Opini post authorBob 14 Februari 2023

Nasib Vonis Mati Ferdy Sambo

Photo of Nasib Vonis Mati Ferdy Sambo Sukardi, Mahasiswa Program Studi Hukum Program Doktor Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta

Oleh:

 

 

 

Sukardi,

 

 

Mahasiswa Program Studi Hukum Program Doktor Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta

 

 

 

 

Skenario tembak menembak yang disusun oleh Ferdy Sambo gagal total setelah pihak keluarga menaruh curiga terhadap terbunuhnya Brigadir Josua Hutabarat. Terbunuhnya Josua ditengarai keluarga penuh dengan siasat “busuk” para pelaku (yang waktu itu belum diketahui). Kini Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah menjatuhkan vonis mati terhadap Terdakwa Ferdy Sambo. Persidangan yang menguras penuh energi Majelis Hakim,Penuntut Umum, Kuasa hukum para terdakwa, dan Keluarga besar Almarhum Josua paling tidak sudah berakhir dan merasa lega setelah vonis dijatuhkan kepada para terdakwa (khusunya Ferdy Sambo). Meskipun putusannya belum memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) karena masih tersedianya upaya hukum yang masih mungkin dilakukan oleh Para Terpidana dan Kuasa hukumnya serta Penuntut Umum. Tulisan singkat ini bermaksud untuk membahas bagaimana sesungguhnya pengaturan pidana mati di Indonesia, baik di dalam KUHP (lama) dan KUHP Nasional (baru) yang telah disahkan oleh DPR bersama Presiden pada tanggal 06 Desember 2023.

Pidana Mati dalam KUHP (lama)

Apabila kita telusuri secara seksama, tidak kurang dari sebelas Peraturan Perundang-Undangan yang mengatur dan menerapkan sanksi tentang pidana mati. Dalam KUHP sendiri terdapat sembilan jenis kejahatan yang diancam dengan sanksi pidana mati. Beberapa jenis kejahatan tersebut antara lain makar dengan maksud melakukan pembunuhan terhadap Presiden dan Wakil Presiden, melakukan hubungan dengan negara asing yang mengakibatkan terjadinya perang, penghianatan pemberitahuan kepada musuh di waktu perang,menghasut dan memudahkan terjadinya huru hara, pembunuhan berencana terhadap Kepala Negara sahabat, pembunuhan berencana, pencurian dengan kekerasan dan bersekutu yang mengakibatkan luka berat/mati, pembajakan di laut yang menyebabkan kematian, dan kejahatan penerbangan/sarana penerbangan. Ancaman terhadap pidana mati juga dapat kita temukan pada Peraturan Perundang-Undangan yang bersifat khusus (tidak akan dibahas dalam tulisan ini).

Terhadap terdakwa (kini terpidana) Ferdy Sambo sebagaimana yang disampaikan oleh Penuntut Umum di dalam dakwaannya dikenakan Pasal 340 KUHP, Pasal 55 ke-1 termasuk juga Undang-Undang ITE. Undang-Undang ITE dan didakwakan karena Penuntut Umum beranggapan ada upaya dari terdakwa (terpidana) memerintahkan kepada bawahannya untuk merusak CCTV,baik yang terdapat di rumah terdakwa (terpidana) maupun di kompleks perumahannya. Eksekusi terhadap terpidana mati berdasarkan KUHP (lama) sudah sering kita dengarkan dan baca mengenai proses pelaksanannya sehingga dianggap “tidak begitu penting” untuk diuraikan lebih lanjut dalam tulisan ini.

Pidana Mati dalam KUHP Nasional (baru)

Pengaturan pidana mati di dalam KUHP Nasional pasca dijatuhkannya vonis mati terhadap Ferdy Sambo menjadi perbincangan hangat di tengah-tengah masyarakat. Ada yang beranggapan meskipun Sambo divonis pidana mati,toh masih ada waktu untuk dia merubah sikapnya,perilakunya,menyesali perbuatannya sehingga pidana mati tersebut dapat saja berubah menjadi pidana penjara seumur hidup. Ada juga yang berpendapat sebaliknya, Sambo tetap dapat dieksekusi mati karena KUHP Nasional belum efektif berlaku pada saat dia divonis pidana mati.

Aturan tentang pidana mati di dalam KUHP Nasional (baru)/Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tertuang di dalam Pasal 100. Pasal ini mengatur tentang pidana mati diancamkan secara alternatif sebagai upaya terakhir untuk mencegah dilakukannya tindak pidana dan dengan tujuan untuk mengayomi masyarakat. Selain itu dalam KUHP Nasional(baru) ini juga ditentukan bahwa terhadap terpidana diberikan masa percobaan selama sepuluh tahun untuk dia berbuat baik di dalam penjara. Apabila selama sepuluh tahun tersebut terpidana berdasarkan hasil assessment pihak lembaga pemasyarakatan terpidana dianggap menunjukkan perubahan yang baik terhadap perilakunya maka hukum matinya tersebut dapat berubah menjadi pidana penjara seumur hidup. Tentu perubahan hukuman tersebut tidak serta merta dapat terjadi karena mesti diputuskan melalui Keputusan Presiden dan harus mendapatkan pertimbangan dari Mahkamah Agung.

Ada dua hal yang menjadi syarat agar vonis/pidana mati tersebut dapat berubah menjadi seumur hidup. Pertama,hakim dalam putusannya menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama sepuluh tahun dengan memperhatikan adanya penyesalan dari terdakwa dan adanya harapan dari terdakwa untuk memperbaiki diri serta adanya peran terdakwa dalam tindak pidana. Kedua,apabila selama masa percobaan terpidana tidak menunjukkan sikap dan perbuatan ataupun perilaku yang terpuji serta tidak adanya harapan untuk diperbaiki, pidana mati dapat dilaksanakan atas perintah dari Jaksa Agung selaku eksekutor. Pertanyaan berikutnya,lalu bagaimana nasib vonis mati Ferdy Sambo?

Mengutip pendapat dari Juru Bicara KUHP Nasional Bapak Albert Aries, bahwa saat ini vonis mati tersebut belumlah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) karena terpidana dan kuasa hukumnya masih sangat mungkin untuk melakukan upaya hukum banding dan kasasi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa terhadap terpidana yang kasusnya sudah berkekuatan hukum tetap sebelum awal Januari 2026 tetapi belum dieksekusi mati, maka berlakulah ketentuan Pasal 3 KUHP Nasional (baru) (lex favor reo), yang menyatakan bahwa dalam hal terjadinya perubahan Peraturan Perundang-Undangan sesudah perbuatan itu terjadi, diberlakukan peraturan yang baru, kecuali peraturan yang lama menguntungkan bagi terpidana.

Penulis beranggapan bahwa apa yang disampaikan oleh Juru Bicara tersebut didasarkan pada paradigma pidana mati sebagaimana yang terdapat di dalam KUHP Nasional (baru) yaitu bahwa pidana mati sebagai pidana yang bersifat khusus dan selalu diancamkan secara alternatif. Hal ini juga dapat dianggap sebagai jalan tengah antara pihak-pihak yang pro dan kontra terhadap pidana mati. Berdasarkan uraian di atas maka Ferdy Sambo yang sudah dijatuhi pidana mati oleh Majelis Hakim dan belum dieksekusi sebelum berlakunya KUHP Nasional (baru) yaitu pada Bulan Januari Tahun 2026 akan ditentukan aturan baru lainnya sebagai turunan dari KUHP Nasional (baru tersebut). Oleh karenanya terhadap para terpidana mati yang belum dieksekusi saat berlakunya KUHP Nasional (baru) akan diberlakukan peraturan yang bersifat “transisi” yang berbentuk Peraturan Pemerintah untuk menghitung “masa tunggu” yang sudah dijalani dan assessment yang dipergunakan untuk menilai adanya perubahan sikap dan perilaku terpuji dari terpidana mati itu.

Intinya bahwa ketentuan ini jangan “dimaknai” bahwa dengan berlakunya KUHP Nasional (baru) akan menghapuskan pidana mati. Bahkan terpidana matipun masih dimungkinkan untuk mengajukan pengampunan/grasi kepada presiden. Jika grasi ditolak dan eksekusi mati belum dilakukan dalam kurun waktu sepuluh tahun, maka melalui Keputusan Presiden, pidana mati tersebut dapat berubah menjadi penjara seumur hidup. (*)

Berita Terkait

Baca Juga

Komentar Anda