JAKARTA, SP – Belum selesai urusan dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina, publik kini kembali dikejutkan dengan dugaan korupsi di Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Setidaknya ada tiga kasus yang kini tengah diselidiki aparat hukum, salah satunya terkait proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Kalimantan Barat (Kalbar).
Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri membenarkan tengah mengusut kasus dugaan korupsi di PT PLN Persero.
Wakil Kepala Kortastipidkor Polri, Brigadir Jenderal Arief Adiharsa, mengonfirmasi bahwa pengusutan kasus masih tahap awal atau masih tahap penyelidikan.
"Masih tahap penyelidikan, ya. Belum bisa saya konfirmasikan sekarang. Masih dalam penyelidikan tahap awal," ungkap Brigjen Arief dilansir dari website tipidkorpolri.
Saat ini polisi sudah memanggil dan melakukan pemeriksaan terhadap pejabat PLN Pusat pada 3 Maret 2025 yang lalu.
Seperti diketahui, pada kasus PLTU 1 Kalbar ini terjadi penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan pekerjaan proyek mengalami kegagalan atau mangkrak sejak 2016. Imbas dari kasus proyek mangkrak ini, potensi kerugian negara mencapai Rp1,2 triliun.
Dilansir dari sumber yang sama pada 8 November 2024, Brigjen Arief bilang kasus dugaan korupsi ini bermula saat proyek PLTU 1 Kalbar berkapasitas 2x50 MW ini menggunakan anggaran dari PT PLN (Persero) dimenangkan oleh konsorsium KSO BRN melalui proses lelang pada 2008. Namun belakangan diketahui bahwa KSO BRN tidak memenuhi persyaratan prakualifikasi dan evaluasi administrasi dan teknis.
Pada 11 Juni 2009, kontrak senilai USD 80 juta atau setara Rp1,2 triliun dengan kurs saat ini ditandatangani oleh RR selaku Dirut PT BRN mewakili konsorisium BRN dengan FM selaku Dirut PT PLN.
Setelah memenangkan lelang, KSO BRN mengalihkan seluruh pekerjaan kepada dua perusahaan asal Tiongkok, PT PI dan QJPSE. Namun, pembangunan yang dikerjakan oleh pihak ketiga tersebut gagal mencapai target, sehingga sejak 2016 proyek pembangunan PLTU tersebut dinyatakan mangkrak dan tidak dapat dimanfaatkan.
Selain kasus PLTU Kalbar, Kortastipidkor Polri dikabarkan juga mengusut dua dugaan tindak pidana korupsi lainnya yang melibatkan perusahaan listrik pelat merah tersebut.
Namun, Brigjen Arief belum bersedia mengungkapkan lebih jauh mengenai konstruksi dugaan tindak pidana korupsi, maupun pihak-pihak yang telah dimintai keterangan.
“Belum bisa saya konfirmasikan sekarang,” ujarnya.
Adapun pihak PLN sendiri hingga saat ini belum memberikan tanggapan resmi terkait penyelidikan ini.
Manajer Hubungan Media PLN, Leo Manurung, serta Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, belum memberikan pernyataan terkait pemeriksaan yang dilakukan oleh Kortastipidkor Polri.
Munculnya dugaan kasus korupsi PLN ini sontak membuat heboh media sosial. Warganet tak henti menanggapi kabar ini dengan gaduh di media sosial.
Khususnya pada postingan terkait kasus korupsi PT PLN di akun @pembasmi.kehaluan.reall yang tengah ramai jadi perbincangan tersebut.
"Bayar listrik tiap bulan, tapi katanya PLN selalu rugi. Ini kah sebabnya?" tulis warganet.
"Yang tiap tahun koar-koar terus merugi, padahal dikorupsi berjamaah. Sekali lagi yang jadi korban adalah rakyat," imbuh yang lain.
"Program Januari-Februari diskon 50 persen ternyata belum sebanding sama Rp1,2T. Terusin aja itu programnya pak," tandas lainnya.
Adapun Komisaris Independen PT PLN (Persero), Andi Arief juga angkat suara terkait kabar ini.
“Tipikor Polri dikabarkan sedang penyelidikan kasus di PT PLN,” kata Andi Arief dikutip dari unggahannya di X, Jumat (7/3/2025).
Walau demikian, kasus itu belum terang. Belum diketahui berapa kerugiannya.
“Meski belum tahu persis kasusnya apa, tahun berapa, dan berapa besar kerugian negaranya, pihak PLN pasti kooperatif,” terangnya.
Namun ia yakin dengan PLN. Mengingat perusahaan plat merah itu salah satu yang terbaik berapa tahun terakhir.
“PT PLN termasuk kinerja terbaik beberapa tahun terakhir, untung cukup besar, pelayanan meningkat,” pungkas kader Demokrat ini.
Kader PDI Perjuangan Ferdinand Hutahaean juga turt mengomentari dugaan korupsi di PT PLN.
Dia menyebut soal PLTU di Kalbar yang mangkrak pada tahun 2006-2008 merupakan bagian dari 35 PLTU mangkrak era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
“Yang saya tahu itu soal PLTU mangkrak tahun 2006-2008. Bagian dari 35 PLTU Mangkrak era Pak SBY,” kata Ferdinand dalam akun X pribadinya, Jumat (7/3/2025).
Menurutnya pengusutan kasus ini sebagai kuncian untuk Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di Pilpres 2029.
“Ini kuncian untuk leher AHY supaya tidak macam-macam 2029,” ujar Eks Politisi Demokrat ini.
Gunung Es
Seakan tak habis-habis, kasus demi kasus megas korupsi yang melibatkan perusahaan pelat merah terus menguak.
Sebelumnya, dua lembaga penegak hukum lainnya Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), juga tengah menyelidiki kasus besar yang melibatkan perusahaan pelat merah.
Kejaksaan Agung sedang menyidik kasus dugaan korupsi di PT Pertamina Patra Niaga, yang disinyalir merugikan negara hingga Rp193 triliun pada periode 2018-2023.
Angka tersebut membuat dugaan korupsi PT. Pertamina menjadi kasus korupsi terbesar kedua menggeser kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Kasus dugaan korupsi di PT Pertamina Patra Niaga dengan nilai fantastis Rp193 triliun ini menjadi sorotan tajam. Angka tersebut bukan hanya sekadar kerugian negara, tetapi juga menjadi simbol betapa lemahnya pengawasan dan manajemen di perusahaan energi terbesar Indonesia ini.
Sementara, KPK juga telah mengumumkan kasus dugaan korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) yang menyeret lima tersangka dengan total kerugian negara mencapai Rp11,7 triliun.
Selain itu, KPK juga tengah menyelidiki kasus dugaan korupsi investasi fiktif di PT Taspen. Direktur Utama PT Taspen, Antonius Nicholas Stephanus Kosasih (ANSK), telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp191,64 miliar, ditambah kerugian bunga Rp28,78 miliar.
Penyidikan juga mengarah pada kemungkinan tindak pidana pencucian uang (TPPU) serta keterlibatan pihak-pihak lain yang diuntungkan dalam kasus tersebut.
Kasus Pertamina dan PLN hanyalah puncak gunung es. Berdasarkan penelusuran, masih banyak skandal korupsi besar lainnya yang mencerminkan betapa sistemik dan mengakarnya praktik ini di Indonesia.
Sebut saja kasus PT Timah dengan dugaan kerugian Rp300 triliun. Jumlah kerugian negara itu dihitung salah satunya berdasarkan kerugian ekologisi senilai Rp271 triliun.
Kemudian skandal Jiwasraya dan Asabri yang mengguncang sektor asuransi negara, serta kasus BTS Kominfo yang memperlambat pemerataan infrastruktur digital.
Akibatnya, bukan hanya negara yang dirugikan, tetapi juga masyarakat yang harus menanggung dampak langsung berupa layanan yang buruk dan harga yang tidak terjangkau. (kum/tem/cnn)