruh jenjang tingkatan pleno," tulis surat tersebut.

Selain itu, PDIP juga menolak keputusan KPU yang menunda proses rekapitulasi suara Pemilu 2034 di tingkat kecamatan.

PDIP menilai penundaan itu telah membuka celah kecurangan dalam tahapan rekapitulasi suara, serta melanggar asas kepastian hukum, efektifitas-efisiensi dan akuntabilitas penyelenggaraan Pemilu 2024.

"Menolak sikap/keputusan KPU yang menunda tahapan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di tingkat pleno PPK," tulis mereka.

Terakhir, PDIP meminta Sirekap diaudit secara forensik digital dalam penyelenggaraan Pemilu 2024. Hasil audit forensik diminta dibuka untuk publik sebagai bentuk pertanggungjawaban KPU dalam penyelenggaraan Pemilu 2024. (bob/jee/cnn/ant)

Berita Terkait

Baca Juga

Komentar Anda