PONTIANAK, SP - Rencana pemindahan seluruh aktivitas bongkar muat dari Pelabuhan Dwikora Kota Pontianak ke Pelabuhan Kijing di Kabupaten Mempawah mulai menghadapi tantangan.
Informasi yang beredar, dari tujuh perusahaan peti kemas yang selama ini beroperasi di kawasan Pelabuhan Dwikora, lima di antaranya menyatakan siap pindah, sementara dua perusahaan lainnya masih enggan dengan berbagai alasan, terutama soal biaya operasional yang dinilai lebih mahal di pelabuhan baru tersebut.
Pemindahan ini merupakan bagian dari kebijakan PT Pelindo II (Persero) Cabang Pontianak, yang berupaya memindahkan kegiatan logistik dan bongkar muat dari pusat kota ke lokasi yang lebih representatif dan aman. Selama ini, aktivitas keluar-masuk truk tronton dan kendaraan berat di kawasan pelabuhan lama di jantung Kota Pontianak kerap menimbulkan kemacetan dan kecelakaan lalu lintas di jalan-jalan utama sekitar pelabuhan.
“Secara prinsip, kami mendorong agar seluruh kegiatan peti kemas berpindah ke Pelabuhan Kijing. Di sana fasilitasnya lebih modern, kapasitas lebih besar, dan tentu lebih aman bagi masyarakat,” ujar seorang warga Kota Pontianak, kepada Suara Pemred pada Rabu (13/11/2025).
Namun, dua perusahaan peti kemas diketahui masih menolak relokasi dengan alasan kenaikan ongkos logistik. Mereka menilai, jarak Pelabuhan Kijing yang lebih jauh dari pusat aktivitas industri dan pergudangan di Pontianak akan menambah biaya distribusi dan waktu pengiriman barang.
Ditengarai, mereka menolak, karena pastinya ada penyesuaian biaya. Kalau tarif bongkar muat dan transportasi darat naik signifikan, itu akan berdampak pada harga barang.
Pemerintah daerah bersama Pelindo II dikabarkan masih terus melakukan dialog dan negosiasi dengan para pelaku usaha agar proses pemindahan berjalan lancar tanpa mengganggu arus logistik di Kalimantan Barat (Kalbar).
Pelabuhan Kijing sendiri digadang-gadang menjadi pelabuhan internasional pertama di Kalbar, yang mampu menampung kapal dengan bobot hingga puluhan ribu ton dan menjadi pintu gerbang ekspor-impor baru bagi wilayah tersebut.
Dengan beroperasinya Kijing secara penuh, diharapkan aktivitas bongkar muat di pusat Kota Pontianak dapat dikurangi, sehingga lalu lintas menjadi lebih tertib dan risiko kecelakaan bisa ditekan.
Bahaya Mengancam Warga
Pakar Transportasi Intermoda, Syarif Usmulyani, menegaskan bahwa pemindahan aktivitas Pelabuhan Dwikora ke Pelabuhan Kijing bukan lagi bersifat urgen, melainkan sudah sangat mendesak.
Menurutnya, peningkatan volume kendaraan tronton di Kota Pontianak sudah berada pada tahap yang membahayakan keselamatan masyarakat.
"Saya sudah melakukan verifikasi lapangan terhadap Pelabuhan Dwikora dan Pelabuhan Kijing, dan saya punya data yang cukup. Permasalahan paling krusial di Kota Pontianak saat ini adalah peningkatan kendaraan tronton. Pergerakannya sudah sangat membahayakan masyarakat. Masa setiap minggu ada warga yang meninggal akibat kecelakaan seperti ini? Ini namanya pembunuhan,” tegas Syarif.
Ia menilai, keselamatan transportasi darat, laut, maupun udara tidak bisa diukur dengan uang. Namun, kata dia, masih ada kecenderungan sebagian pihak, terutama kalangan elit dan pengusaha, yang memandang persoalan transportasi hanya dari sisi bisnis semata.
"Keselamatan tidak bisa diukur dengan uang. Tapi kecenderungan masyarakat elit dan pengusaha masih melihat sesuatu dari unsur bisnis. Tidak boleh begitu. Kita harus bicara dalam kapasitas memberikan dampak dan kebaikan bagi masyarakat. Pengusaha jangan hanya berpikir soal untung, sementara masyarakat menanggung akibat kecelakaan,” ujarnya.
Dari hasil kajiannya, Syarif menyebut pergerakan kendaraan tronton di Kota Pontianak mencapai 617 unit per hari. Sementara, data pergerakan peti kemas di Pelabuhan Dwikora mencapai 300 TEUs per bulan.
"Bayangkan saja, sekarang 300 TEUs saja sudah banyak kecelakaan. Pelindo memproyeksikan pergerakan peti kemas tahun depan bisa mencapai 300 ribu TEUs, berarti peningkatannya bisa seribu kali lipat. Kalau ini dibiarkan, jumlah kendaraan tronton akan melonjak drastis dan risiko kecelakaan makin besar,” paparnya.
Ia mengingatkan bahwa dalam ilmu transportasi, langkah mitigasi harus dilakukan sebelum kecelakaan terjadi, bukan setelahnya. Kondisi jalan di Kota Pontianak yang tidak bertambah, sementara volume kendaraan terus meningkat, menurutnya akan memperparah potensi kecelakaan lalu lintas.
"Kita jangan menunggu sudah banyak korban baru mencari solusi. Dalam ilmu transportasi, semua kemungkinan harus diantisipasi sejak dini. Sekarang jalan tidak bertambah, tapi kendaraan terus bertambah. Maka sangat memungkinkan kecelakaan terus terjadi,” tegasnya.
Syarif menilai, pemindahan aktivitas Pelabuhan Dwikora ke Kijing harus segera direalisasikan tahun ini, seiring dengan meningkatnya aktivitas ekonomi dan logistik di Kalbar.
"Sesegera mungkin aktivitas Pelabuhan Dwikora harus dipindahkan ke Kijing. Tidak ada alasan lagi tronton masuk kota, kecuali untuk kepentingan distribusi ke gudang, itupun harus dilokalisasi dengan waktu dan rute yang jelas. Bila perlu, buatkan jalan khusus untuk truk dan kontainer agar tidak bercampur dengan kendaraan umum,” sarannya.
Selain itu, ia juga menyoroti perlunya pengembangan transportasi massal di Kota Pontianak seiring dengan pertumbuhan penduduk yang terus meningkat.
"Pemerintah juga harus memikirkan transportasi umum. Pertumbuhan penduduk di Kota Pontianak semakin besar, tapi kalau transportasi massal tidak dikembangkan, kemacetan dan kecelakaan akan terus meningkat,” katanya.
Sudah Tidak Layak
Sementara itu, Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono kembali menegaskan perlunya pemindahan aktivitas Pelabuhan Dwikora Pontianak ke Pelabuhan Kijing di Kabupaten Mempawah.
Desakan ini disampaikan menyusul terjadinya kecelakaan lalu lintas yang melibatkan kendaraan tronton dan sepeda motor di Jalan Tanjungpura, Rabu (12/11/2025), yang menewaskan satu orang warga Kota Pontianak.
Usai bertakziah ke rumah duka almarhum Halid Abdullah di Jalan Prof. M. Yamin Gang Pemangkat 1, Kelurahan Akcaya, Kecamatan Pontianak Selatan, Edi menyampaikan keprihatinan mendalam atas musibah tersebut.
"Saya atas nama Pemerintah Kota Pontianak menyampaikan belasungkawa yang sedalam-dalamnya atas meninggalnya Bapak Halid, yang kemarin mengalami kecelakaan. Semoga amal ibadah beliau diterima di sisi Allah SWT, dan keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan serta kesabaran,” ujarnya, Kamis (13/11/2025).
Edi menilai, maraknya kecelakaan yang melibatkan kendaraan besar di Pontianak tak lepas dari tingginya aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Dwikora yang berlokasi di tengah kota. Karena itu, ia menegaskan pemindahan pelabuhan ke Kijing adalah solusi yang paling tepat.
"Belakangan ini sering terjadi kecelakaan yang melibatkan kendaraan besar. Saya sudah berulang kali meminta agar pelabuhan di Kota Pontianak ini dipindahkan ke Pelabuhan Kijing yang sebenarnya sudah beroperasi,” tegasnya.
Menurut Edi, kapasitas Pelabuhan Dwikora yang terus meningkat setiap tahun membuat volume kendaraan berat seperti truk trailer dan kontainer melonjak tajam. Kondisi itu menyebabkan kemacetan sekaligus meningkatkan risiko kecelakaan di ruas-ruas jalan utama Pontianak.
Untuk mengendalikan hal tersebut, Pemkot Pontianak telah menetapkan pembatasan jam operasional kendaraan besar. Kendaraan kontainer berukuran 20 feet dilarang beroperasi pada pukul 06.00–08.00 WIB dan 16.00–19.00 WIB. Sementara kendaraan 40 feet dilarang beroperasi mulai pukul 05.00–21.00 WIB.
Namun, kebijakan ini dinilai belum cukup. Edi menyebutkan, arus lalu lintas di dalam kota tetap padat, bahkan di luar jam pembatasan.
"Kami terus mendorong agar pelabuhan dipindahkan ke Kijing serta dibangun jalur outer ring road untuk mengurai kepadatan. Selama aktivitas pelabuhan masih di tengah kota, risiko kecelakaan akan terus terjadi,” tegasnya.
Ia juga menegaskan, setiap hari terdapat 200 hingga 300 truk dan kontainer keluar masuk pelabuhan melalui jalur padat di Kota Pontianak.
"Kalau semuanya harus dikawal, tentu memerlukan banyak personel. Tapi kalau operasional mereka dihentikan, akan berdampak pada distribusi ekonomi. Karena itu, solusi terbaik tetap pada pemindahan pelabuhan ke Kijing,” jelasnya.
Menurut Edi, jika Pelabuhan Kijing beroperasi penuh, truk-truk kontainer tidak perlu lagi melintasi Kota Pontianak. Aktivitas angkutan besar bisa dialihkan langsung ke jalur luar kota yang lebih aman.
"Kuncinya ada pada percepatan pembangunan outer ring road dan jalan bebas hambatan. Jika memungkinkan, bahkan bisa dibuat jalan tol yang menghubungkan Pontianak, Mempawah, dan sekitarnya,” sebutnya.
Terkait belum beroperasinya Pelabuhan Kijing secara penuh, Edi menegaskan hal itu bukan kewenangan Pemerintah Kota Pontianak.
"Nah, itu tanyakan kepada Pelindo, karena bukan kewenangan Pemkot. Jalan nasional juga tanggung jawab pemerintah pusat melalui Kementerian PUPR. Kami akan kembali menyampaikan kepada Bapak Gubernur agar mendorong Pelindo segera mengoperasikan Pelabuhan Kijing secara penuh,” ujarnya.
Edi menilai, percepatan operasional Pelabuhan Kijing menjadi langkah strategis, tidak hanya untuk mengurangi kecelakaan di Kota Pontianak, tetapi juga untuk meningkatkan efisiensi distribusi barang dan menumbuhkan perekonomian daerah.
"Kita ingin Pontianak menjadi kota yang aman, nyaman, dan tertib lalu lintas. Pemindahan pelabuhan bukan hanya kebutuhan, tapi keharusan untuk masa depan kota ini,” tuturnya.
Harus Bertanggungjawab
Kecelakaan yang melibatkan kendaraan berat di Kota Pontianak kembali terulang. Terbaru, pada Rabu (12/11/2025), kecelakaan antara truk tronton dan sepeda motor kembali terjadi hingga mengakibatkan korban jiwa.
Menanggapi insiden ini, Ketua Fraksi PAN DPRD Kalbar, Zulfydar Zaidar Mochtar, menegaskan bahwa insiden semacam ini sudah sering terjadi dan harus ada pihak yang bertanggung jawab.
Ia menilai, lemahnya pengawasan terhadap kendaraan besar yang keluar masuk pelabuhan menjadi persoalan serius yang tak kunjung terselesaikan.
"Ini kesekian kalinya kecelakaan lalu lintas yang melibatkan kendaraan besar di Kota Pontianak dan tidak pernah ada yang bertanggung jawab. Saya meminta pemerintah dalam hal ini Pelindo untuk mampu memperhatikan, dan asosiasi juga melihat supir-supir yang memang pantas untuk membawa kendaraan ini,” ujarnya.
Zulfydar menegaskan, kejadian seperti ini sudah berulang kali terjadi baik yang menimbulkan korban meninggal dunia maupun luka parah. Karena itu, ia berharap ada tanggung jawab yang jelas, terutama dari pihak Pelindo yang memiliki kewenangan atas aktivitas kendaraan besar keluar dari kawasan pelabuhan.
"Saya berharap ada yang bertanggung jawab di sini, karena sudah ada waktu yang ditetapkan Pemerintah Kota Pontianak seharusnya kendaraan besar itu boleh keluar hanya pada jam-jam tertentu. Ini bukan jam yang seharusnya, atau paling tidak dikawal,” tegasnya.
Menurut Zulfydar, pelanggaran terhadap jadwal keluar kendaraan besar harus menjadi perhatian serius karena menyangkut keselamatan masyarakat pengguna jalan.
"Kalau nyawa sudah tidak ada, maka siapa yang akan bertanggung jawab? Saya berharap pihak Pelindo yang membiarkan kendaraan ini keluar harus memperhatikan hal tersebut. Kendaraan keluar dari pelabuhan menjadi tanggung jawab Pelindo juga, karena melepas kendaraan besar di luar waktu yang ditentukan termasuk asosiasi yang berkaitan dengan sopir yang mengatur,” katanya.
Zulfydar juga menilai, jika memang tidak ada asosiasi yang menaungi sopir kendaraan berat, maka perlu dilakukan uji kelayakan kembali terhadap para pengemudi.
"Kita berharap seluruh supir angkutan berat ini dapat diuji untuk ditanyakan kembali kesiapan mereka membawa kendaraan ini,” ujarnya menambahkan.
Selain itu, ia juga mengingatkan bahwa masyarakat pun perlu lebih waspada dan tertib dalam berlalu lintas. Namun, keselamatan harus menjadi perhatian bersama.
"Ini harus menjadi perhatian kita bersama terhadap bahaya kendaraan besar yang dapat mengakibatkan kematian atau masalah besar,” ujarnya.
Sebagai Ketua Fraksi PAN DPRD Kalbar, Zulfydar dengan tegas meminta Pelindo memberikan perhatian khusus terhadap peristiwa kecelakaan yang berulang tersebut.
"Kendaraan besar itu jika keluar di luar jadwal yang ditentukan, maka harus dikawal dengan pihak keamanan. Itu penting bagi keamanan semua pihak, baik kendaraan berat itu sendiri maupun masyarakat. Ini memang sudah diatur, tapi tetap saja kejadian terjadi lagi. Artinya tidak mematuhi ketentuan itu sendiri,” tegasnya.
Ia menambahkan, dukungan terhadap pergerakan ekonomi tetap penting, namun tidak boleh mengorbankan keselamatan publik.
"Kita sangat mendukung perekonomian, tetapi kita berharap perlindungan bagi sopir dan masyarakat yang melintas agar semuanya terkendali,” ujarnya.
Aktivitas Hanya di Pelabuhan
Sementara itu, menyusul insiden kecelakaan lalu lintas yang melibatkan kendaraan besar di luar area pelabuhan dan menelan korban jiwa, PT Pelabuhan Indonesia (Persero) Regional 2 Pontianak menegaskan bahwa seluruh aktivitas operasional perusahaan hanya berlangsung di kawasan yang telah ditetapkan sebagai wilayah pelabuhan.
General Manager PT Pelindo Regional 2 Pontianak, Kalbar Yanto, menyampaikan rasa duka cita yang mendalam atas musibah tersebut. Ia menyatakan keprihatinan dan berharap peristiwa serupa tidak kembali terjadi di masa mendatang.
“Kami menyampaikan duka cita yang sedalam-dalamnya kepada keluarga korban atas musibah yang terjadi. PT Pelindo Regional 2 Pontianak menjalankan aktivitas operasional sesuai batas wilayah kerja yang telah ditetapkan sebagai kawasan pelabuhan. Sementara itu, pengaturan lalu lintas dan aktivitas kendaraan besar di luar area pelabuhan menjadi kewenangan pemerintah daerah,” ujar Kalbar Yanto, Kamis (13/11/2025).
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa Pelindo mendukung setiap langkah pemerintah daerah dalam menata arus lalu lintas di sekitar kawasan pelabuhan, demi menciptakan keamanan dan keselamatan bersama antara pengguna jalan dan pelaku kegiatan logistik.
“Pelindo siap berkoordinasi dengan pihak terkait untuk mencari solusi terbaik agar aktivitas distribusi barang tetap berjalan lancar tanpa mengorbankan keselamatan masyarakat,” tambahnya.
PT Pelindo Regional 2 Pontianak juga mengajak seluruh pihak untuk memperkuat sinergi dalam menjaga kelancaran kegiatan logistik nasional sekaligus mewujudkan ketertiban lalu lintas di wilayah Kota Pontianak. (din/ril/dok)