JAKARTA, SP - Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus mengungkapkan jika mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman masih menikmati sejumlah fasilitas sebagai seorang Ketua MK, yang mana, kata Petrus, hal tersebut melanggar undang-undang karena fasilitas itu seharusnya dinikmati oleh Ketua MK teranyar yakni Suhartoyo.
"Hingga saat ini (Anwar Usman) masih menikmati fasilitas negara yang eksklusif. Yang secara undang-undang seharunya hanya boleh digunakan oleh ketua MK, (Suhartoyo)," kata Petrus kepada wartawan di Gedung MK, Minggu (21/4).
Selama enam bulan ini, Anwar Usman telah dicopot dari jabatannya sebagai Ketua MK, namun fasilitas sebagai Ketua MK masih melekat padanya. Petrus mengatakan, jika Anwar Usman menikmati fasilitas yang bukan haknya.
"Tetapi dengan pemberitaan Anwar Usman masih menikmati fasilitas yang eksklusif yang dia miliki selama menjabat sebagai ketua MK, ini menimbulkan pertanyaan besar dari masyarakat, apakah betul hakim konstitusi yang besok menyidangkandan memutus sengketa hasil pilpres mereka benar-benar dalam keadaan bebas atau tidak," ucap Petrus.
Klarifikasi MK
Kepala Biro Hukum dan Administrasi Kepaniteraan sekaligus Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono memberikan klarifikasi mengenai kabar bahwa mantan Ketua MK Anwar Usman masih menggunakan fasilitas yang seharusnya didapatkan oleh Ketua MK Suhartoyo.
Ketika ditemui di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Minggu (21/4) Fajar membenarkan bahwa Anwar masih menggunakan beberapa fasilitas yang seharusnya ditujukan kepada Ketua MK yang saat ini menjabat.
Ia menjelaskan, beberapa fasilitas yang seharusnya didapatkan oleh Ketua MK antara lain adalah rumah dinas, ruang kerja, dan mobil dinas.
“Memang dalam beberapa waktu ini beliau masih menggunakan beberapa fasilitas, kecuali rumah dinas. Saya pastikan rumah dinas itu sudah tidak dipakai lagi,” ujarnya.
Terkait hal tersebut, lanjut dia, para pimpinan MK pun memutuskan bahwa masalah penataan fasilitas itu akan diselesaikan setelah penanganan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) berakhir.
“Kita fokus di PHPU dulu karena dikejar waktu. Yang lebih penting adalah bagaimana mereka menyelesaikan (perkara PHPU) ini dengan sebaik-baiknya sesuai dengan rentang waktu,” ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa polemik tersebut hanyalah persoalan teknis terkait penataan fasilitas yang berhak diterima.
“Ini soal teknis karena memang itu soal-soal yang bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Itu kan sementara tidak mengganggu,” kata dia. (okz/ant)