PONTIANAK, SP – Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak menjalin kerja sama strategis dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalimantan Barat (Kalbar) untuk memfasilitasi penerbitan 100 sertifikat halal bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Kesepakatan ini dituangkan dalam bentuk Memorandum of Understanding (MoU) yang ditandatangani oleh kedua belah pihak.
Langkah ini menjadi bagian dari upaya Pemkot Pontianak dalam mewujudkan visi sebagai salah satu destinasi kuliner halal di Indonesia. Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono, menyampaikan komitmen pemerintah kota dalam menjadikan Pontianak sebagai kota yang ramah halal.
“Kami ingin menjadikan Pontianak sebagai kota yang ramah halal, tidak hanya dalam makanan, tetapi juga kosmetik dan obat-obatan. Kami akan bekerja sama dengan LPPOM MUI untuk memastikan tempat usaha di lapangan benar-benar memenuhi standar halal,” ujar Edi usai penandatanganan MoU di Ruang VIP Wali Kota, kemarin.
Sebagai bagian dari program tersebut, Pemkot Pontianak juga akan menerbitkan logo halal dan mengembangkan kawasan kuliner halal di sejumlah titik yang telah dipetakan. Kawasan ini dirancang agar masyarakat dapat dengan mudah menemukan tempat makan yang telah terverifikasi kehalalannya.
“Kami ingin memberikan jaminan kepada masyarakat. Jika mereka mengunjungi kawasan kuliner halal, mereka tidak perlu ragu lagi. Semua tempat di kawasan itu sudah bersertifikat halal,” tegasnya.
Wali Kota Edi menekankan pentingnya dukungan pemerintah bagi UMKM dalam proses sertifikasi halal. Menurutnya, Pemkot Pontianak telah berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan dan lembaga terkait untuk memberikan layanan sertifikasi halal secara gratis bagi pelaku usaha kecil.
“Kami sudah banyak membantu UMKM mendapatkan sertifikasi halal. Namun, yang tidak kalah penting adalah pengawasan dan evaluasi berkelanjutan agar pelaku usaha tetap mematuhi standar halal,” jelasnya.
Edi juga mengimbau agar para pelaku usaha lebih proaktif mengurus sertifikasi halal dengan menghubungi lembaga yang berwenang, seperti LPPOM MUI dan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM).
Ia menambahkan, Pemkot akan memberikan sosialisasi untuk menanamkan pemahaman mengenai pentingnya kehalalan, tidak hanya dari bahan baku, tapi juga proses produksi.
“Halal itu bukan hanya soal bahan baku, seperti daging babi atau bukan, tetapi juga mencakup prosesnya. Misalnya, cara penyembelihan ayam harus sesuai dengan kaidah dan syariat Islam. Jadi, halal juga harus sehat,” terang Edi.
Ketua LPPOM MUI Kalbar, Muhammad Agus Wibowo, menjelaskan bahwa kerja sama ini bertujuan memberikan kemudahan bagi UMKM untuk memperoleh sertifikasi halal. LPPOM MUI, menurutnya, akan melakukan pemeriksaan terhadap produk yang diajukan oleh dinas terkait di lingkungan Pemkot.
“LPPOM MUI bertugas melakukan pemeriksaan terhadap produk yang diajukan oleh Pemerintah Kota, khususnya melalui dinas terkait,” ungkapnya.
Agus menjelaskan bahwa proses ini mencakup pembinaan, pelatihan penyelia halal, hingga pendampingan penuh kepada pelaku usaha sampai memperoleh sertifikat halal. Hingga kini, lebih dari 5.000 UMKM di Kota Pontianak telah tersertifikasi.
Ia menegaskan bahwa LPPOM MUI Kalbar berkomitmen mendukung kebijakan pemerintah dalam perluasan akses sertifikasi halal. Sosialisasi dilakukan secara aktif, termasuk melalui kerja sama dengan media seperti RRI, radio dan televisi lokal, serta komunitas usaha.
“Kami terus memperkuat kolaborasi dengan berbagai pihak agar sertifikasi halal dapat diakses lebih luas oleh pelaku usaha, sehingga produk halal semakin berkembang di masyarakat,” tuturnya.
Agus juga mengakui bahwa masih banyak UMKM yang kesulitan mendapatkan informasi terkait proses sertifikasi. Untuk itu, LPPOM MUI menggencarkan edukasi hingga ke sekolah dan komunitas.
“Kami juga melakukan sosialisasi kepada anak-anak sekolah, mulai dari SD hingga SMA, serta komunitas usaha kecil yang memiliki organisasi tertentu,” pungkasnya. (din)