Opini post authorBob 09 Juni 2021

Turunnya Indek Harga Di Masa Pandemi

Photo of Turunnya Indek Harga Di Masa Pandemi Heriyadi, Statistisi Ahli Pertama, BPS Kabupaten Ketapang

Di Kalimantan Barat pergerakan inflasi selama beberapa bulan terakhir cenderung fluktuatif, hal ini terlihat dari turun naiknya angka inflasi dari bulan Januari sampai dengan bulan Mei Tahun 2021.

Pada bulan Januari tahun 2021 di Kalimantan Barat terjadi deflasi sebesar 0,06 persen dimana Angka IHK  mengalami penurunan dari 106,42  dibulan Desember Tahun 2020 menjadi 106,36 pada bulan Januari Tahun 2021. Selanjutnya, pada bulan Februari Angka IHK mengalami kenaikan menjadi 106,46 atau terjadi  inflasi sebesar 0,10 persen.

Pada bulan Maret Angka IHK kembali tertekan menjadi 106,30 atau terjadi deflasi sebesar 0,16 persen. Untuk bulan April angka IHK kembali bergerak naik menjadi 106,41 atau terjadi inflasi sebesar 0,10 persen.

Selanjutnya pada bulan Mei angka IHK kembali turun menjadi 106,34 atau terjadi deflasi sebesar 0.07 persen. Indek Harga Konsumen (IHK) sendiri adalah indekyang menghitung rata-rata perubahan harga dari suatu komoditas barang atau jasa yang di konsumsi dalam suatu kurun waktu tertentu.

Angka indek ini sendiri akan menggambarkan suatu perbandingan dari harga pada dua waktu yang berbeda dan hasilnya akan menunjukkan turun atau naiknya harga komoditas yang terjadi pada saat itu.

Dari pergerakan inflasi selama beberapa bulan terakhir terlihat ada suatu kecenderungan dimana inflasi di Kalimantan Barat bergerak naik turun dengan model bergelombang.

Naik turunnya inflasi dengan model bergelombang seperti ini bisa dianggap merupakan suatu  gambaran bahwa paket harga atas komoditas barang dan jasa yang ada di pasaran tidak stabil.

Bila kita amati pergerakan inflasi akhir-akhir ini memang berbeda dengan pola yang menjadi trend dari inflasi tahun-tahun sebelumnya (sebelum Pandemi Covid-19) dimana pada tahun-tahun sebelumnya inflasi cenderung bergerak naik dari waktu ke waktu seiring naiknya harga-harga di pasaran.

Kita juga mengenal adanya istilah inflasi musiman, yakni inflasi yang terjadi akibat naiknya komoditi harga pada momen-momen tertentu seperti menjelang perayaan hari besar keagamaan, saat menjelang hari besar keagamaan harga-harga akan bergerak naik sehingga mengakibatkan terjadinya inflasi.

Hal ini berbeda dengan kondisi saat ini, dimana momen hari besar keagamaan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap naiknya angka inflasi. Kita bisa lihat pada bulan Mei 2021 inflasi seharusnya bergerak naik, hal ini karena pada bulan mei  bertepatan dengan bulan Suci Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri, namun kenyataannya inflasi justru mengalami penurunan atau terjadi deflasi sebesar 0,07 persen.

Turunnya angka inflasi ini sendiri dikarenakan adanya penurunan indek pada  kelompok pengeluaran  yakni (tertinggi) kelompok transportasi yang turun sebesar 0,35 persen serta kelompok makanan, minuman dan tembakau yang turun sebesar 0,19 persen.

Pada tahun-tahun sebelumnya (sebelum Pandemi Covid-19) kelompok transportasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap naiknya angka inflasi namun saat ini kelompok transportasi justru merupakan penyumbang terbesar dari turunnya angka inflasi.

Bahkan dibanding Indek Harga Konsumen (IHK) pada tahun lalu (sama-sama disaat Pandemi Covid-19), indek transportasi saat ini tetap lebih rendah.

Pada tahun sebelumnya Mei 2020 angka indek harga konsumen pada kelompok transportasi adalah sebesar 104,20 sedangkan pada tahun ini Mei Tahun 2021 angka indek harga konsumen untuk kelompok transportasi adalah 102,30 atau terjadi penurunan sebesar 1,90 dengan angka penurunan persentase indek sebesar -1,83 persen.

Turunnya indek pada kelompok transportasi ini sendiri merupakan dampak dari menurunnya kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh masyarakat akhir-akhir ini.

Pada hal pada tahun-tahun sebelumnya (sebelum Pandemi Covid-19) momen menjelang Idul Fitri dan setelah Idul Fitri terutama H-5 sampai dengan H+5 merupakan puncak dari aktivitas perjalanan masyarakat.

Pada momen ini penggunaan moda transportasi akan meningkat secara tajam dan angka indekharga konsumen pada kelompok transportasi akan melonjak naik.

Dalam beberapa waktu terakhir masyarakat memang memiliki kecenderungan untuk tidak melakukan perjalanan atau menunda dan membatalkan rencana perjalanannya.

Kondisi ini tidak lain merupakan dampak dari Pandemi Covid-19 yang sampai saat ini masih berlangsung. Hal ini juga sejalan dengan himbauan dari Pemerintah untuk melarang aktivitas perjalanan mudik lebaran dengan tujuan untuk mencegah penularan Covid-19 dan sekaligus memutus mata rantai penyebaran Covid-19 di seluruh wilayah.

Sama seperti halnya dengan kelompok transportasi, kelompok makanan, minuman dan tembakau juga mengalami penurunan indek  dari tahun sebelumnya. Turunnya indek dari makanan, minuman dan tembakau sendiri memberikan suatu gambaran bahwa tingkat konsumsi ditengah masyarakat sedang menurun.

Menurunnya tingkat konsumsi ini sendiri bisa dipandang sesuatu yang cukup aneh, karena terjadi disaat bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri, dimana biasanya tingkat konsumsi  masyarakat sedang tinggi.

Rendahnya tingkat konsumsi masyarakat ini sendiri bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain berupa rendahnya tingkat daya beli masyarakat, dimana tingkat daya beli ini sendiri berbanding lurus jika dihubungkan dengan tingkat konsumsi.

Saat daya beli tinggi, maka tingkat konsumsi juga cenderung akan naik dan sebaliknya disaat daya beli masyarakat rendah maka ada kecenderungan tingkat konsumsi juga akan turun. Tingkat konsumsi pada kenyataannya memang bisa dijadikan sebagai suatu indikator untuk mengukur kemampuan daya beli masyarakat.

Disamping kemungkinan menurunnya tingkat daya beli masyarakat, ada satu faktor yang bisa jadi juga ikut andil dalam mempengaruhi rendahnya tingkat konsumsi, yakni faktor psikologis dan kehati-hatian dari masyarakat.

Faktor psikologis ini berupa suatu kecenderungan dari masyarakat untuk menahan belanjanya dan hanya membelanjakan uangnya untuk kebutuhan penting dan mendesak saja.

Kecenderungan menahan aktivitas berbelanja ini sendiri dikarenakan masyarakat melihat bahwa saat ini kondisi ekonomi masih belum stabil dan kedepannya masih belum ada kepastian kapan perekonomian global akan membaik setelah digoncang oleh Pandemi Covid-19.

Untuk mengatasi hal diatas sedianya telah diluncurkan paket-paket stimulus ekonomi dan ini perlu tetap dilanjutkan untuk mendongkrak kemampuan daya beli ditengah masyarakat.

Hal yang tidak kalah pentingnya adalah memberikan suatu jaminan berupa pemahaman untuk dunia usaha dan masyarakat bahwa kedepannya perekonomian akan tumbuh dan berkembang dengan baik.

Pemahaman ini diperlukan agar pelaku ekonomi memiliki optimisme yang tinggi, sehingga kegiatan produksi berjalan dengan baik, distribusi berjalan lancar, penyerapan tenaga kerja meningkat dan investasi tumbuh dengan baik.

Serta masyarakat bisa melakukan konsumsi dengan normal. Kita optimis bahwa Pandemi Covid-19 akan segera berakhir dan perekonomian akan kembali tumbuh serta berkembang dengan baik. Sumber: BRS BPS Kalbar  Januari sd Mei 2021. (*)

 

Berita Terkait

Baca Juga

Komentar Anda