PONTIANAK, SP – Warga Sungai Nipah, Kecamatan Jongkat, Kabupaten Mempawah, Provinsi Kalbar, melaporkan mantan Kepala Desa (Kades) Sungai Nipah, RZ, ke lembaga penegak hukum kerena diduga telah menggelapkan aset desa berupa mesin penggilingan padi serta lahan pasar desa.
Penyelewengan tersebut diduga dilakukan RZ saat menjabat Kades Sungai Nipah pada periode 2007-2017 silam. Celakanya, tak hanya menguasai, Razali juga diduga telah menjual aset desa tersebut kepada pihak lain untuk kepentingan pribadi.
Jamain (51), warga Desa Sungai Nipah, mengungkapkan, warga desa sepakat melaporkan mantan kades tersebut karena dianggap telah banyak merugikan warga, terutama para petani di desa tersebut.
Menurutnya, warga sempat tukar pikiran dan berdiskusi panjang soal ini. Mereka berharap aset desa dapat dikembalikan dan dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kepentingan masyarakat desa.
“Masalah ini sudah kami laporkan kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Mempawah. Kami juga membuat laporan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalbar dengan harapan ada titik terang terkait soal aset desa ini,” kata Jamain kepada Suara Pemred, belum lama ini.
Laporan mengenai penyimpangan atau penggelapan aset desa tersebut disampaikan warga ke Kejari Mempawah pada Selasa (16/7/2024). Adapun laporan pengaduan ke Kajati Kalbar dilakukan pada Selasa (23/7/2024).
Jamain yang juga merupakan salah satu ketua kelompok padi (poktan) di desa tersebut mengungkapkan, masyarakat awalnya berharap memiliki penggilingan padi sendiri, sehingga tidak harus membayar mahal upah menggiling padi pada “tengkulak” di pasar.
Keinginan itu kemudian disampaikan pada Kades Sungai Nipah saat ini yakni Agus Surapati. Namun sayangnya, pengajuan itu tidak dapat dikabulkan karena telah ada gudang penggilingan padi di Dusun Mawar, Desa Sungai Nipah yang lokasinya tak jauh dari kediaman RZ.
“Penggilingan padi itu ternyata sudah ada sejak 2017, tapi mangkrak. Bangunan (gudang) sudah dibuat dan mesinnya sudah ada. Saat itu sempat dilakukan uji coba sekali, namun setelah itu tidak dipergunakan lagi. Saat ini alat-alat maupun mesinnya sudah tidak ada lagi, hilang entah kemana,” ungkapnya.
Menurut Jamain, setelah ditelusuri, pembangunan gudang dan pengadaan mesin giling padi tersebut ternyata merupakan pokir (pokok-pokok pikiran) salah satu anggota DPRD Mempawah melalui dana APBD Kabupaten Mempawah Tahun Anggaran 2017.
Pemerintah daerah melalui dinas terkait memberikan bantuan mesin penggiling padi ini kepada salah satu poktan di desa, yakni Poktan Usaha Bersama I yang dipimpin oleh Abdul Hamid. Namun usai serah terima, pengelolaanya kemudian diambil alih oleh RZ selaku kades saat itu.
“Nah ironisnya, gudang dan mesin giling padi ini dikuasai dan dijadikan hak milik pribadi. Usai dia menjabat kades, tidak dikembalikan sebagai aset desa. Kita sempat dengar dia pernah dikonfirmasi oleh wartawan, dia bilang itu (gudang dan mesin giling padi) milik dia pribadi, mau dia jual, bakar atau apapun, itu haknya,” ungkap Jamain.
Jamain menjelaskan, di Desa Sungai Nipah total ada 18 poktan. Dia sendiri menjadi Ketua Poktan Usaha Tani III sejak 2007. Dalam setahun, poktan yang dipimpinnya dapat panen dua kali, dimana setiap hektare dapat menghasilkan 3,5 ton padi.
“Di desa kami ada 350 hektare hamparan sawah. Jadi wajar jika kami berharap ada fasilitas penggilingan padi sendiri. Namun karena persoalan aset ini, keinginan kami jadi terkendala,” keluhnya.
Kata Jamain, pihaknya sudah melakukan tukar pikiran dengan kades yang saat ini menjabat. Kalau memang gudang dan mesin penggilingan padi tersebut menjadi aset desa, pihak desa menyatakan siap merenovasi gudang dan melakukan pengadaan kembali mesin penggilingan padi yang baru, karena mesin yang lama sudah hilang entah kemana.
Jika gudang dan mesin giling padi nantinya dapat dikelola oleh desa atau dijadikan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), tentu akan sangat bermanfaat bagi masyarakat, khususnya para petani. Pasalnya selama ini mereka harus membayar mahal upah menggiling padi pada “tengkulak” atau tauke-tauke di pasar.
“Harga upah penggilingan kan ditentukan oleh para tauke. Selain itu, kami dari poktan juga menginginkan dapat memiliki brand atau merk beras kami sendiri dari Desa Sungai Nipah, makanya kami berupaya ingin punya penggilingan padi sendiri. Tapi sayang terkendala oleh hal ini,” katanya.
Jamain menambahkan, upaya mereka mempertanyakan aset desa ini juga mendapat hambatan, karena pihaknya ditarik-tarik dalam ranah politik. Pasalnya RZ juga adalah salah satu pimpinan partai di Kabupaten Mempawah, yang sekarang menjadi anggota DPRD terpilih pada Pileg 2024 lalu.
“Ini juga menjadi masalah, kami jadi ditarik-tarik ke politik, dituding menghalang-halangi atau menggagalkan pelantikannya menjadi anggota DPRD, padahal kami sebagai warga cuma mempertanyakan aset desa kami,” ungkapnya.
Jamain pun berharap agar Penyidik Kejati Kalbar dapat bertindak profesional dalam penegakan hukum, khususnya dalam penyelidikan dan penyidikan kasus aset Desa Sungai Nipah.
“Kami berharap penyidik adil dan transparan tanpa ada intervensi dari kepentingan pihak tertentu,” tegas Jamain.
Aji (42), Ketua RT 17/RW 004, Desa Sungai Nipah menambahkan, selain mesin penggilingan padi, RZ juga diduga telah menyelewengkan lahan pasar desa yang kemudian diperjualbelikan untuk kepentingan pribadi. Lahan tersebut luasnya sekitar lima kapling yang saat ini berdiri sejumlah bangunan ruko.
“Lahan pasar desa tersebut dikuasai oleh RZ saat menjabat kades. Dulunya dia juga tinggal di situ dan dibuat kafe. Setelah selesai menjabat kades, kemudian dibuatkan sertifikat dan menjadi hak pribadi dan kini telah dijual ke sejumlah warga,” kata Ali.
Menurut Ali, hampir seluruh masyarakat di desa bertanya-tanya terkait status lahan yang saat ini telah berdiri ruko-ruko tersebut. Warga pun ingin mengetahui secara jelas apakah lahan yang awalnya pasar desa itu adalah aset desa atau milik pribadi mantan kades.
“Kami mencari tahu dan bertemu salah satu warga bernama Iyan yang membeli tanah di lahan tersebut. Dia mengaku membeli seharga Rp300 juta dan saat itu sertifikatnya masih atas nama RZ, kemudian mengurus balik nama atas nama Nurjana dan diagunkan ke bank. Saat ini tanah tersebut dalam pengawasan pihak bank,” terang Ali.
Selain Iyan, ada juga nama Hendri dan Yayat yang telah membeli ruko di atas lahan tersebut. Sertifikat mereka juga telah balik nama.
Menurut Ali, pihaknya juga sempat mempertanyakan status lahan tersebut kepada sejumlah mantan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), mantan kades sebelum RZ dan Ketua RW setempat.
“Saya tanya kepada mantan RW yang lama, dia mengatakan bahwa lahan tersebut dulunya adalah aset desa. Namanya dulu taman desa dan oleh BPD dirapatkan dan dikelola menjadi pasar desa, dimana pembangunannya mendapat bantuan dari camat,” ungkap Ali.
Ali menambahkan, mantan kades sebelum RZ yang bernama Murdiansyah juga menyampaikan bahwa dulunya lahan tersebut merupakan tanah desa dan dikelola oleh desa.
Muatan Politis
Sementara itu, RZ, mantan Kades Sungai Nipah periode 2007-2017 membenarkan bahwa dirinya telah dilaporkan sejumlah warga ke Kejari Mempawah dan Kejati Kalbar.
“Proses pelaporan silahkan saja, tidak masalah. Selama ini saya tidak klarifikasi karena ingin menjaga iklim yang kondusif saja. Tidak ingin orang salah menanggapinya dan jadi ribut. Apalagi ini dapat berdampak pada proses pelantikan saya sebagai anggota DPRD,” ujarnya saat dikonfirmasi Suara Pemred, Selasa (3/9/2024).
Namun begitu, dia membantah keras tudingan dari sejumlah warga terkait penggelapan aset desa. Menurutnya, tuduhan tersebut tidak benar dan justru sarat dengan muatan politis.
“Karena saya tahu yang menggerakan ini adalah lawan politik. Makanya saya tidak terlalu menangapi,” ujarnya.
Menurut RZ, atas laporan warga tersebut, pihak Kejari Mempawah telah beberapa kali turun ke desa untuk mengkaji dan mengambil data soal aset desa. Namun hingga saat ini, dirinya belum menerima surat atau panggilan dari Kejari Mempawah.
“Belum ada panggilan. Menurut saya masih proses penyelidikan. Itu kan artinya tudingan itu juga belum valid. Hanya saja karena banyaknya berita yang seolah-oleh mendesak Kejari, sebenarnya itu adalah motif agar menggagalkan pelantikan saya,” ungkapnya.
Adapun terkait tudingan bahwa dirinya menggelapkan aset berupa mesin penggilingan padi dari dana pokir DPRD, RZ membantah keras hal tersebut.
“Tidak benar itu. Pokir darimana? Kalau Pokir anggota dewan itu kan harus jelas, ada pelaporannya. Pembangunannya juga pasti pakai plang dan sagala macam. Itu aset pribadi saya dan dibikin di tanah saya,” tegasnya.
RZ juga membantah tudingan bahwa dirinya menjual lahan pasar desa. Menurutnya jika lahan tersebut merupakan tanah desa dan aset desa, tentu menjadi aset daerah. Nah logikanya jika kita mau mengajukan hak terhadap tanah daerah, tidak mungkin mendapat izin.
“Artinya kalau tanah atau lahan itu punya desa, otomatis tidak akan ada sertifikat yang dimiliki oleh warga-warga yang sudah ada. Itukan pengelolaan tanah dari masyarakat semua dan semua masyarakat yang ada disitu semua hamparan tanahnya sama,” jelasnya.
“Adapun status tanah itu awalnya, ada yang milik warga, ada pula yang diperjualbelikan warga. Masing-masing mengelola, membangun di atas tanah tersebut dalam bentuk Surat Keterangan Tanah (SKT) sehingga mengajukan proses pembuatan sertifikat dan mendapat persetujuan dari pemerintah,” imbuhnya.
Dia selama ini memilih tutup mulut karena dirinya tidak merasa menjual atau menyelewengkan aset desa. Meski ada yang menuduhnya menjual aset desa berupa tanah dengan menunjukan bukti sertifikat.
“Bisa saja sertifikat orang difoto dan kemudian menuduh saya. Itukan sama saja menghancurkan nama baik dan menyerang pribadi saya,“ katanya.
RZ meyakini, laporan yang ditujukan kepadanya sarat dengan kepentingan politik. Apalagi yang melaporkannya adalah bagian dari tim sukses lawan politiknya.
“Masalah ini (aset) kan sudah cukup lama, kemudian kembali mencuat. Kenapa tidak diributkan sejak lama, ketika saya kalah dalam pemilihan umum pada 2019 lalu. Kenapa baru sekarang saat saya terpilih jadi anggota DPRD pada 2024. Ini tujuannya hanya untuk menggagalkan pelantikan saya,” ungkapnya.
RZ menyayangkan ulah oknum-oknum tertentu yang mengatasnamakan warga. Di sisi lain, ada juga sejumlah media massa yang disebutnya telah memberitakan terkait dirinya secara tidak adil.
“Kenapa saya dicitrakan sebagai orang yang bersalah. Nama saya, partai politik saya juga ditulis secara jelas. Seharusnya ada praduga tidak bersalah. Itu tidak baik, sangat disayangkan. Jadi memang tujuannya untuk menghajar saya,” keluhnya. (ind)