Ponticity post authorKiwi 02 Mei 2025

Borneo Education Care Soroti Krisis Guru dan Infrastruktur Pendidikan di Kalbar

Photo of Borneo Education Care Soroti Krisis Guru dan Infrastruktur Pendidikan di Kalbar Ketua Umum Borneo Education Care Herman Hofi Munawar

PONTIANAK,SP - Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2 Mei 2025 kembali digelar di berbagai daerah. Namun di Kalimantan Barat (Kalbar), semarak Hardiknas dibayangi ironi pendidikan yang semestinya menjadi prioritas, justru dibiarkan terpuruk oleh regulasi yang menghambat, krisis guru, serta infrastruktur yang memprihatinkan.

Ketua Umum Borneo Education Care Herman Hofi Munawar menegaskan Hardiknas seharusnya bukan hanya seremonial, seperti upacara atau lomba tahunan.

“Hardiknas harus jadi momentum evaluasi total pendidikan, bukan sekadar simbolik. Kritik dari berbagai pihak harus dimaknai sebagai dorongan untuk perbaikan, bukan dianggap sebagai serangan pribadi,” tegasnya.

Kalbar menghadapi defisit tenaga pendidik, terutama di jenjang SMK dan wilayah 3T (terdepan, terluar, tertinggal). Rasio guru-siswa di beberapa daerah sangat timpang. Di Kabupaten Sanggau, misalnya, rasio mencapai 1:111, jauh dari standar ideal. Kondisi ini tidak hanya membebani guru, tetapi juga berdampak pada turunnya kualitas pembelajaran.

Tak hanya itu, keterlambatan pembayaran Tunjangan Khusus Guru (TKG) semakin memperburuk situasi. Di Melawi, misalnya, pemerintah daerah kekurangan dana sebesar Rp 6,2 miliar untuk membayar TKG triwulan III dan IV tahun 2024. Akibatnya, motivasi dan kesejahteraan guru anjlok, dan banyak yang enggan bertugas di daerah terpencil.

Banyak sekolah di pedalaman Kalbar tidak layak pakai, minim laboratorium, perpustakaan, hingga akses internet. Wilayah seperti Kapuas Hulu dan Sintang masih kesulitan menyediakan komputer untuk pelajaran TIK, yang menghambat literasi digital siswa.

“Faktor geografis Kalbar yang luas dan sulit dijangkau turut memperparah distribusi sumber daya pendidikan. Jarak tempuh ke sekolah, infrastruktur jalan yang rusak, hingga biaya tinggi membuat angka putus sekolah tinggi, terutama di wilayah 3T,” ujar Herman Hofi Munawar.

Keterbatasan guru kejuruan dan fasilitas praktik juga berdampak pada minimnya kualitas pendidikan vokasi. Banyak lulusan SMK kesulitan bersaing di dunia kerja karena keterampilan yang tidak memadai. Imbasnya terlihat jelas dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kalbar yang masih rendah peringkat 29 nasional dengan skor 68,63, jauh di bawah rata-rata nasional.

Pemerintah Kalbar disebut telah mengupayakan solusi dengan merekrut guru kontrak dan mengalokasikan anggaran rehabilitasi sekolah. Namun, Ketua Umum Borneo Education Care menilai upaya ini belum cukup tanpa sinergi nyata dengan pemerintah pusat dan swasta.

“Dibutuhkan langkah strategis dan komitmen jangka panjang. Pendidikan tak bisa dibiarkan berjalan sendiri. Tanpa intervensi serius, cita-cita meningkatkan kualitas pendidikan dan daya saing SDM Kalbar hanya akan jadi mimpi,” pungkasnya.(din)

Berita Terkait

Baca Juga

Komentar Anda