Opini post authorKiwi 30 November 2021

Homoseksual Menurut Pandangan Psikologi Islam dan Muhammadiyah

Photo of Homoseksual Menurut Pandangan Psikologi Islam dan Muhammadiyah Kalistya Rizki Pratondo

Oleh: Kalistya Rizki Pratondo

Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Malang

HOMOSEKSUAL menjadi sebuah fenomena pada zaman milenial. Hal ini bukan merupakan sesuatu yang baru dalam masyarakat. Sejak dulu perilaku-perilaku tersebut dianggap awam bagi sebagian orang, sehingga di jaman teknologi yang semakin canggih, menjadi tidak awam lagi. Banyak orang yang mengaku bahwa mereka merupakan kaum homoseksual. Mereka menyatakan secara terbuka dan mengidentifikasikan bahwa diri mereka memiliki identitas sebagai kelompok LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender). Arus besar kelompok LGBT yang berusaha keras untuk diakui di mata dunia telah dilakukan secara gencar dan terus menerus hingga saat ini. Mereka tengah berusaha membangun citra, melancarkan lobi-lobi yang kuat dan gencar, masuk melalui koneksi politik dan sosial serta elite masyarakat. Bahkan di Amerika Serikat negoisasi mereka sampai kepada presiden Clinton saat itu (Phillips, 2003). Pada tahun 2015, telah ada sekitar 23 negara yang kini memperbolehkan adanya perkawinan sah pasangan homoseksual (McCarthy, 2015). Negara yang memperbolehkan perkawinan Homoseksual yaitu, Belanda (1996), Belgia (2003), Spanyol (2005), Kanada (2005), Afrika Selatan (2006), Norwegia (1993), Swedia (2008), Portugal (2009), Meksiko (2009), Islandia (2010), dan Argentina (2010). Daftar ini berlanjut di tahun yang sama dengan pelegalan di Argentina, muncul di Uruguay (2010), Selandia Baru (2013), Perancis (2013), Denmark (2013, Inggris dan Wales (2013), Luksemburg (2014), Skotlandia (2014), Brazil (2013, Finlandia (2014), Irlandia (2015), Amerika Serikat (2015).

 Mengarah pada negara kita yakni Indonesia telah didapatkan adanya laporan dari Kementerian Kesehatan yang dikutip dari Komisi Penanggulangan AIDS Nasional.Komisi ini menyatakan bahwa jumlah Lelaki yang memilih berhubungan Seks dengan Lelaki (LSL) alias gay telah mencapai angka jutaan. Tentu hal ini dikuatkan berdasarkan estimasi data pada Kemenkes di tahun 2012, adapun terdapat data sekitar 1.095.970 LSL dalam kategori baik yang tampak maupun tidak. Lebih dari lima persen (66.180) yang mengidap HIV. Sampai detik ini belum ada persetujuan dari beberapa para ahli perihal penyebab (etiologi) mengapa seorang individu menjadi homoseksual,berbagai factor (multifaktor) penyebab meliputi organobiologik, psikologik, lingkungan, dan peran orang tua.

Hawari, D (2009) telah mengungkapkan bahwa homoseksual bukan disebabkan oleh faktor gen atau keturunan, hal ini dikarenakan manusia diciptakan dalam kondisi fitrah (Suci, bersih tanpa dosa). Dijelaskan lebih lanjut bahwa Homoseksual terjadi karena adanya faktor pada perkembangan kepribadian anak (Hawari, 2013b). Menurut Cameron pada tahun 1963 yang merupakan salah seorang ahli psikologi mengungkapkan bahwa gejala hubungan antara jenis kelamin yang sama diketahui  sebagai sebuah gejala dari kelainan seksual (sexual deviation). Hal ini tentu merupakan salah satu pola yang hubungannya tidak diakhiri dengan aktivitas senggama heteroseksual (heterosexual intercourse) meskipun secara objektif dimungkinkan untuk mengadakan hubungan seksual.

Berbagai hal yang menjadi penyebab adanya pilihan seorang individu untuk tetap melakukan aktivitas homoseksual tentu memberikan berbagai dampak negatif bagi mereka (kelompok homoseksual) maupun orang sekitarnya. Sehingga dengan adanya data-data dari penelitian yang dilakukan oleh berbagai sumber di atas telah membenarkan bahwa terdapat dampak risiko gangguan kesehatan mental dan emosional pada homoseksual, seperti: depresi, gangguan mental, gangguan kecemasan, gangguan perilaku (melakukan penganiayaan-kekerasan seksual atau fisik/sexual atau physical abuse), menyakiti/melukai diri sendiri, hingga perilaku bunuh diri bisa berupa self harm, gantung diri dan bentuk bunuh diri lainnya.

Munculnya permasalahan terkait homoseksual ini tentu memicu adanya beberapa pandangan mulai dari pandangan ilmu kesehatan dan juga pandangan islam.

Menurut pandangan islam bahwa homoseksual itu juga dikenal dengan istilah liwath. Adapun salah satu tokoh islam yaitu Imam Ibnu Qudamah mengatakan bahwa telah sepakat (ijma’) seluruh ulama mengenai haramnya homoseksual (ajma’a ahlul ‘ilmi ‘ala tahrim al-liwaath). Menurut Qudamah (2013) bahwa Lesbianisme dalam kitab-kitab fikih disebut dengan istilah as-sahaaq atau almusahaqah. Definisinya adalah hubungan seksual yang terjadi di antara sesama wanita. Tak ada khilafiyah di kalangan fukaha bahwa lesbianisme hukumnya haram. Keharamannya antara lain berdasarkan sabda Rasulullah SAW: “Lesbianisme adalah [bagaikan] zina di antara wanita” (as-sahaq zina an-nisaa` bainahunna). (Al-Utaibi, 1424).

Homoseksual merupakan perilaku penyimpangan seksual yang dilarang dan dilaknat oleh Allah SWT. Hal ini didasarkan pada Al Quran dan beberapa hadis Rasullah SAW. Jumlah kaum homoseksual, biseksual, dan transeksual yang banyak tumbuh di Indonesia juga indikasi bahwa ayat yang berisi peringatan dan larangan tersebut diabaikan oleh umat Muslim Indonesia. Dengan demikian maka sangat perlu adanya  penanganan yang bertujuan agar penyimpangan seksual yang dilakukan oleh kaum tersebut dapat disembuhkan dan mereka semakin sadar  untuk kembali kepada fitrah-Nya.

Didalam itu petinggi dari Muhammadiyah Header Nasir berpendapat bahwa kalau ada pernikahan sesama jenis itu sudah pasti melanggar ajaran Islam. Dan, sikap kami ini dijamin oleh Pancasila dan konstitusi negara. Janganlah ikuti ajaran yang memutlakkan kebebasan dan HAM yang di antaranya hanyalah merupakaan lahir dari pemikiran Barat yang memang lahir dari sikap antiagama dan antituhan (ateis).Saat ini memang banyak upaya keras untuk menyebarkan paham liberalism dan sekularisme secara kebablasan. Kebebasan yang mereka promosikan menyasar ke mana-mana dan dilakukan dengan menafikan nilai ajaran agama. Bahkan, gerakan ini mencoba secara serius menyebarkan paham bahwa ajaran agama itu tak sesuai dengan HAM, berkonotasi kumuh, tak sesuai dengan kehidupan modern, terbelakang, dan kuno.(*)

Berita Terkait

Baca Juga

Komentar Anda