JAKARTA, SP - Badan Kepegawaian Negara (BKN) mengungkap pernah ada 97.000 data aparatur sipil negara (ASN/PNS) misterius. Hal itu terjadi pada 2014, di mana pemerintah memberikan gaji dan iuran pensiun namun orangnya sudah tidak ada.
Plt Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Hukum, dan Kerja sama BKN Paryono mengatakan hal itu terjadi karena saat itu banyak pegawai abdi negara tidak mengikuti Pendataan Ulang PNS (PUPNS).
Alasannya beragam mulai dari kesulitan akses, status mutasi, status meninggal, status berhenti dan sejenisnya yang tidak dilaporkan oleh instansi kepada BKN.
"Kami sudah ingatkan ke instansi bahwa ada data sekian ini harusnya mereka menelusuri PNS-PNS yang ada di bawah kendali atau menjadi pegawai di instansi itu untuk ditelusuri," kata Paryono kepada wartawan, Rabu (26/5) kemarin.
Saat ini jumlah itu sudah berkurang karena semakin banyak PNS yang ikut dalam Pendataan Ulang PNS (PUPNS). Dari 97.000 data misterius itu, diperkirakan saat ini telah turun menjadi di bawah 10.000.
"Setelah beberapa tahun itu saya kira sudah tidak ada, sudah tidak sampai 97.000 sekarang dan saya memang belum dapat datanya," imbuhnya.
"Nanti akan kami sampaikan juga itu mungkin update data terbaru PNS yang masih misterius ini ada berapa. Tapi saya kira di bawah 10.000 atau berapa," tambahnya.
Berdasarkan tindak lanjut yang dilakukan BKN sejak PUPNS 2015 digulirkan, per Mei 2021 disebut tinggal 7.272 PNS yang terdata belum mengikuti PUPNS 2015.
Untuk itu, Paryono meminta masing-masing instansi untuk menelusuri para PNS yang belum melakukan PUPNS dan segera menyampaikannya kepada BKN.
"Kemarin kami sudah koordinasi di pengelolaan data bahwa PNS yang tidak terdata ini sudah disampaikan ke instansi dan harus ditelusuri oleh instansi," imbuhnya.
Dia juga mengajak para PNS untuk aktif melakukan Pemutakhiran Data Mandiri (PDM) yang pelaksanaannya akan berlangsung Juli-Oktober 2021.
"Karena kalau tidak melakukan pendataan PUPNS itu maka datanya akan freeze atau tidak bisa berkembang. Dia tidak bisa melakukan kenaikan pangkat, tidak bisa melakukan pindah wilayah kerja, atau tidak bisa diusulkan untuk pensiun karena data itu tidak bisa diakses untuk melakukan mutasi kepegawaian. Maka satu-satunya cara adalah mengaktifkan data tersebut," bebernya.
Terkait alasan PNS 'hantu' masih digaji saat sudah tidak bekerja, Paryono menyebut itu bukan kewenangannya. Yang menentukan pembayaran gaji PNS disebut berada di instansi masing-masing.
"Kalau misalnya tidak diberhentikan gajinya oleh BKN itu karena bukan kewenangan BKN untuk menghentikan gaji. Jadi BKN itu hanya mengenai mutasi kepegawaian atau manajemen kepegawaian, itu di BKN. Tetapi untuk pembayaran gaji dan sebagainya itu ada di instansi masing-masing," imbuhnya.
Rugikan Negara
Jika melihat lebih jauh, keberadaan PNS hantu tentu saja merugikan negara. Pasalnya, pemerintah tetap mengeluarkan anggaran untuk membayar gaji maupun dana pensiun dari kas keuangan negara.
Sebagai gambaran, gaji PNS terdiri dari gaji pokok, tunjangan kinerja (tukin), dan tunjangan melekat seperti tunjangan keluarga, tunjangan pangan dalam bentuk uang, dan tunjangan jabatan atau tunjangan umum.
Gaji pokok PNS diatur dalam PP Nomor 15 tentang Gaji PNS. Dalam aturan itu, dituliskan bahwa gaji terendah PNS yakni PNS golongan I/a dengan masa kerja di bawah satu tahun sebesar Rp1.560.800.
Apabila mengambil perkiraan kerugian negara dengan basis gaji PNS terendah, maka potensinya mencapai Rp151,39 miliar per bulan. Perhitungannya berasal dari gaji PNS golongan 1/a dengan masa kerja di bawah satu tahun Rp1.560.800 dikali dengan 97 ribu PNS fiktif.
Hingga saat ini, pemerintah mengklaim jumlah PNS fiktif telah berkurang. Artinya, belum diketahui secara jelas apakah negara tetap menggaji para abdi negara fiktif hingga tahun ini.
Namun, apabila memang angka PNS fiktif masih bertahan hingga saat ini, maka potensi kerugian negara bisa mencapai Rp 13,62 triliun. Perhitungan tersebut berasal dari potensi kerugian negara sebulan sebesar Rp 151, 39 miliar dikali 90 bulan.
Angka perkiraan kerugian tersebut masih menggunakan dasar gaji terendah PNS yakni PNS golongan I/a dengan masa kerja di bawah satu tahun sebesar Rp1.560.800. Sedangkan, BKN tidak merincikan golongan dari para PNS fiktif tersebut, sehingga ada potensi perkiraan kerugian negara lebih besar dari Rp13,62 triliun.
Perkiraan kerugian negara itu juga belum memasukkan hitungan tunjangan yang diterima oleh para PNS fiktif. Pasalnya, besaran tunjangan yang diterima PNS bervariasi, bergantung pada instansi atau lembaga yang membawahinya, jabatan, kinerja, dan sebagainya.
Kritik Mahasiswa
Sejumlah organisasi mahasiswa mendesak DPR untuk bergerak mengusut ribuan 'PNS hantu'.
Organisasi mahasiswa yang mengkritik masalah 97 PNS misterius di antaranya adalah Pengurus Besar Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (PB SEMMI). Mereka ingin DPR segera membentu Panitia Khusus (Pansus) untuk mengusut kasus ini.
"Kami merasa bahwa sudah saatnya DPR RI untuk membentuk pansus terhadap temuan sekitar hampir 100 ribu PNS misterius yang disampaikan oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN)," tegas Ketua Umum PB SEMMI, Bintang Wahyu Saputra, sebagaimana keterangan tertulis PB SEMMI.
Bintang mengatakan PNS misterius atau PNS hantu ini bukanlah kejadian yang biasa-biasa saja. Sebab, ini sangat berhubungan dengan anggaran negara.
Dia membuat simulasi dengan asumsi 1 orang PNS mendapat gaji dan tunjangan Rp 5 juta. Kemudian, 5 juta dikalikan jumlah 'PNS hantu' itu yakni Rp 5 juta x 97 ribu = Rp 485 miliar. Bila jumlah nominal anggaran gaji dalam 1 bulan untuk PNS hantu itu dikalikan 12 bulan alias setahun, maka hasilnya adalah Rp 5,8 triliun atau hampir Rp 6 triliun.
Kabarnya, 'PNS hantu' ini sudah ada sejak 2014. Berarti, duit negara sudah dihisap oleh 'hantu' itu selama tujuh tahun. Tinggal dihitung saja, Rp 6 triliun x 7 tahun.
"Jadi, selama 7 tahun ini negara telah mengeluarkan uang hampir 42 triliyun. Ini bukan uang yang sedikit. Ini artinya ada oknum tertentu yang melakukan pembiaran atas kasus ini," ujar Bintang Wahyu Saputra.
Oleh karena itu, lanjut Bintang, sudah sepantasnya DPR RI membentuk pansus untuk mengusut kasus ini sampai keakar-akarnya.
"PB SEMMI minta kepada pimpinan DPR RI agar segera membentuk pansus untuk menyelidiki kasus ini. Semua agar jelas dan terang benderang. Sebab, ini duit rakyat yang dipakai dan PB SEMMI siap mengawal kasus ini sampai tuntas," tutup Bintang.
Dorong Bentuk Tim
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad angkat bicara mengenai adanya data fiktif pegawai negeri sipil di Indonesia, dengan jumlah ribuan.
Dasco meminta sejumlah pihak terkait memberikan klarifikasi terkait hal ini. Bahkan, dia juga mendorong untuk membentuk tim khusus dalam rangka mengusut tuntas persoalan ini.
"Mestinya banyak pihak yang mesti mengklarifikasi, perlu dibentuk menurut saya satu tim khusus," kata Dasco di Kompleks Parlemen,kemarin.
Oleh karena itu, Dasco meminta pemerintah melakukan pengecekan terhadap data tersebut. Ia mengaku merasa prihatin, mengingat pemberian gaji kepada 97 ribu PNS gaib itu sudah berlangsung sejak 2014.
"Administrasinya perlu dibenahi dan juga perlu dicek secara tuntas, larinya uang pembayaran negara tersebut kepada siapa?” herannya.
Politikus Gerindra itu menilai hampir 100 ribu PNS misterius itu tidak wajar. Sehingga ia menilai perlu adanya pengusutan lebih lanjut.
"Karena kalau keliru sampai 10 sampai 15 orang kita masih bisa maklum, tapi kalau sampai hampir 100 ribu bahkan lebih ini perlu diusut secara tuntas," pungkasnya.
Investigasi Data
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) bakal menerjunkan tim investigasi untuk menyelidiki adanya dugaan data pegawai negeri sipil (PNS) yang diduga fiktif. Adapun jumlah data PNS yang diduga fiktif mencapai 97.000 berdasarkan laporan Badan Kepegawaian Negara atau BKN.
Kepala BPKP, Muhammad Yusuf Ateh mengatakan, tim investigator akan meminta data kepada BKN mulai Jumat 28 Mei 2021. Nantinya, proses investigasi juga akan dilakukan di seluruh provinsi di Indonesia guna mengantisipasi adanya potensi kerugian negara.
“Kami belum lihat masa iya ada orang bayar gaji bisa fiktif, kan ada orang yang mengambil (gaji) itu ada tangannya tidak mungkin fiktif begitu,” ujar Ateh dalam konferensi pers, Kamis (27/5).
Menurut dia, upaya melakukan investigasi terkait dengan dugaan data fiktif bukanlah hal sulit dilakukan. Sebab, semuanya transaksi masih tercatat dan bisa ditelusuri.
Kendati demikian, Ateh belum mengetahui proses investigasi membutuhkan waktu berapa lama hingga mendapatkan hasil yang valid.
“Kalau memang bener begitu kan bukan salah orang yang menerima duit saja, pengurusnya bisa saja salah,” kata dia.
Perkara dugaan temuan 97.000 data misterius PNS Tahun 2014 oleh BKN menjadi sorotan sejumlah kalangan, salah satunya perihal gaji bulan yang dibayarkan negara.
Klaim Kasus Lama
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Tjahjo Kumolo meluruskan informasi kebobolan gaji terhadap 97 ribu pegawai negeri sipil (PNS) fiktif. Menurut Tjahjo, perkara tersebut merupakan kasus lama dan sudah terselesaikan.
Tjahjo menuturkan, data PNS fiktif itu diketahui dan ditemukan pada 2015 ketika sedang dilakukan pendataan ulang PNS. Kemudian pada 2016, data sudah dirapikan sehingga tidak ada lagi PNS fiktif yang menerima gaji dan pensiun.
"Itu berita lama tahun 2015 yang muncul kembali ketika diadakan Pendataan Ulang PNS (PUPNS). Sudah selesai semua pendataannya di tahun 2016," kata Tjahjo melalui keterangan tertulisnya, Selasa (25/5).
Sebelumnya, Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana melalui konferensi persnya menyampaikan, perlunya pembaruan data PNS. Bima kemudian menceritakan, bahwa dulu pernah ditemukan data 97 ribu PNS fiktif yang tetap menerima gaji dan pensiun.
Sejak Indonesia merdeka, ujar Bima, pembaharuan data PNS baru dilakukan sebanyak dua kali yakni 2002 dan 2014. Karena itu perlu dilakukan pemutakhiran data ASN secara berkala untuk menghindari gaji PNS fiktif.
Plt Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Hukum dan Kerja sama Badan Kepegawaian Negara, Paryono, mengatakan kewajiban pembaruan data ini dimulai per Juli hingga Oktober 2021. Menurut Paryono, setiap ASN dan Pejabat Pimpinan Tinggi Non-ASN cukup melakukan pemutakhiran data dan riwayat pribadinya melalui akses daring ke dalam Aplikasi MySAPK berbasis gawai (mobile) atau website.(dtk/cnb/pr/zon)
Ada Persekongkolan Besar
Manajemen Kepegawaian Indonesia dinilai amburadul oleh Guspardi Gaus yang adalah anggota Komisi II DPR Republik Indonesia.
Penilaian yang diberikan beliau ini merupakan buntuk dari ditemukannya 97 ribu Pegawai Negeri Sipil "hantu" namun masih digaji oleh negara.
Sebelumnya, melalui tayangan sebuah video di kanal YouTube, Bima Haria Wibisana selaku Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) mengungkapkan fakta mmengejutkan bahwa ketika melakukan pendataan ulang PNS di tahun 2014, ditemukan data sekitar 97 ribu PNS "hantu".
Dari sekian banyak PNS "Hantu" ini ditengarai mereka masih menerima pembayaran gaji dan uang pensiun padahal sosok PNS-nya tidak ada.
Guspardi mengatakan kemungkinan ada persekongkolan yang melibatkan beberapa pihak terkait dalam kasus dugaan pembayaran gaji PNS Fiktif ini.
“Tidak bisa sendiri itu. Tiap bulan menerima gaji. Bisa saja dia berkolusi dengan institusi atau atasan yang bersangkutan,” kata Guspardi, dikutip dari Flores Terkini, kemarin.
Menurut anggota DPR RI asal Sumatera Barat ini, kasus pembayaran gaji PNS fiktif yang masih dalam dugaan ini menunjukkan bahwa manajemen kepegawaian negara kita terkesan lemah dan amburadul, yang ternyata sudah berlangsung sejak tahun 2014.
Guspardi Gaus lalu meminta pemerintah segera melakukan pengusutan atas temuan dari BKN ini. Sepertinya ada oknum yang bermain dalam memanfaatkan anggaran kesejahteraan dari PNS untuk kepentingan pribadi maupun instansi.
“Telusuri. Itu siluman namanya. Dia enggak PNS, tapi ter-update sebagai orang yang menerima gaji atas nama PNS. Ini kan sesuatu yang ganjil. Kenapa itu bisa,” tegasnya dengan geram.
Hal senada juga diungkapkan oleh Presidium Pimpinan Nasional (Pimnas) Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) Dr. Sri Mulyono. Beliau menaruh prihatin atas kasus PNS "hantu" yang jelas merugikan uang negara ini.
Data yang ada saat ini memang sudah sedikit lebih akurat meski belum sepenuhnya selesai diverifikasi. Kasus ini justru mencoreng cita-cita kita dalam reformasi birokrasi yang digaung-gaungkan itu.
“Meskipun diklaim sudah terjadi perbaikan data, tetapi sekaligus diakui bahwa masih belum seluruhnya. Berarti masih ada “PNS Hantu” yang mencerminkan ketidakseriusan reformasi birokrasi, bahkan untuk yang paling elementer. Yakni data yang tidak valid dipergunakan dalam durasi waktu yang panjang,” kata Sri Mulyono dalam pesan tertulisnya, belum lama ini.
Sri Mulyono juga mendesak pemerintah dalam hal ini Badan Kepegawaian Negara untuk segera melakukan pemutakhiran dan validasi data PNS.
Dalam penjelasan lebih lanjut, beliau juga mengharapkan agar pemerintah bisa membentuk tim investigasi yang khusus menangani dugaan PNS "Hantu" ini.
Jika terbukti ada pihak-pihak yang bersekongkol dalam memanfaatkan kesempatan ini untuk kepentingan pribadi maka sanksi tegas harus diberikan. (flo
Pemutakhiran Data PNS Baru Dilakukan 2 Kali Sejak RI Merdeka
Adanya 97.000 data misterius yang diperkirakan milik Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang belum melakukan pembaharuan harus secepatnya ditindaklanjuti oleh pemerintah.
Temuan dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) itu juga membuka mata betapa data administrasi kepegawaian para abdi negara masih jauh dari sempurna di tengah reformasi birokrasi yang terus digaungkan dalam beberapa tahun terakhir. Pemerintah bahkan disinyalir baru dua kali melakukan pembaharuan data PNS sejak Indonesia merdeka. Persoalan ini terjadi di lintas pemerintahan.
Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahadiansyah mengatakan, persoalan itu seperti fenomena gunung es yang sudah terjadi sejak lama, di mana pernah terjadi di era pemerintahan sebelumnya.
"Ini persoalan seperti lama, ini kan sesungguhnya sudah lama kasus ini, ini sudah di 2002. Karena masalahnya untuk PNS, sejak Indonesia merdeka itu baru dua kali di-update datanya itu. Jadi, baru dua kali melakukan pembaharuan data," ungkapnya, Rabu (26/5) kemarin.
Menurut dia, ada sejumlah masalah fundamental yang menyebabkan munculnya data fiktif PNS. Pertama, menyangkut dengan sistem hukum pendataan kepegawaian. Dalam konteks ini, regulasi pendataan belum dirumuskan pihak terkait.
Kedua, sistem pembaharuan data kepegawaian di pusat dan daerah yang disediakan BKN. Dengan kemajuan teknologi dan informasi (IT), ucap Trubus, pemerintah seyogyanya juga melakukan pembaruan sistem berbasis digital untuk mempermudah para pegawai melakukan pemutakhiran data. Ketiga, upaya atau keinginan pegawai yang melakukan pendataan ulang.
"Ada kemungkinan banyak ASN yang belum meng-update datanya, ini terutama yang terjadi di daerah. Di pusat juga iya, sehingga mereka ini tak pernah naik pangkat, jadi mereka juga tidak pernah pindah tempat, kemungkinan ASN sendiri yang tidak meng-update datanya," tuturnya.
Trubus memandang kasus data misterius memang benar terjadi. Pasalnya, informasi tersebut disampaikan BKN sebagai lembaga negara yang menyusun dan menetapkan kebijakan teknis manajemen kepegawaian.
Oleh karena itu, data fiktif PNS dinilai erat kaitannya dengan gaji yang dibayarkan pemerintah. Artinya, per bulannya pemerintah terpaksa mengalokasikan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) kepada orang yang juga dinilai fiktif.
"Pemborosan uang negara, kan gaji dibayar per bulan itu beberapa triliun. Sekarang pertanyaannya yang menerima siapa? Kalau itu memang fiktif berarti orangnya gak ada," tukasnya.
Data fiktif PNS, merupakan persoalan hukum yang harus diselesaikan segera, di mana penegak hukum harus melakukan pengusutan terhadap kasus tersebut. Pasalnya, perkara ini menyangkut kepentingan publik dan negara. (sin)