Nasional post authorBob 25 Februari 2021

Imbas Positif Pembatasan Mobilitas Selama Pandemi Covid-19, KLHK Klaim Kualitas Udara Semua Provinsi 'Hijau'

Photo of Imbas Positif Pembatasan Mobilitas Selama Pandemi Covid-19, KLHK Klaim Kualitas Udara Semua Provinsi 'Hijau' KUALITAS UDARA – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengklaim kualitas udara seluruh provinsi di Indonesia, termasuk Kalbar dalam kondisi baik selama pandemi Covid-19, karena adanya pembatasan mobilitas. Dok Suara Pemred/Yodi Rismana

Pandemi Virus Corona atau Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) berdampak besar pada perbaikan kualitas udara secara nasional, karena produksi industri yang merosot dan pembatasan mobilitas kendaraan bermotor. Kualitas udara di semua provinsi menjadi ‘hijau.’

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengungkap terdapat peningkatan Indeks Kualitas Udara (IKU) sebesar 0,65 poin pada 2020. IKU tahun lalu mencapai 87,21 poin, sementara di tahun 2019 angkanya berada di 86,56 poin.

Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK Karliansyah mengatakan, angka tersebut mencapai target IKU yang ditetapkan pemerintah, yakni 84,1 poin untuk tahun ini yang dipenuhi seluruh provinsi.

"Ini peningkatan luar biasa. Naik 0,65 poin dibanding 2019. Baik secara nasional atau provinsi memenuhi target," kata Karliansyah dalam konferensi video bersama wartawan, Rabu (24/2).

"Lagi-lagi wilayah Indonesia didominasi oleh kualitas udara baik, sangat baik dan tidak ada yang buruk," imbuhnya sembari menunjukkan peta IKU nasional tahun 2020.

Peta tersebut menunjukkan seluruh wilayah Indonesia yang digambarkan dengan warna hijau muda dan hijau tua. Warna hijau tua, yang artinya kualitas udara sangat baik, dipakai untuk menggambarkan bagian timur Indonesia, sebagian pulau Sulawesi, sebagian kecil pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera.

Sementara sebagian lain dari Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan seluruh Pulau Jawa, Bali dan sekitarnya diklaim memiliki indeks kualitas udara yang baik.

Berdasarkan paparan Karliansyah, IKU terpantau turun naik dalam kurun waktu 2015-2018, yakni 84,96 poin di tahun 2015, 81,78 poin tahun 2016, 87,03 tahun 2017 dan 84,74 tahun 2018. Karliansyah menyebut selama 2015-2020, 27 provinsi mengalami tren peningkatan IKU.

Peningkatan IKU tertinggi didapati di Provinsi Banten, Riau, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Kepulauan Riau. Sementara lima provinsi dengan peningkatan kualitas udara terendah adalah Jawa Timur, Bali, D.I.Yogyakarta, Papua Barat, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Utara.

Dia mengakui pandemi covid-19 berdampak besar pada perbaikan kualitas udara secara nasional karena produksi industri yang merosot dan pembatasan mobilitas kendaraan bermotor.

"Tapi kita sampaikan, juga ada upaya-upaya untuk memperbaiki. Dengan bahan bakar, pengawasan ketat, baku mutu yang kita perketat. Jadi juga membantu perbaikan," tambah dia.

Namun menurut Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Bondan Andriyanu, laporan KLHK tidak bisa menggambarkan kualitas udara secara keseluruhan. IKU hanya menggunakan parameter pencemaran SO2 dan NO2. Padahal masih ada parameter polutan udara lain.

"Harusnya masyarakat disajikan data yang se-real time mungkin dan menyajikan data pencemaran udara untuk beberapa polutan, serta juga informasi mengenai dari mana sumber pencemaran udara ini berasal," kata dia.

Bondan menjelaskan terdapat beragam tolak ukur yang bisa digunakan untuk mengetahui kualitas udara. Selain IKU, juga ada Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) dan Baku Mutu Udara Ambien (BMUA).

Mengacu pada Peraturan Menteri LHK No. 14 Tahun 2020 parameter polutan yang digunakan dalam ISPU meliputi partikulat (PM10 dan PM2,5), karbon monoksida (CO), nitrogen dioksida (NO2), sulfur dioksida (SO2), ozon (03) dan Hidrokarbon.

Sementara Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 mengatur BMUA sebagai batas maksimum mutu udara ambien. Jika inventarisasi udara menunjukkan status mutu udara di atas batas BMUA, maka udara di wilayah itu masuk kategori tercemar.

Bondan mencontohkan tahun 2019 di DKI Jakarta, banyak parameter polutan udara yang jumlah mutunya berada di atas batas BMUA. Menurut analisa Greenpeace Indonesia, kualitas udara di Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat berdasarkan parameter PM2,5 sepanjang 2020 mayoritas berada di kategori sedang, tidak sehat untuk kelompok sensitif, dan tidak sehat.(cnn)

Berita Terkait

Baca Juga

Komentar Anda