Nasional post authorAju 21 November 2021

Kent Setiawan: Jusuf Kalla Pernah Sumbang Miliaran Rupiah di Pesantren Radikal

Photo of Kent Setiawan: Jusuf Kalla Pernah Sumbang Miliaran Rupiah di Pesantren Radikal Ken Setiawan, mantan anggota Negara Islam Indonesia (NII) dan sekarang Ketua NII Crisis Center.

JAKARTA, SP – Ken Setiawan, mantan anggota Negara Islam Indonesia (NII) dan sekarang Ketua NII Crisis Center, mengatakan, Jusuf Kalla (79 tahun), pernah menyumbang hingga miliaran rupiah kepada salah satu pesantren yang terpapar paham radikalisme di salah satu wilayah di Indonesia.

Hal itu dikemukakan Ken Setiawan dalam jaringan televisi channel Rumah Kebudayaan Nusantara (RKN) Media, Jakarta, Minggu, 21 Nopember 2021.

“Banyak elit kita terkecoh atas kegiatan para pihak yang terpapar paham radikalisme dan terorisme, termasuk di antanya Jusuf Kalla. Karena setelah itu, diketahui pesantren dimaksud terbukti anti Pancasila, penyebar paham radikalisme. Kita semua diharapkan mesti bisa meningkatkan kewaspadaan tinggi,” ujar Ken Setiawan.

Ken Setiawan, menegaskan, Jusuf Kalla, mantan Wakil Presiden Indonesia, 2004 – 2009 dan 2014 – 2019, bukan bagian dari radikalisme dan terorisme. Tapi orang baik sekaliber Jusuf Kalla, bisa saja terkecoh kelompok radikal karena mereka dari kalangan terdidik, paham hukum, sehingga sulit dijerat hukum.

Paling anyar, anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ahmad Zain An-Najah, dan dua orang lainnya, Ahmad Farid Okbah, dan Anung Al-Hamat  di tangkap Detasemen Khusus 88 Antiteror Polisi Republik Indonesia di lokasi berbeda di Bekasi, Provinsi Jawa Barat, Selasa dihinari, 16 Nopember 2021.

Ahmad Farid Okbah, Ketua Umum Partai Dakwah Rakyat Indonesia (PDRI), memberikan perlindungan atas sejumlah anggota Jamaah Islamiah (JI).

Ahma Zain An-Najah dan Ahmad Farid Okbah, Anggota Dewan Syuro atau Penasihat JI.

Ahmad Zain An-Najah, salah pihak yang terlibat di dalam mengeluarkan fatwa MUI tahun 2017 kepada Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Gubernur  Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Ahok dituduh melakukan penistaan terhadap Agama Islam, sehingga dipenjara 2 tahun, di Jakarta, Selasa, 9 Mei 2017.

Kini, Ahok sebagai Komisaris Utama PT Pertamina.

Ahmad Zain An-Najah merupakan ketua dewan syariah lembaga amal zakat Baitul Maal Abdurrahman Bin Auf (BM ABA), yang menyebarkan puluhan ribu kotak amal di sejumlah wilayah di Indonesia untuk pendanaan JI. Ahmad Farid Okbah sebagai anggota dewan syariah ABA.

Pada awal November 2021, Detasemen Khusus Antiteror 88 Polisi Republik Indonesia, telah membekukan rekening milik BM ABA dan menyita sejumlah aset lembaga itu.

Kementerian Agama Republik Indonesia telah mencabut izin operasional Yayasan ABA yang berbasis di Jakarta itu sejak Januari 2021, karena terbukti melakukan penghimpunan dana terkait dengan tindakan pidana terorisme. 

Lebih dari 20.000 kotak amal dari Yayasan ABA tersebar di Provinsi Lampung dengan 6.000 unit, disusul Jawa Timur dengan 5.300 unit, Sumatra Utara dengan 4.000 unit, Jawa Tengah dengan 2.700 unit, Yogyakarta 2.000 unit, dan puluhan lainnya di Maluku dan Jakarta.

Ahmad Zain An-Najah menjabat sebagai Direktur Pesantren Tinggi Al Islam yang bernaung di bawah Yayasan Al Islam yang diketuai Ahmad Farid Okbah.

Anung Al-Hamat, merupakan anggota Dewan Pengawas JI. Hanung Al-Hamat, bekerja sebagai seorang dosen di salah satu perguruan tinggi, merupakan anggota Perisai Nusantara Esa, sayap JI dalam bidang advokasi dan pengumpulan dana.

Pada tahun 2018, Hanung Al-Hamat, ikut memberikan uang tunai untuk Perisai Nusantara Esa.

Ken Setiawan, berharap, semua pihak, terutama kalangan elit politik harus satu suara di dalam memberantas paham radikalisme dan terorisme.

Ken Setiawan, mengingatkan semua pihak untuk tidak memanfaatkan kelompok radikalisme untuk kepentingan pragmatis politik, karena bagi Indonesia, negara kesatuan berazaskan Pancasila, yaitu menghargai keberagaman dan persamaan derajat, merupakan alat perekat persatuan dan kesatuan.

“Negara Islam Indonesia, adalah tragedi kemanusiaan di Indonesia, harus dicegah, demi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” kata Ken Setiawan.

Ken Setiawan mengharapkan Pemerintah bisa melakukan tindakan tegas terhadap organisasi kemasyarakatan maupun lembaga keagamaan yang mengajarkan paham radikalisme dan terorisme.

“Pernah terhadap salah satu pesantren yang mengajarkan radikalisme, anti Pancasila, MUI dan Kementerian Agama Republik Indonesia, justru berdalih, itu, ranah Polisi Republik Indonesia. Kesannya ingin lepas tanggungjawab, karena Polisi Republik Indonesia, kemudian terkesan masih bersikap ragu-ragu,” kata Ken Setiawan.

NII atau Darul Islam (DI) atau  "Rumah Islam", bertujuan untuk pembentukan negara Islam di Indonesia.

Sudah dimulai pada 7 Agustus 1949 oleh sekelompok milisi Muslim, dikoordinasikan oleh seorang politisi Muslim radikal, Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo di Desa Cisampah, Kecamatan Ciawiligar, Kawedanan Cisayong, Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat.

Ken Setiawan masuk menjadi angggota NII pada awal tahun 2000.

Saat itu, Ken Setiawan datang ke Jakarta untuk mengikuti lomba, namun tidak ikut lomba sebab bertemu seorang temannya dan dipengaruhi untuk masuk menjadi anggota NII.

Awal tahun 2000 Ken Setiawan ke Jakarta untuk ikut lomba silat. Di situ Ken Setiawan ketemu teman dan  masuk NII, dan membatalkan ikut lomba silat.*

Sumber: rkn media

 

Redaktur: Aju

Berita Terkait

Baca Juga

Komentar Anda