Nasional post authorBob 23 Oktober 2020

Polisi Dinilai Ragu Bubarkan Kampanye,  Bawaslu: Ada Beban Psikologi di Aparat  

Photo of Polisi Dinilai Ragu Bubarkan Kampanye,  Bawaslu: Ada Beban Psikologi di Aparat   Ketua Bawaslu, Abhan

JAKARTA, SP - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Abhan mengatakan aparat kepolisian dan Satpol PP sering kali ragu membubarkan kampanye Pilkada 2020 paslon petahana yang melanggar protokol kesehatan pencegahan Covid-19.

Padahal, kata Abhan, hal itu telah diatur PKPU Nomor 13 Tahun 2020. Bawaslu dan aparat penegak hukum berwenang membubarkan kampanye yang melanggar protokol kesehatan setelah memberi peringatan satu jam sebelumnya.

"Di daerah-daerah tertentu yang ada petahana, aparat penegak hukum kepolisian, Satpol PP ini terus terang kami katakan ada beban psikis, beban psikologi, meskipun Bawaslu sudah menyatakan ini bersalah," kata Abhan pada webinar yang diselenggarakan LHKP PP Muhammadiyah, Rabu (21/10).

Abhan menyampaikan Bawaslu beberapa kali telah memutuskan untuk membubarkan kampanye. Namun kepolisian dan Satpol PP malah saling melempar tanggung jawab.

Sering kali akhirnya Bawaslu sendiri yang melakukan pembubaran. Padahal menurutnya, Bawaslu kekurangan sumber daya manusia untuk menangani hal tersebut.

Selain itu, Abhan mengingatkan kerumunan saat kampanye bukan hanya melanggar aturan pilkada. Namun, ada Inpres Nomor 6 Tahun 2020 dan maklumat Kapolri nomor Mak/3/IX/2020 yang mengatur penerapan kedisiplinan protokol kesehatan.

"Kalau ini dibebankan kepada penyelenggara Bawaslu saja, tentu kami tidak akan bisa mampu dan menghadapi begitu banyak kerumunan massa," ujarnya.

PKPU Nomor 13 tahun 2020 mengatur sejumlah sanksi dalam lima pasal. Sanksi bervariasi mulai dari teguran tertulis hingga pelaporan ke polisi.

Namun tak ada sanksi tegas berupa diskualifikasi bagi pasangan calon yang melanggar protokol kesehatan terkait pencegahan virus corona. Padahal pemerintah melalui Satgas Covid-19 hingga DPR sepakat perlu ada sanksi tegas.

Pilkada Serentak 2020 tetap digelar, meski pandemi Covid-19 kian memburuk di Indonesia. Pemerintah, KPU, dan DPR menetapkan pilkada digelar pada 9 Desember 2020.

Sejak 23 September, pilkada masuk masa kampanye. Bawaslu mencatat 9.189 kampanye tatap muka. Sebanyak 256 di antaranya berujung pelanggaran protokol kesehatan.

Sementara itu, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet) mendorong pemerintah bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengevaluasi setiap tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 apabila masih terjadi pelanggaran. 

Dengan demikian, pemerintah bersama KPU dapat segera mengambil kebijakan yang baik dan efektif untuk mencegah terjadinya masalah dalam pelaksanaan pilkada. 

"Mengingat, Pilkada 2020 harus tetap mengutamakan kesehatan dan keselamatan masyarakat serta harus tetap berjalan sesuai azas pemilu, yakni langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (luber jurdil)," ujar Bamsoet.

Bamsoet juga mendorong KPU bersama Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memperhatikan permintaan Mendagri untuk menindak peserta pemilu yang melakukan pelanggaran agar ditindak tegas.

"Khususnya kepada jajaran penyelenggara yang melanggar aturan. Sebab apabila penyelenggara melakukan pelanggaran seperti terlibat politik transaksional maka akan timbul konflik kepentingan. Karena sudah tidak ada unsur kepercayaan lagi terhadap penyelenggara," tuturnya.

Selain itu, dia mendorong Bawaslu dan aparat keamanan untuk meningkatkan tugas pengawasan terhadap protokol kesehatan dalam tahapan pilkada sebagaimana diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 13 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Tahapan Pilkada di Masa Pandemi COVID-19, khususnya di masa kampanye.

"Sebab masih terjadinya pelanggaran dalam tahapan pilkada dapat mengancam keselamatan publik dan kualitas Pilkada 2020," ucap Bamsoet. (cnn/lip)

 

 

Berita Terkait

Baca Juga

Komentar Anda