Ponticity post authorKiwi 02 Februari 2025

Tiga Tersangka Kasus Tanah Bank Kembali Ajukan Praperadilan

Photo of Tiga Tersangka Kasus Tanah Bank Kembali Ajukan Praperadilan

PONTIANAK, SP – Kuasa kuasa hukum tiga tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan tanah kantor pusat salah satu bank di Kalbar tahun 2015, kembali mengajukan permohonan praperadilan melawan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalbar.

Permohonan praperadilan tersebut diajukan setelah ketiga tersangka, yakni Direktur Utama tahun 2015 berinisial SDM, Direktur Umum tahun 2015 berinisial SI, dan panitia pengadaan berinisial MF, kembali ditetapkan menjadi tersangka usai memang dalam sidang praperadilan sebelumnya.

Kuasa hukum ketiga tersangka, Herawan Utoro kepada Suara Pemred mengatakan, kliennya kembali ditetapkan menjadi tersangka usai memang dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Pontianak pada Selasa (12/11/2024) lalu.

Dalam sidang itu, hakim telah memutuskan bahwa penetapan tersangka dan penahanan ketiga tersangka tidak sah dan dibatalkan demi hukum. Namun demikian, rupanya Kejati Kalbar tak terima dengan putusan hakim dan kembali menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) terkait dugaan korupsi pengadaan tanah bank tersebut.

“Usai penyidikan, penetapan tersangka serta penahanan yang dilakukan Kejati Kalbar dinyatakan tidak sah menurut hukum oleh hakim praperadilan dalam putusannya, esok harinya Kajati Kalbar menerbitkan kembali sprindik berdasarkan hasil ekspose pada Rabu 13 November 2024,” tulis Herawan Utoro melalui keterangan resminya, Minggu (2/2/2025).

Ekspose tersebut menurutnya bertentangan dengan akal sehat karena prosesnya hanya berselang atau berlangsung satu hari setelah dijatuhkannya putusan praperadilan.

“Kami mengajukan permohonan praperadilan karena keberatan terhadap penyidikan dan penetapan tersangka kembali terhadap SDM, SI dan MF. Serta atas penyitaan yang dilakukan oleh Kajati Kalbar yang tidak memenuhi syarat prosedural dan tata cara yang ditentukan dalam hukum acara pidana yang berlaku,” ujar Herawan.

Permohonan praperadilan diajukan pada Kamis (23/1/2025) di Kepaniteraan Pengadilan Negeri (PN) Pontianak dan terdaftar di Kepaniteraan di bawah register Nomor:1/Pid.Pra/2025/Pn.Ptk. Terhadap permohonan praperadilan tersebut Ketua PN Pontianak telah menunjuk hakim praperadilan yakni Dicky Ramdhani untuk memeriksa dan mengadili. Jadwal sidang pun telah ditetapkan pada Senin (3/2/2025) pagi.

“Atas perintah hakim praperadilan, Juru Sita Ali Asfar telah memanggil penasihat hukum Pemohon Praperadilan dan Kajati Kalbar sebagai Termohon Praperadilan serta Kajari Pontianak sebagai Turut Termohon untuk hadir dipersidangan,” ungkapnya.

Herawan menambahkan, selain proses ekspose yang menurutnya instan dan tidak masuk akal, berdasarkan sprindik baru yang diterbitkan, prosesnya kemudian juga dinilai banyak kejanggalan.

Jaksa Penyidik hanya melakukan pemanggilan dan permintaan keterangan kembali kepada SDM, SI, MF dan saksi-saksi yang pernah dipanggil dan dimintai keterangan sebagai saksi sebelumnya. Selain itu, pemeriksaan yang dilakukan hanya dengan merubah waktu (hari dan tanggal) kemudian mengcopy paste Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saksi-saksi sebelumnya.

Namun demikian, berdasarkan sprindik yang baru, Jaksa Penyidik ternyata tidak melakukan penyitaan kembali terhadap surat atau barang bukti berupa dokumen berkas pengadaan tanah yang disita Jaksa Penyidik berdasarkan penyidikan yang telah dinyatakan tidak sah oleh hakim praperadilan sebelumnya, sehingga konsekuensi logis-yuridisnya penyitaan terhadap barang bukti tersebut harus dinyatakan tidak sah menurut hukum atau dibatalkan atau dinyatakan batal demi hukum, oleh karenanya tidak termasuk alat pembuktian.

Selaku penasihat hukum, pihaknya juga berkeberatan terhadap penetapan tersangka tersebut, karena penetapan tersangka hanya dapat diterapkan kepada seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan minimal dua alat bukti patut diduga sebagai pelaku tindak pidana yang dipersangkakan sebagai penjelmaan dari asas tiada hukuman tanpa kesalahan.

Sedangkan faktanya SDM, SI, MF tidak memenuhi syarat materiil atau kriteria substantif untuk ditetapkan sebagai tersangka, karena dari bukti-bukti berupa keterangan saksi-saksi, surat serta bukti petunjuk yang diperoleh, dikumpulkan, disita oleh Jaksa Penyidik ternyata tidak terdapat minimal dua alat bukti yang menunjukkan pelanggaran hukum, modus operandi, dan kejelasan peran sebagaimana yang dipersangkakan oleh Jaksa Penyidik dalam perkara ini.

“Penyidikan dan penetapan tersangka yang dilakukan oleh Jaksa Penyidik tidak berdasarkan minimal dua alat bukti yang diperoleh dari penyidikan, akan tetapi hanya berdasarkan perintah pimpinan, sebagaimana kerap-kali dinyatakan oleh Jaksa Penyidik pada saat melakukan pemeriksaan kepada klien kami. Oleh karenanya Jaksa Penyidik tidak mampu menjelaskan secara sederhana konstruksi penyidikan perkara dugaan korupsi dalam pengadaan tanah ini,” jelas Herawan.

Menurut Herawan, dalam penyidikan perkara ini, Jaksa Penyidik hanya mendalilkan berupa simpulan yakni adanya mufakat jahat, pelanggaran SOP, mark up harga tanah dan kelebihan atau selisih pembayaran serta adanya kerugian keuangan negara lebih dari Rp30 miliar dalam pengadaan tanah.

Jaksa Penyidik tidak mampu menunjukkan dan menguraikan secara jelas dan sederhana, apalagi secara cermat, jelas dan lengkap terkait adanya peristiwa pidana korupsi dalam pengadaan tanah ini. Kemudian adanya bukti permulaan, perbuatan atau keadaan dari SDM, SI, MF yang menjadi dasar penyidikan dan penetapan mereka sebagai tersangka.

Selain itu, Jaksa Penyidik juga tidak mampu menunjukkan adanya bukti yang cukup yang menimbulkan dugaan kuat bahwa kliennya SDM, SI, dan MF melakukan tindak pidana korupsi yang dipersangkakan serta adanya perbuatan-perbuatan, peran, kualitas yang dilakukan oleh SDM, SI, MF dengan PAM dan hubungan serta modus operandi diantara mereka dalam pengadaan tanah ini yang bersifat koruptif.

“Jaksa Penyidik juga tidak mampu menunjukkan adanya mufakat jahat yang dilakukan SDM, SI, MF dengan PAM dalam pengadaan tanah, adanya pelanggaran SOP dalam pengadaan tanah, adanya mark up harga tanah dalam pengadaan tanah, serta adanya kelebihan atau selisih pembayaran serta adanya kerugian keuangan negara lebih dari Rp30 miliar,” jelas Herawan.

Dengan demikian katanya, simpulan yang didalilkan oleh Jaksa Penyidik dalam penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan tanah tersebut tidak didasarkan atau tidak bersesuaian, bahkan bertentangan dengan bukti-bukti yang diperoleh Jaksa Penyidik dalam penyidikan perkara pengadaan tanah.

“Selain itu bertentangan fakta-fakta yang sesungguhnya, bertentangan dengan common sense (akal sehat), tidak didukung dengan bukti audit yang relevan, kompeten dan cukup, serta mengandung kontradiksi dan sarat kemenduaan,” ungkapnya.

“Jaksa Penyidik juga tidak melakukan permintaan kembali terhadap audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara (PKKN) kepada BPKP Provinsi Kalbar. Namun SDM, SI, dan MF telah ditetapkan sebagai tersangka terlebih dahulu oleh Jaksa Penyidik,” imbuhnya.

Oleh karena itu katanya, simpulan Jaksa Penyidik dalam penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan tanah ini hanya didasarkan persepsi dan asumsi dari Jaksa Penyidik atau dimanipulasi, dikarang dan didramatisir oleh Jaksa Penyidik.

“Penyidikan dan penetapan tersangka yang dilakukan oleh Jaksa Penyidik terhadap klien kami disamping tidak meyakinkan, juga tidak faktual. Oleh karenanya kami berharap hakim praperadilan agar mengoreksi, meluruskan dan membatalkan penyidikan dan penetapan tersangka serta penyitaan yang dilaksanakan oleh Jaksa Penyidik,” tukasnya.

Kalah Sidang

Diberitakan sebelumnya, setelah kalah dalam sidang praperadilan pada Selasa (12/11/2024), Kejati Kalbar dikabarkan telah menerbitkan kembali Surat Perintah Penyidikan (sprindik) terkait dugaan korupsi pengadaan tanah bank daerah tersebut.

Saat itu, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejaksaan Tinggi Kalbar, I Wayan Gedin Arianta menyatakan bahwa penyidik yakin memiliki cukup alat bukti untuk melanjutkan perkara ini.

"Kami tegaskan bahwa sprindik baru telah diterbitkan, karena kami berkeyakinan substansi penyidikan sudah sah dengan bukti permulaan yang cukup," ujar Wayan kepada wartawan pada Kamis (21/11/2024).

Sprindik baru ini ditujukan kepada tiga tersangka, yaitu SDM selaku Direktur Utama tahun 2015,  SI selaku Direktur Umum tahun 2015 dan MF selaku panitia pengadaan.

Setelah penerbitan sprindik baru, penyidik kejaksaan segera menjadwalkan pemeriksaan untuk ketiga tersangka pada Senin (18/11/2024). Namun, ketiganya tidak hadir.

Kuasa hukum ketiga tersangka, Herawan Utoro, menjelaskan bahwa ketidakhadiran kliennya disebabkan oleh urusan yang belum diselesaikan, termasuk masalah kesehatan dan keluarga.

“Maka kami minta pemeriksaan ditunda pekan depan," kata Herawan.

Herawan mengungkapkan bahwa surat pemanggilan kedua telah diterima dan pemeriksaan dijadwalkan pada Kamis (21/11/2024).

"Terhadap panggilan tersebut, kami berharap jaksa tidak lagi melakukan penetapan tersangka dan penahanan,” ucap Herawan.

Adapun gugatan praperadilan atas penetapan tiga tersangka perkara dugaan korupsi pengadaan tanah bank tersebut dikabulkan Pengadilan Negeri Pontianak pada Selasa (12/11/2024) malam.

Hakim tunggal, Joko Waluyo memutuskan, penetapan tersangka dan penahanan ketiga tersangka tidak sah dan dibatalkan demi hukum. Selain itu, hakim juga memerintahkan jaksa untuk segera mengeluarkan ketiga tersangka dari tahanan.

Untuk diketahui, perkara ini mencuat saat Kejati Kalbar menyidik perkara dugaan korupsi pengadaan tanah kantor pusat salah satu bank daerah di Kalbar. Kasus ini melibatkan pejabat direksi bank dan anggota DPRD Provinsi Kalbar.

Kasus bermula ketika salah satu bank daerah di Kalbar melakukan pengadaan tanah seluas 7.883 meter persegi di Jalan Ahmad Yani, Pontianak untuk pembangunan kantor pusat pada tahun 2015. Tanah tersebut dibebaskan dengan harga Rp99 miliar. Namun, ditemukan kelebihan pembayaran sebesar Rp30 miliar.

Dalam perkara ini, sebanyak empat orang telah ditetapkan sebagai tersangka. Penetapan dan penahanan tersangka dilakukan secara bertahap.

Kejati awalnya menetapkan direktur utama bank tahun 2015 berinisial SDM dan direktur umum bank tahun 2015 berinisial SI. Kemudian selanjutnya menetapkan ketua panitia pengadaan berinisial MF dan anggota DPRD Kalbar berinisial PAM sebagai tersangka.

Namun belakangan, tiga tersangka yakni SDM, SI dan MF melalui kuasa hukumnya mengajukan gugatan praperadilan terhadap penetapan tersangka tersebut dan dikabulkan. Hakim memutuskan bahwa penetapan tersangka dan penahanan kepada ketiga tidak sah. (ril/mar/ind)

Berita Terkait

Baca Juga

Komentar Anda