Opini post authorBob 09 Juni 2021

Optimis Mewujudkan Pembangunan Pertanian Kalbaryang Berkelanjutan

Photo of Optimis Mewujudkan Pembangunan Pertanian Kalbaryang Berkelanjutan  Muhammad Rizky Septian, SST., Statistisi Pertama, BPS Provinsi Kalimantan Barat

Pada dasarnya, Indonesia dikenal oleh dunia internasional sebagai negara agraris. Hal ini disebabkan karena karakteristik utama negara agraris adalah sektor pertanian yang masih cukup dominan dalam menyusun perekonomiannya.

Selain itu, ciri khas lainnya adalah sebagian besar penduduknya juga masih terkonsentrasi ke dalam sektor pertanian.

Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki beberapa keuntungan. Misalnya, konsumsi pangan yang bersumber dari komoditas sektor pertanian berpeluang besar untuk tidak bergantung pada impor.

Bahkan, jika pemenuhan kebutuhan di dalam negeri sudah surplus, bukan tidak mungkin akan menjadi penyumbang devisa melalui pintu ekspor.

Selain itu juga, sektor pertanian dapat menjadi sumber penyerapan tenaga kerja yang signifikan karena lebih cenderung berupa padat karya daripada padat modal.

Di dalam Sustainable Development Goals (SDGs), sektor pertanian bahkan berperan cukup krusial seperti yang termaktub di dalam tujuan kedua, yaitu “Mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan nutrisi yang lebih baik dan mendukung pertanian berkelanjutan”, yang harapannya dapat tercapai pada tahun 2030.

Hal inilah yang menyebabkan persoalan seputar sektor pertanian selalu menarik untuk dibahas. Lantas, pertanyaan kritis yang mungkin muncul adalah bagaimanakah kondisi sektor pertanian dalam perekonomian saat ini, khususnya di Kalimantan Barat?

Potensi Pertanian Kalimantan Barat

Di dalam hasil rilis Berita Resmi Statistik (BRS) “Pertumbuhan Ekonomi Kalimantan Barat Triwulan I-2021” pada 5 Mei 2021, Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kalbar mencatat bahwa sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan masih mendominasi dalam menyusun struktur perekonomian pada triwulan I tahun 2021.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) nominalnya mencapai 13,34 triliun rupiah pada triwulan I tahun 2021, atau sekitar 24 persen porsinya dalam menyusun perekonomian Kalbar.

Hal ini juga sejalan dengan pertumbuhan riilnya yang masih positif jika dibandingkan dengan triwulan I tahun 2020 (sekitar 4,17% yoy).

Di sisi lain, kondisi ketenagakerjaan Kalbar mengindikasikan hal yang serupa dengan struktur perekonomiannya.

Menurut BPS Provinsi Kalbar dalam hasil rilis BRS “Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Kalimantan Barat Februari 2021”, lebih dari 46 persen penduduk yang bekerja di Kalbar masih terkonsentrasi pada sektor pertanian, atau sekitar 1,19 juta orang.

Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa sektor pertanian masih menjadi primadona dalam penyerapan tenaga kerja di Kalbar.

Upaya yang Bisa Dilakukan

Menilik data empiris terkait dengan indikator secara makro tersebut, maka dapat dikatakan bahwa sektor pertanian masih tangguh dan potensial untuk dikembangkan di Kalbar.

Perannya juga sangat penting, mengingat kontribusinya dalam menyusun PDRB dan penyerapan tenaga kerja. Dengan demikian, sektor pertanian menjadi aset berharga di Kalbar yang harus kita jaga keberlanjutan pengembangannya.

Adapun beberapa langkah strategis yang dapat dilakukan untuk menjaga keberlanjutan pembangunan pertanian di Kalbar antara lain pertama, bagi pemerintah dapat melakukan pembenahan sektor pertanian dengan merevitalisasi infrastrukturnya. Misalnya dengan menambah luas lahan pertanian.

Perlu upaya yang serius dari pemerintah agar tidak semakin banyak lagi alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan hunian. Selain itu juga, peremajaan kembali jaringan irigasi serta memastikan ketersediaan benih unggul dan pupuk harus dilakukan.

Kedua, perlunya kebijakan yang melindungi para petani lokal dengan memperketat aturan impor pangan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan. Pasal 36 ayat 1 dalam UU tersebut menyatakan bahwa impor pangan hanya dapat dilakukan apabila produksi pangan dalam negeri tidak mencukupi dan/atau tidak dapat diproduksi di dalam negeri.

Keran impor yang dibuka lebar oleh pemerintah terbukti telah menurunkan harga komoditas pangan lokal. Akibatnya, petani merugi dan bisa kehilangan harapan untuk melanjutkan profesinya.

Selain langkah-langkah strategis tersebut, tentunya masih banyak hal yang membutuhkan perhatian pemerintah. Namun, apabila berbagai langkah strategis tersebut mampu dijalankan dengan baik, pembangunan pertanian Kalbar yang berkelanjutan bukan hal yang mustahil dapat terwujud. (*)

 

 

Berita Terkait

Baca Juga

Komentar Anda