Ponticity post authorKiwi 16 Desember 2019

Kasus 74 Paket Bodong Bengkayang Pejabat Bank dan Kontraktor Jadi Korban

Photo of Kasus 74 Paket Bodong Bengkayang Pejabat Bank dan Kontraktor Jadi Korban

PONTIANAK, SP - Mantan Kepala Cabang Bank Kalbar Kabupaten Bengkayang, Muhammad Rajali (MR) resmi ditahan Kejaksaan Tinggi Kalbar di Rutan Kelas II A Pontianak, Senin (16/12). Penahanan ini sesuai dengan jadwal penyidik pidana khusus Kejati Kalbar dalam kasus pengadaan barang dan jasa fiktif alias proyek bodong di Bank Kalbar Cabang Bengkayang sebesar Rp8.857.600.000.

Kasi Penerangan Umum Kejati Kalbar, Pantja Edi Setiawan mengatakan MR akan menjalani masa penahanan di Rutan Kelas II A Pontianak selama 20 hari ke depan. Alasannya, selama ini Kejati Kalbar telah tiga kali memanggil MR. Namun yang bersangkutan tidak bersikap kooperatif dan cenderung menghindar.

"Selama ini sudah tiga kali pemanggilan dan sudah melakukan pendekatan persuasif, dan kita sudah melakukan upaya mendatangi rumah tersangka (MR) namun dia tidak koorperatif. Dan pada hari ini kita panggil lagi dan hadir," ujarnya.

Dalam pemeriksaan Senin kemarin, penyidik Kejati telah mengantongi dua alat bukti kuat untuk menetapkannya sebagai tersangka. Akan tetapi, Panja tidak membeberkan rinci bukti tersebut lantaran masih dalam ranah penyidikan.

Hanya dia memastikan, MR memiliki peran aktif dalam kasus tersebut. Terutama dalam menyalahgunakan wewenang selama menjabat sebagai Kepala Cabang Bank Kalbar Bengkayang.

"Karena sifatnya ini fiktif, secara administrasi MR pasti melakukan penandatangan juga dan penyalahgunaan wewenang. Cuma kebijakan itu sampai batas mana, penyidik telah menemukan ada peran yang dilakukan oleh MR. Dan alat bukti itu masih ranah dalam penyidikan dan kita belum bisa ungkap, nanti di persidangan akan terungkap dari masing-masing yang sudah kita tahan," jelasnya.

Selama kasus ini berjalan, Kejati Kalbar setidaknya telah memeriksa 34 saksi yang berasal dari unsur 32 perusahaan yang memperoleh kredit pengadaan barang dan jasa dari Bank Kalbar cabang Bengkayang berupa 74 paket pekerjaan. Ada pula dua saksi dari Pengguna Anggaran Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), yakni Gunarso dan Supriyatno.

"Saat ini Pidsus Kejati sedang bekerja dan kemungkinan berpotensi akan adanya tersangka lain," tuturnya.

Sebelumnya, Kejati juga telah menetapkan pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kabupaten Bengkayang, Herry Murdianto (HM) sebagai tersangka dan dijebloskan ke Rutan Kelas IIA Pontianak sejak Kamis (21/11) malam lalu. Di Pemkab Bengkayang, HM adalah Kabid Pembangunan Daerah Tertinggal Dinas Sosial,Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Bengkayang, yang juga merangkap sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Awal Kasus

Kasus ini berawal dari adanya 32 perusahaan yang memperoleh kredit pengadaan barang dan jasa dari Bank Kalbar Cabang Bengkayang berupa 74 paket pekerjaan. Masing-masing perusahaan tersebut mengajukan kredit dengan bermodal jaminan Surat Perintah Kerja (SPK) yang ditandatangani oleh HM. Gunarso mendapat satu SPK (Surat Perintah Kerja), sementara sisanya didapat Supriyatno.

“Sumber anggaran diklaim melalui Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kemendesa PDTT Tahun Anggaran 2018. Namun DIPA tersebut ternyata fiktif,” ungkap Pantja Edi Setiawan.

Dalam SPK tersebut dicantumkan sumber anggaran proyek yaitu DIPA Kementerian PDTT Nomor 0689/060-01.2 01/29/2018. Namun pembayaran atau pengembalian uang kredit  tidak bisa dilaksanakan kerena proyek tersebut fiktif.

Keputusan pemberian fasilitas Kredit Pengadaan Barang dan Jasa (KPBJ) tersebut tidak didasarkan pada analisa yang benar sesuai ketentuan, tidak dilakukan survei dan penelitian atas kebenaran objek jaminan berupa SPK dan DIPA, sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp8.857.600.000.

"Pada saat itu tersangka (HM) menandatangani surat perintah kerja sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang mengajukan kredit pinjaman dana ke Bank Kalbar untuk mengerjakan proyek pembangunan rumah tertinggal dari kementerian transmisi tahun 2018," katanya.

Kejati Kalbar mendapat temuan bahwa HM tidak pernah terdaftar atau tidak memiliki Surat Keputusan (SK) sebagai PPK di Kemendes PDTT sebagaimana yang dicantumkan dalam SPK tersebut. Gunarso juga tidak pernah terdaftar sebagai pegawai di kementerian tersebut.

“Sebagaimana kita tahu pengguna anggaran di Kementerian PDTT adalah Menteri,” ungkapnya.

Ketelitian Bank

Akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Tanjungpura Pontianak, Ali Nasrun mengatakan bank kemungkinan melihat Surat Perintah Kerja (SPK) sebagai tanda resmi. Mereka percaya lantaran diajukan pejabat resmi pemerintah. Kredit pun dikucurkan.

"Jadi pelanggaran itu menurut saya pada oknum pejabat tersebut, bukan pada bank," ucapnya.

Dia yakin bank sudah teliti memeriksa surat yang jadi landasan kredit. Sehingga mereka berani mengeluarkan kredit yang diajukan. Menurutnya, hal ini bukan kasus pembobolan, sebab jika ada dua kasus serupa dengan surat yang sama dalam pengajuan kredit, bank tetap akan meloloskannya.

"Tanpa mengetahui secara detail, saya kira perbankan sangat teliti dalam hal tersebut," katanya.

Ali menyampaikan jika surat yang menjadi landasan pengajuan kredit tersebut dibuat pejabat yang resmi. Maka bank tidak dalam artian salah.

“Ada oknum yang menyalahgunakan hal itu. Salahnya kepada oknum tersebut yang menggunakan dokumen resmi pemerintah,” sebutnya. (din/sms/bls)

Kasus BRI

SELAIN kasus menyangkut Bank Kalbar, dugaan korupsi juga terjadi di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Pembantu Bengkayang. Seorang petugas administrasi kredit BRI setempat, Bruno Miradis menjalani sidang perdana dakwaan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Pontianak, Senin (16/12).

Dia didakwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah melanggar pasal 2 dan pasal 3 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi dalam kasus pinjaman investasi yang tidak disetorkan ke bank. Bruno, kata JPU, telah melakukan 360 pendebetan sepanjang tahun 2008 hingga 2014, dan merugikan nasabah dan bank BRI hingga mencapai Rp1,5 miliar lebih.

“Ditemukan penyimpangan di antaranya berasal dari pemakaian uang setoran dan pelunasan serta pendebetan rekening titipan sebanyak 360 pendebetan, yang digunakan untuk membayar dan menutupi angsuran uang nasabah dan uang setoran itu telah dipakai untuk kepentingan pribadi," ujar JPU Kejari Kabupaten Bengkayang, Joseca Carolina usai sidang dakwaan tersebut.

Tak hanya itu, uang itu juga digunakan oleh terdakwa untuk pemberian kredit atau pemakaian kredit titipan untuk angsuran istrinya.

Berangkat dari kasus ini, kata Joseca, BRI cabang Singkawang juga telah melakukan investigasi dan hasilnya ditemukan bahwa adanya penggunaan dana nasabah tersebut oleh terdakwa. Temuan ini juga diperkuat berdasarkan pemeriksaan dan pengakuan terdakwa kepada tim audit dari BRI Jakarta.

Dalam persidangan tersebut terdakwa didampingi oleh penasihat hukum dari Posbakum atas penunjukan Hakim Pengadilan Negeri Pontianak. Di sidang lanjutan nanti, JPU akan menghadirkan sejumlah saksi terhadap kasus penyalahgunaan wewenang oleh terdakwa. (sms/bls)

Berita Terkait

Baca Juga

Komentar Anda