SEMARANG,SP — Pilkada serentak di Jawa Tengah mendapatkan perhatian serius dari anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Jawa Tengah (Jateng), Abdul Kholik. Setidaknya ada tiga hal yang ditekankan adalah kandidat kepala daerah yang berlatar belakang ASN/TNI/Polri, perang baliho kandidat hingga politik uang.
Menurut dia, saat ini cukup banyak kandidat calon kepala daerah yang berlatar belakang ASN/TNI/Polri. Namun dalam proses pendekatan mereka pada parpol dinilai melanggar netralitas. Karena itu, Abdul Kholik minta Bawaslu Jateng memberikan penjelasan pada masyarakat apakah hal itu melanggar atau tidak?
"ASN/TNI/Polri itu kan memiliki hak politik. Tapi belum-belum, ada yang diproses dan diteruskan ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Kalau masih pendekatan ke partai, mestinya tidak ada sanksi dan tak perlu diproses, karena tahapannya memang seperti itu," tegas Abdul Kholik di Kantor Bawaslu Jateng yang diterima oleh Ketua Bawaslu Muhammad Amin, baru-baru ini.
Menurut Abdul Kholik, jika ASN/TNI maupun Polri khawatir untuk terjun ke politik, maka akan ada kekhawatiran semakin terbatasnya kandidat dalam pilkada 2024 ini. Sehingga berpotensi melahirkan calon tunggal atau melawan kotak kosong di sejumlah daerah.
"Semangatnya harus diberi ruang dulu. Sebab, itu hak politik sebagai warga negara. Saya berharap ruang ini jangan dihambat, sebelum benar-bemar melanggar aturan, sehingga akan membuka ruang kontestasi yang lebih luas. Saya khawatir calon tunggal meningkat, karena ada calon yang ingin maju tapi terhambat," ujarnya.
Kedua lanjut Abdul Kholik adanya "perang baliho" para kandidat calon kepala daerah maupun wakilnya di berbagai daerah di Jawa Tengah. Padahal, belum ditetapkan oleh KPUD sebagai.kandidat resmi calon kepala daerah.
Ketiga, Abdul Kholik berharap pemilukada serentak kali ini bisa terbebas dari politik uang atau setidaknya bisa diminimalisir. Ia prihatin karena banyak kepala daerah yang terjerat kasus hukum saat masih menjabat atau setelah melepas jabatannya.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Muhammad Amin mengatakan, ketentuan ASN/TNI/Polri yang masuk dalam kontestasi Pilkada sah-sah saja. Ini sebagaimana Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2020 tentang Perubahan Keempat Atas PKPU Nomor 3 Tahun 2017.
"Selama mereka belum ditetapkan sebagai pasangan calon oleh KPU, maka belum masuk ke ranah peraturan atau PKPU tersebut. Tapi, jika yang bersangkutan sudah ditetapkan sebagai pasangan calon, maka wajib mundur, dari ASN, TNI dan Polri," jelas Muhammad.
Penetapan pasangan calon sendiri sesuai tahapannya dilakukan pada 22 September 2024. Sedangkan untuk baliho yang cukup banyak saat ini, menurut Muhammad, bukan wewenang Bawaslu, karena tokoh-tokoh tersebut belum berstatus pasangan calon sebagaimana diatur dalam PKPU. "Apakah baliho saat ini masuk APK (alat peraga kampanye)? Bukan, karena pendaftarannya saja belum dibuka, baru Agustus nanti. Jadi, itu di luar kewenangan Bawaslu," ungkapnya.
Namun demikian, tiap kabupaten/kota memiliki Perda (peraturan daerah) perihal aturan pemasangan baliho tersebut. Sehingga hal itu menjadi kewenangan pemerintah kabupaten dan kota.
"Terkait politik uang, Bawaslu terus mendorong agar bisa diminimalisir atau bahkan bisa dihilangkan. Langkah yang sudah ditempuh Bawaslu di antaranya adalah sosialisasi hingga membentuk desa pengawasan anti politik uang," pungkasnya.(nif)