Opini post authorKiwi 15 Agustus 2022

77 Tahun, Kritik Pers Menuju Parlemen Modern

Photo of 77 Tahun, Kritik Pers Menuju Parlemen Modern Mokhamad Munif

Oleh: Mokhamad Munif, Wartawan Suara Pemred

SETIDAKNYA karakteristik masyarakat modern ditandai dengan sistem politik yang demokratis melalui pemilihan umum yang bebas, peradilan yang independen, supremasi hukum, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM). Karena itu, masyarakat modern tidak bisa dipisahkan dari perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan. Kehidupannya sudah lebih terarah atau tertata ke masa kini dan ke depan. Contohnya dalam penggunaan teknologi komunikasi, penggunaan komputer untuk belajar, bekerja, dan akses informasi lainnya.

Demikian pula masyarakat yang terbentuk akan meningkat dan menggunakan teknologi yang modern serta berpikir rasional, dalam mengambil tindakan dan bukannya berdasarkan emosional seperti masyarakat tradisional. Dalam hal ini dunia dapat dipahami dan dikelola melalui sistem yang masuk akal dan logis dari teori dan data yang dapat diakses secara objektif. Alhasil, masyarakat modern adalah merupakan golongan masyarakat yang orientasi hidup dan nilai budayanya lebih terarah ke masa kini dan masa depan. Masyarakat modern juga dapat diartikan sebagai bentuk transformasi dari masyarakat tradisional menjadi masyarakat yang lebih maju dalam bidang teknologi, ilmu pengetahuan, dan cara berpikirnya.

Nah, ketika DPR RI akan mewujudkan Parlemen Modern (2015), maka parlemen modern yang selama ini disampaikan, bahwa secara konseptual, sosok parlemen modern itu ditunjukkan oleh karakteristiknya: Transparansi, yaitu mudah diakses informasi berkaitan dengan kegiatan semua Alat Kelengkapan DPR (AKD), Teknologi Informasi yaitu penggunaan Teknologi Informasi untuk membuka akses bagi masyarakat memperoleh informasi melalui website dan media sosial, dan Representasi, yaitu sebagai lembaga perwakilan rakyat yang memperjuangkan aspirasi rakyat.

Sosok kelembagaan yang demikian yaitu diwujudkan oleh akses masyarakat dan cara kerja DPR beserta dukungan teknologi informasi digital, serta sarana keorganisasiaan di belakangnya yang semakin cepat, simultan dalam penanganan tugasnya, serta memiliki dimensi akuntabilitas publik yang kuat. Karena itu, wajar jika dalam perkembangan terakhir ini banyak kinerja kedewanan yang mencapai target, meski di sana-sini masih ada kekurangan.

Sehingga cara kerja Alat Kelengkapan Dewan (AKD) dan keterlibatan masyarakat di tengah proses politik DPR sangat kuat yang dicerminkan oleh keinginan sosok kelembagaan parlemen modern. Tidak saja dari sudut teknis sumber daya manusia (SDM) dan anggaran yang mutlak menyertai persyaratan pembentukannya, tetapi juga dari segi
komitmen politik riil dari kekuatan fraksi dari partai-partai, yang jelas juga harus saling melengkapi satu sama lain bagi optimalisasi pencapaian harapan bagi adanya sosok parlemen modern.

Kalau penguatan kelembagaan parlemen modern itu benar-benar mampu dipadukan, maka jelas dapat menjadi energi positif yang luar biasa besar bagi DPR sebagai instrumen demokrasi yang bersifat partisipatif dengan segala dukungan perangkat yang menyertainya. Tetapi, yang menjadi persoalan adalah jelas sekali bahwa realitas masyarakat cenderung bersikap skeptik atau bahkan rendah kepercayaannya terhadap perilaku aggota DPR yang berdampak pada citra politik DPR secara keseluruhan.

Tetapi, yang menjadi persoalan adalah realitas masyarakat yang cenderung bersikap skeptik atau bahkan rendah kepercayaannya terhadap perilaku aggota DPR yang berdampak pada citra politik DPR secara keseluruhan. Karena itu, beberapa partai politik langsung menonaktifkan anggota DPR terkait jika sudah ditetapkan menjadi tersangka khususnya dalam kasus korupsi oleh aparat penegak hukum. Baik KPK, Kepolisian, maupun Kejaksaan.

Karena itu, Ketua DPR RI Puan Maharani mendukung terwujudnya parlem modern tersebut. Menurutnya DPR RI kini mengambil langkah besar untuk jadi parlemen modern dengan mengedepankan good governence. Langkah besar ini harus dilakukan oleh DPR RI agar tiga fungsi DPR RI yaitu legislasi, anggaran, dan pengawasan dapat dilaksanakan dengan representasi rakyat Indonesia. Selain untuk menjalankan amanat UU keterbukaan informasi publik, hal ini dilakukan karena menurut Puan perkembangan pesat teknologi digital sudah mengubah cara hidup masyarakat dalam bekerja dan bersosialisasi. "Sekarang orang ingin informasi mudah diakses di perangkat elektronik mereka," ujar Puan dalam Forum Tematik Bakohumas DPR RI, di Jakarta, Rabu (8/6/2022).

Selain itu lanjut Puan, harapan masyarakat harus bisa ditangkap oleh tiap lembaga, institusi, hingga organisasi dengan melakukan lebih banyak terobosan baru. "Dengan melakukan terobosan-terobosan agar tetap memiliki kemampuan untuk menghadapi tantangan zaman," jelas Puan lagi.

Dikatakan Puan, tekad untuk mewujudkan parlemen yang modern, salah satu tolak ukurnya adalah setiap keputusan politik harus melalui mekanisme dan proses yang benar dan baik. "Saya mencoba untuk membuka DPR jadi modern, memang tidak bisa cepat namun perlahan insya Allah pasti. Misalnya setiap keputusan politik harus melalui keputusan yang benar dan baik," tegas Puan dalam penutupan program Magang di Rumah Rakyat, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (23/12/2021).

Dia berpesan kepada para mahasiswa yang mengikuti program Magang di Rumah Rakyat agar dapat melihat tugas, fungsi, dan berbagai hal bahwa terkait kepentingan politik tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat. "Ada proses, mekanisme, dan tata tertib yang harus dijalani sehingga terkadang kerja legislasi tidak bisa berjalan cepat karena ada proses pembahasan yang berliku. Terkadang ada proses pembahasan yang berliku dan di sini ada fraksi yang mewakili politik di Indonesia. Di DPR ada sembilan fraksi yang mewakili sembilan partai politik," ungkapnya.

Puan menjelaskan, di tingkat Pimpinan ada Rapat Pimpinan yang dilakukan ketika ingin mengambil keputusan, lalu dibawa ke tingkat Badan Musyawarah (Bamus) dan baru bisa dibahas di Rapat Paripurna. Menurut dia, mekanisme tersebut harus dijalankan DPR sehingga keputusan politik yang diambil DPR bisa berlaku dan dilaksanakan sesuai dengan mekanisme, tata tertib, dan prosedur yang berlaku. "Langkah itu agar keputusan yang diambil DPR tidak ada yang disalahi dalam proses pengambilan keputusan," katanya.

Selain itu dia mengatakan, DPR RI di bawah kepemimpinannya terus membuka diri terhadap masukan dari publik. Dia juga mempersilakan apabila ada masyarakat yang hendak datang ke DPR RI untuk menyalurkan aspirasi, namun tetap harus mengikuti mekanisme yang ada. “Silakan datang ke DPR namun lakukan secara santun, beretika, dan kami tentu saja akan menerima seluruh aspirasi yang akan disampaikan. Dan tentu saja mekanisme - mekanisme yang harus dilakukan di DPR tetap harus dijaga," ujarnya.

Peran Pers

Dalam kesempatan terpisah Wakil Ketua BURT (Badan Urusan Rumah Tangga) DPR RI H Ahmad Dimyati Natakusumah pun berharap media memback up kinerja DPR RI khususnya yang positif untuk disebarluaskan kepada masyarakat. "Jangan sampai media yang ada di DPR RI ini malah menggebuki atau menjadi musuh dalam selimut. Ibarat tim sepak bola, media di parlemen ini merupakan bagian dari tim DPR RI. Sehingga kalau ada serangan dari luar, maka media parlemen ini harus kompak untuk memberitakan secara obyektif dan benar terhadap kinerja DPR RI. Bukan sebaliknya,” tegas Ahmad Dimyati yang juga anggota Komisi III DPR RI itu.

Hal itu disampaikan politisi PKS itu dalam acara Forum Komunikasi dan Sosialisasi Kinerja DPR RI dengan tema ‘Perkuat Kolaborasi Media dan Parlemen, Wujudkan Parlemen Modern’ di Lombok Kuta Mandalika, Nusa Tenggara Barat (NTB), pada Jumat (5/8/2022). Hadir Sekjen DPR RI Indra Iskandar, Gubernur NTB Zulkielimansyah yang diwakiki Sekda Pemprov NTB H. Lalu Gita Ariadi, Kabiro Pemberitaan DPR RI Indra Pahlevi, Kabag M Irfan dan para wartawan media cetak, elektronik, online, dan lain-lain.

Lebih lanjut Dimyati berharap media di parlemen tidak menjadikan kinerja DPR RI malah blunder dan membingungkan masyarakat. “Seperti kasus kordeng rumah dinas DPR RI, karena blunder, akhirnya dibatalkan. Wartawan itu kelompok yang berpengetahuan dan memiliki wawasan yang luas, maka jangan kalah dengan kekompakan media yang ada di eksekutif maupun yudikatif,” ujarnya.

Yang pasti kata Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar, DPR berkomitmen memperkuat dukungan teknologi informasi khususnya dalam mendukung kinerja parlemen dalam mewujudkan parlemen modern. Indra mengatakan, penggunaan teknologi informasi sangat dibutuhkan bagi DPR untuk membuka akses masyarakat memperoleh informasi terkait kegiatan parlemen.

Menurut dia, teknologi informasi menjadi sarana bagi masyarakat untuk dapat mengakses berbagai keputusan yang dihasilkan DPR misalnya setiap rapat alat kelengkapan dewan (AKD) dan Rapat Paripurna, hasilnya bisa langsung diakses masyarakat. “Kami ingin apapun hasil rapat AKD bisa langsung diakses publik, termasuk masyarakat di daerah pemilihan (dapil) dapat mengetahui apakah wakilnya mengutamakan kepentingan daerah,” ungkapnya.

Indra mengakui selama ini ada kesan kinerja DPR tidak transparan misalnya dalam pembahasan Rancangan Undang - Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan RUU Cipta Kerja. Karena itu ia berharap, dengan terwujudnya parlemen modern dengan pemanfaatan teknologi informasi, kesan publik terhadap kinerja parlemen yang tertutup, tidak ada lagi. Menurutnya, untuk mewujudkan parlemen modern tersebut, DPR memerlukan dukungan media dalam menyebarluaskan informasi kepada publik. “Parlemen Modern itu indikatornya adalah transparansi, teknologi informasi, dan berjalannya fungsi representasi,” tambahnya.

Untuk itu, Indra merasa bersyukur bahwa dari 13 Indikator Kinerja sesuai Perjanjian Kinerja Tahun 2021, semuanya mencapai target. Bahkan, ada tiga Indikator Kinerja yang di atas target yaitu Indeks Kepuasan Anggota DPR RI atas Layanan Setjen DPR RI, Jumlah Program Diklat yang memperoleh akreditasi, dan Keterbukaan Informasi Publik.
"Ke depan kami berharap kualitas kinerja Sekretariat Jenderal DPR RI semakin meningkat dan semakin banyak kinerja yang dicapai atas tersebut. Saya kira ke depan semua unit harus berkomitmen untuk memiliki titik yang terukur dan tetap memperbaiki capaian yang ada," pungkas Indra.

Namun demikian, aspirasi publik tersebut khususnya peran pers, tak lebih pentingnya strategi komunikasi yang harus disampaikan oleh Kesekjenan DPR RI, Pimpinan DPR RI dan anggota DPR RI agar media tidak salah kutip atau salah paham terhadap informasi terkait tiga fungsi kedewanan dimaksud; legislasi, anggaran dan pengawasan. Sebab, peran pers khususnya yang ada di DPR RI di tengah era kecenaggihan teknologi informasi saat ini dibutuhkan kecepatan, informasi yang akurat dan mudah dipahami oleh masyarakat luas. Sekali lagi pentingnya strategi penyampaian informasi publik.

Maka, kritik yang konstruktif dari pers dan LSM tetap harus dijadikan bahan evaluasi terhadap seluruh kinerja lembaga kedewanan, demi terwujudnya Parlemen yang Modern tersebut. Seperti halnya yang disampaikan FORMAPPI (Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia) yang menyimpulkan bahwa kinerja DPR RI hanya formalitas, karena ada penambahan fungsi diplomasi. Sejak awal kata Ketua Formappi Lucius Karus, bahwa Formappi mengkritik penambahan Fungsi Diplomasi Parlemen sebagai fungsi keempat DPR setelah legislasi, anggaran, dan pengawasan. Menurut Formappi urusan diplomasi merupakan urusan pemerintah dan peran DPR tetap sebagai Pengawas.

"Sayangnya di masa sdang di periode ini, kesibukkan DPR menjalankan fungsi Diplomasi seolah-olah mengalahkan tugas dan fungsi pokok mereka di bidang legislasi, anggaran, dan pengawasan. Pelaksanaan peran diplomasi yang selama ini dilakukan DPR tak jelas, pun demikian dengan hasilnya. Yang justru diekspresikan dari aktifitas diplomasi ala DPR itu adalah sikap narsis lain dari DPR. Karena itu, FORMAPPI mendesak agar DPR kembali fokus dengan fungsi pokok mereka yakni legislasi, anggaran, dan pengawasan. Jangan sampai peran diplomasi hanya sebagai pelarian karena ketidakmampuan melaksanakan ketiga fungsi itu." demikian Lucius Karus. Sabtu (13/8/2022).

Apakah kritik ini dinilai tepat sasaran atau salah saran? Padahal, diplomasi itu sangat dibutuhkan oleh parlemen untuk menjelaskan ke publik terkait ketiga fungsi kedewanan dimaksud. Kelembagaan DPR RI pun tentu harus merespon itu dengan obyektif, transparan, dan akuntabel. Termasuk media yang ada di DPR RI ini bisa berkontribusi untuk menjawab kritik dan penilaian LSM dan masyarakat tersebut secara benar dan profesional. Semoga ke depan, Parlemen Modern yang dicita-citakan ini terwujud...!

Berita Terkait

Baca Juga

Komentar Anda