Ponticity post authorelgiants 17 Oktober 2021

Kejagung Diminta Usut Tanah Baharuddin Lopa, Masyarakat Berharap Kejati Kalbar Bongkar Mafia Tanah

Photo of Kejagung Diminta Usut Tanah Baharuddin Lopa, Masyarakat Berharap Kejati Kalbar Bongkar Mafia Tanah

PONTIANAK, SP – Kantor Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat didesak segera melakukan pengusutan terhadap aktifitas mafia yang sekarang menyasar tanah milik  Prof Dr Baharudin Lopa (6 Juni 2001 - 3 Juni 2001) seluas 48.600 meter persegi atau 4,86 hektar.

Khusus Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat, didesak mampu membongkar tuntas praktik mafia tanah yang sudah lama terjadi di Provinsi Kalimantan Barat.

Baharudin Lopa mantan Jaksa Agung Republik Indonesia, 2001, dan okasi lahan diserobot mafia tanah berada di Jalan Perdana, Kelurahan Bansir Darat, Kecamatan Pontianak Barat, Provinsi Kalimantan Barat. 

Lahan seluas 4 hektare, berpotensi setara dengan Rp388,800 miliar, karena per meter persegi tanah di kawasan pemukiman elit, perhotelan dan persekolahan di Jalan Perdana, Kelurahan Bansir Darat,Kecamatan Pontianak Selatan, harga jualnya bisa mencapai Rp8 juta.

Baharudin Lopa, merupakan pendekar hukum legendaris Indonesia, pernah menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan  Barat, kemudian Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia, Ketua Komisi Nasional Hak Azasi Manusia, Duta Besar Republik Indonesia, Indonesia di Arab Saudi dan menjadi Jaksa Agung Republik Indonesiaselama 1,5 bulan, terhitung 6 Juni 2001 sampai wafat di Riyad, 3 Juli 2001. 

"Kejaksaan Agung harus turun tangan, Karena bagaimanapun, Baharudin Lopa adalah simbol penegakan hukum di Indonesia. Jasanya tetap dikenang sepanjang masa," kata Tobias Ranggie SH, praktisi hukum di Pontianak, Kalimantan Barat.

Tobias mengharapkan, penyusutan mafia tanah di Provinsi Kalimantan Barat, tidak hanya sebatas milik Keluarga Besar Baharudin Lopa, tapi harus mengusut aktifitas mafia tanah di tempat lain yang terjadi sudah cukup lama, karena sudah meresahkan.

Pihak keluarga Baharudin Lopa, sudah melakukan penelusuran terhadap keberadaan tanah seluas 48.600 meter persegi di Jalan Perdana, Kelurahan Bansir Darat, Kecamatan Pontianak Barat.

“Penelusuran sudah dilakukan sejak tahun 1987. Sempat dilakukan penelusuran lebih intens tahun 2012. Saya percaya Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, bisa mengembalikan hak Keluarga Besar Baharudin Lopa,” kata Masyita, salah satu putri Baharudin Lopa, Minggu (17/10).

Baharudin Lopa pernah menjabat sebagi Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat tahun 1972.

Masyita mengucapkan terimakasih kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Sofyan Djalil, telah merespons untuk membantu penelusuran.

Masyita mengatakan, sulit dirangkai dengan kata-kata atas perjuangan Keluarga Besar Baharudin Lopa, untuk mendapatkan kembali hak atas kepemilikan tanah 48.600 meter persegi di Jalan Perdana, Pontianak Selatan.

“Uang untuk beli tanah 4,86 hektare itu diperoleh dari jerih payah orangtua saya selama bertugas di Provinsi Kalimantan Barat, secara halal,” ujar Masyita.

Kamis malam, 14 Oktober 2021, Menteri Sofyan Djalil, dalam akun twitter @djalil, menanggapi keluhan Masyita dalam @sita b lola2.

“Ibu Sita, tolong Ibu kirimkan laporan/complain, dengan mendiskripsikan secara ringkas duduk masalahnya dan apa yang sudah ibu lakukan. Kirimkan kepada Menteri ATR/BPN.Mohon juga WA ke nomor Saya.Terimakasih,” tulis Menteri Sofyan Djalil.

Menteri Sofyan Djalil menanggapi @Sitalopa2, “BPN … tolong bantu kembalikan tanah HAK orang tua kami Alm. BAHARUDIN LOPA yg diincar dan digarong mafia2 tanah di Pontianak.”

Masyita, menanggapi permintaan Menteri Sofyan Djalil, menulis, “Sy sudah kirim ditujukan bapak Dirjen, Agus Wijayanto, tapi kemrn sa cek sptnya blm beliau baca.Nnt sya kirim kembali ditujukan kepada Bapak Menteri. Siap pak sya akan lengkapi data yg sy miliki segera saya kirim.”

Pernah Didatangi Makelar Tanah

 Yayat Darmawan, Kuasa Keluarga Bahaharudin Lopa di Pontianak, mengatakan, satu-satunya dokumen dimiliki keluarga berupa peta tanah yang dikeluarkan Kantor Pertanahan Kota Pontianak.

Peta tanah dimiliki Keluarga Baharudin Lopa, cocok dengan peta tanah dimiliki Kantor Pertanahan Pontianak.

Dari penelusuran peta tanah, menurut Yayat Darmawan, patut diduga sudah terbit sertifikat hak milik atas nama sejumlah orang.

“Kantor Kejaksaan Negeri Pontianak, berjanji untuk menelusuri lebih detil terhadap warkah sejumlah sertifikat hak milik yang terbit di atas milik Baharudin Lopa,” kata Yayat Darmawan.

Menurut Yayat Darmawan, ihwal kepemilikan tanah seluas 4,86 hektare di Jalan Perdana, Pontianak Selatan, ketika M Yamin dari Kejaksaan Negeri Pontianak, datang ke Jakarta tahun 1987, agar segera diurus sertifikat tanah Baharudin Lopa di Jalan Perdana, Pontianak Selatan.

Tahun 2010, Gunawan datang ke Jakarta, untuk membeli tanah milik Baharudin Lopa. Harga yang ditawarkan Rp2 miliar.

Kedatangan Gunawan ke Jakarta tahun 2010 yang mengklaim sebagai utusan calon pembeli, bertemu Iskandar, anak tertua Baharudin Lopa.

Proses pembelian tidak terwujud karena patut ada sejumlah makelar yang menyertai rombongan Gunawan, meminta jatah Rp500 juta dari harga keseluruhan Rp2 miliar, sebagai tunjangan kenakalan selama proses jual-beli di Pontianak.

Tahun 2012, Keluarga Besar Baharudin Lopa, datang ke Pontianak. Salah satu yang ditemui, Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Barat, Zet Hamdy Assovie.

Zet Hamdy Assovie, menurunkan tim, untuk melakukan pengecekan di lapangan, tapi belum membuahkan hasil, karena berbagai proses pembelaan diri oknum di Kantor Pertanahan Kota Pontianak, mampu meyakinkan tim non formal dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat yang tidak paham akan permainan mafia tanah di lingkungan Kantor Pertanahan Kota Pontianak.

Tapi penelusurannya, ujar Erfan Effendy,pensiunan Aparatur Sipil Negara di Kantor Pertanahan Kabupaten Mempawah, memang mudah, asalkan dilakukan secara jujur dan bertanggungjawab.

Cukup minta pertanggungjawaban oknum pejabat Kantor Pertanahan Kota Pontianak yang dengan sengaja menerbitkan sertifikat atas nama orang laindi atas tanah milik Baharudin Lopa.

“Karena tanah milik Baharudin Lopa, itu, memang ada di Jalan Perdana, Pontianak Selatan. Buka dokumen warkah. Cermati relevansi dan kesahihan warkah, apa ada unsur rekayasa atau tidak, pasti terungkap,” kata Erfan Effendy.

Dikatakan Erfan Effendy, penelusuran tanah milik Baharudin Lopa di Jalan Perdana, Pontianak Selatan, sudah menyangkut kredibilitas dan harga diri Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.

“Apabila Kantor Pertanahan Kota Pontianak tidak mampu mengusutnya, otomatis membuat citra buruk Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional,” kata Erfan Effendy.

Apalagi sejak Kamis, 16 Februari 2021, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, memerintahkan Kepala Polisi Republik Indonesia, Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, untuk membentuk Satuan Tugas Mafia Tanah di Direktorat Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Polisi Republik Indonesia (Bareskrim Polri).

Satuan Tugas Mafia Tanah Bareskrim Polri, beranggotakan unsur dari Sekretariat Negara, Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung, Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Yudisial, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Kementerian Kordinator Bidang Politik dan Keamanan, Badan Intelijen Negara (BIN) dan Badan Analisa Intelijen Stratagis Tentara Nasional Indonesia (BAIS TNI).

“Karena Baharudin Lopa, dikenal sebagai simbol penegakan hukum bagi masyarakat di Indonesia. Kalau tanah milik mantan Jaksa Agung saja bisa dimainkan, ditilep oknum di Kantor Pertanahan Kota Pontianak, itu namanya sudah kelewatan dan pelakunya harus ditindak tegas.Kalau tetap tidak tuntas, kasusnya supaya diambil-alih Satuan Tugas Mafia Tanah Bareskrim Polri,” kata Erfan Efendy.

Erfan Effendy, mengatakan, apabila dilihat dari dari peta yang dimiliki ahli waris, sumber tumpang tindih adalah serbitnya sertifikat hak milik nomor 4468, Gambar Situasi Nomor 33/1985, persil posisinya ada pada dua tempat.

Pada tahun 1985, ketika sertifikat hak milik tumpang tindih dengan lahan milik Baharudin Lopa di Jalan Perdana, Kelurahan Bansir Darat, Kecamatan Pontianak Barat, masih menggunakan  peraturan lama, yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1973, tentang: Tata Cara Pemberian Hak Atas Tanah Negara.

Sedang luas tanah juga gunakan kewenangan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1972, tentang: Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah Negara.

Pihak Keluarga Besar Baharudin Lopa, memperlihatkan peta sebagai salah satu bukti kepemilikan, yaitu NIB 08794 seluas 15.814 meter persegi, NIB 08795 seluas 15.814 meter persegi dan NIB 08796 seluas 15.692 meter persegi.

Mencakup tiga persil

Ibrahim Basarewan, Andreas Candra, Darman Hendra, Rahmat Noor, sebagai kuasa hukum Abdullah A Razak, membantah sebagai salah satu pihak patut diduga mencaplok tanah milik Keluarga Besar Baharudin Lopa di Jalan Perdana, Pontianak Selatan.

Menurut Ibrahim Basarewan, kliennya memang memiliki tanah sekitar 10,57 hektare berdasarkan Surat Swapraja nomor 2197/1958 di Jalan Perdana, Pontianak Selatan, tapi dipastikan tidak tumpang tindih dengan lahan milik Keluarga Besar Baharudin Lopa.

“Di lahan klien kami juga ternyata sudah terbit beberapa persil sertifikat hak milik, tapi dipastikan tidak tercantum nama Baharudin Lopa. Di bagian utara klien kami yang berbatasan dengan tanah milik Baharudin Lopa sudah dilakukan balik batas oleh Kantor Badan Pertanahan Kota Pontianak,” kata Ibrahim Basarewan.

Tanah Abdullah Razak, panjang 405 meter lebar 261 meter peta itu pada Peta Kantor Agraria terbit 1958, diukur lagi tahun 2010, maka menjadi kelurahan Bansir Darat, Kecamatan Pontianak Selatan.

Parit Bansir, adalah parit asal, dan dikenal sebagai parit induk bagi warga yang bermukiman di Kelurahan Bansir Darat.

Sektor selatan tanah milik Abdullah A Razak, berbatasan dengan tanah milik Kimseng.Tanah Kimseng, merupakan perbatasan wilayah antara Kota Pontianak dengan areal Kabupaten Kubu Raya.

Setelah utara tanah milik Abdullah A Razak, RT 04/RW 07, dibatasi parit besar, di mana bagian seberang parit, berbatasan langsung dengan tanah milik Baharudin Lopa, sebelah timur beratasan dengan tanah orang-orang di Sepakat II. Sebelah barat berbatasan dengan Jalan Perdana, Parit Bansir (Kelurahan Bansir Darat, Pontianak Selatan).

Dilihat dari peta yang dimiliki Keluarga Besar Baharudin Lopa dibuat Kantor Pertanahan Kota Pontianak, menurut Ibrahim Basarewan, tersebar pada 3 persil dalam satu hamparan, masing-masing ukuran 45 depa x 360 depa, atau setara dengan 16.200 meter persegi per persil, sehingga kalau ditotalkan 48.600 meter persegi atau 4,86 hektar.

Sebuah sumber menyebutkan, tanah milik Baharudin Lopa, sudah terbit puluhan persil sertifikat atas nama orang lain, tapi belum ada bangunan permanan. Tanah milik Keluarga Besar Baharudin Lopa yang terbagi dalam 3 persil, dijadikan kebun sayur-sayuran da nada pondok bagi pekerja.  (*)

Kisah Baharudin Lopa Hajar para Koruptor

PROFESOR Dr Baharuddin Lopa SH, adalah putra kelahiran Mandar, Sulawesi Selatan (kini Sulawesi Barat), 27 Agustus 1935. Orangnya cerdas dan lembut pribadinya.

Pembawaannya sederhana, polos apa adanya serta gaya bicara yang khas ‘ceplas ceplos.’ Penulis kenal dia dari dekat sejak usia muda, pada saat kami sama-sama kuliah di Fakultas Hukum Universitas Indonesia Cabang Makassar di Makassar (1955).

 Kebiasaan bersepeda berboncengan setiap kali ke kampus Baraya, dengan senda gurau dan canda ria, menjadikan Djokomoeljono dan Baharudin Lopa, bergaul tanpa basa-basi. 

Djokomoeljo, Profesor Riset, mantan Kajati Jawa Tengah dan mantan Penasihat Jaksa Agung, mengilustrasikan, baju lengan panjang kombinasi celana serba putih, menjadi kegemarannya, karena setiap saat dia harus siap menghadapi Prof. Mr Rickerk, Dekan Fakultas Hukum keturunan Belanda yang dikenal ’killer’ oleh mahasiswa.

Baharudin Lopa (panggilan akrabnya) bersama Andi Hamzah dan Andi Zaenal Abidin adalah kesayangan Dekan, karena mahasiswa cerdas dan berani menghadapi Guru Besar Asing atau ’dosen terbang’ yang saat itu banyak datang dari Jakarta a.l Prof Dr Sumitro, Prof Prayudi, Prof Paul Mudigdo, dari Surabaya Prof Kusnu, dari Belanda Prof Wertheim, bahkan Prof Toin Bee, ahli sejarah dunia datang dari London (1956). 

 Di antara para dosen, Drs Wolhof dan Prof Mr Drs Ernst Utrecht termasuk dosen santai.

Baharudin Lopa dan Djokomoeljono bersahbat dekat saat berada dengan Utrecht, Belanda.

Djokomoeljono akrab karena pada saat memberi kuliah, tampilannya santai.

Baharudin Lopa sering pakai sandal, suka gurau dengan contoh kasus yang aktual yang mudah dicerna.

Di jaman itu, mahasiswa boleh maju ujian kapan saja, yang penting mahasiswa sudah mampu menguasai materi mata pelajarannya. Mereka bisa mendaftar dan minta diuji.

Ini karena jumlah mahasiswa masih sedikit. Semua ujian dilakukan oleh dosen dengan lisan, satu per satu.

Mahasiswa wajib pakai dasi atau jas.Di seluruh Indonesia tidak ada ujian tertulis untuk Fakultas Ilmu Sosial, kecuali Faktultas Kedokteran dan Fakultas Teknik.

Masing-masing mahasiswa belajar sesuka hati.Ada yang memacu diri, ada yang seenaknya, tergantung pribadi masing-masing.Siapa yang rajin kuliah dan menjadi ’kutu buku’ bisa cepat lulus. 

Di antara teman seangkatan, Baharuddin Lopa, ada Ahmad Paga, Andi Hamzah termasuk yang cepat lulus. Setelah lulus ’Candidat II’ atau Sarjana Muda Hukum (SMHK/1957) Baharudin Lopa dan Djokomoeljono berpisah.

Baharudin Lopa praktek jaksa di daerah asalnya sedangkan Djokomoeljono menjadi jaksa di Pati, Jawa Tengah.

Karier Baharudin Lopa selanjutnya adalah Bupati Majene, kemudian Kajati Aceh, Kajati Kalimantan Barat, Kajati Sulawesi Selatan dan Staf Ahli Menteri Kehakiman.

Terakhir oleh Presiden Gus Dur, pribadi yang tidak mengenal warna lain kecuali hitam putih itu, diangkat menjadi Jaksa Agung untuk membersihkan nama baik dan meningkatkan kinerja korps Adhyaksa.

Dapat dipastikan tidak semua pejabat simpati pada langkah Lopa dalam pemberantasan korupsi, terutama mereka yang tidak konsisten pada janji dan sumpah jabatannya.

Saat Baruddin Lopa menjadi Kajati di Aceh (1971), djokomoeljono, menjadi anak buahnya, sebagai Asisten Pembinaan (Asbin) Kejati Aceh.

Djokomoeljono sendiri yang menjemput Baharudin Lopa pada saat hendak mulai bertugas di Aceh.

Di lapangan terbang Blang Bintang Banda Aceh, saat turun dari pesawat, Baharudin Lopa menyapa dengan cara khasnya, agak teriak dan dengan logat Makasar, ”Hai Djoko, kau di sini? Saya dengar kau pindah jadi tentara, bantu saya, ya.” 

Djokomoeljono, hanya tersenyum dengan sikap sempurna menghormatnya sebagai pimpinan.Ya walau dulu kami teman kuliah di Makassar (Ujung Pandang), toh saya tetap menghormati sekaligus mengaguminya.

Sebagai anak buah, Djokomoeljono siap menjalani semua perintah dan arahannya.

Djokomoeljono, ingin mengimbangi kebiasaannya yang dikenal disiplin dan selalu kerja keras. 

Di dalam mobil Djokomoeljono lapor bahwa sang calon Kajati baru sudah dipersiapkan penginapan di hotel terbagus.

Baharudin Lopa menolak lalu minta agar menginap di rumah dinas saja! ”Agar menghemat anggaran,” ujarBaharudin Lopa, sebagaimana dikutip Djokomoeljono.

Serah terima jabatan Kajati Aceh dengan pejabat lama Mohammad Salim SH berlangsung lancar. Salim menerima mutasi promosi sebagai Kajati di Medan.

Dalam briefing-nya kepada para asisten dan para kajari, Lopa mengatakan bahwa pada minggu pertama, ia sudah harus bisa menguasai peta lokasi penyelundupan di Aceh dan bulan kedua harus selesai mengunjungi semua kantor kejari sekaligus berkunjung ke para bupati dan muspida lainnya.

Baharudin Lopa mengatakan dirinya mau cek apakah para Kepala Kejaksaan Negeri dekat dengan pimpinan daerah setempat.

Untuk Aceh, Baharudin Lopa melihat banyak pengusaha melakukan perdagangan barang antar-pulau yang dibawa dari Sabang atau pulau-pulau lain atau oleh inang-inang ke Medan.

Barang-barang itu umumnya tanpa dilengkapi dokumen dengan kedok usaha koperasi.Kajati Baharudin Lopa lalu memerintahkan agar semua barang di atas truk diperiksa.

Baharudin Lopa juga minta agar truk bahan bakar juga diperiksa sebab sering terjadi kamuflase dan ada penyelundupan dan barang yang tidak jelas atau yang diselundupkan harus disita.

Awalnya pengusaha heboh, termasuk koperasi-koperasi milik tentara. Panglima Kodam Iskandar Muda Brigjen Teuku Hamzah setelah menerima laporan beberapa Dandim, jenderal yang sangat berwibawa itu langsung memerintahkan Pakehdam (Perwira Kehakiman Kodam) – Kolonel Mohammad Haji, agar menemui Kajati Lopa untuk berunding mencari jalan keluar yang ’sejuk.’

Pakehdam yang juga menantu Mayor Jenderal (Tituler) Abu Daud Beureuh (mantan pemberontak) akhirnya sadar dan setuju karena Kajati Lopa tegas dan tidak kenal kompromi. 

Baharudin Lopa juga tidak kenal dengan para pengusaha yang membandel.Semua pengusaha yang bandel, semisal, kapal-kapalnya tidak dilengkapi dokumen atau ketahuan menyelundupkan barang, langsung disita, diproses hukum, dirampas untuk negara, dilelang dan hasilnya disetor ke kas negara. 

Banyak pihak senang dan salut pada Kajati Baharudin Lopa yang tegas dan berani.

Kepala Polisi Daerah, Panglima Daerah Militer, hingga Gubernur, juga ikut senang karena mereka kebagian premi, imbalan jasa dari pemerintah atas jasa-jasanya.

Kajati Baharudin Lopa resmi menyerahkan premi dari pemerintah tersebut kepada yang berhak, yakni mereka yang membantu informasi sampai terbongkarnya kasus tersebut, dan diumumkan di surat kabar. 

Djokomoeljono juga sempat terkejut ketika sudah pindah tugas ke Manado sebagai Asisten Pengawasan (Aswas) di Manado (1972), menerima kiriman dana premi dan jasa saat menjadi Pimpinan Proyek Pembangunan Kantor Kejaksaan Tinggi Aceh.

Rejeki nomplok sebesar Rp150 ribu disyukuri.Djokomoeljono langsung mengucapkan terima kasih kepada atasannya, Baharudin Lopa.

Ismail Saleh, Mantan Jaksa Agung, saat menjadi Menteri Kehakiman ikutan senang melihat cara kerja Baharudin Lopa sebagai Kajati di beberapa tempat termasuk Aceh.

Karena cara kerja dan gayanya yang seperti itu Baharudin Lopa diangkat menjadi staf ahli Menteri Kehakiman.

Bahariddin Lopa juga akhirnya berani menertibkan para hakim dan pejabat lembaga pemasyarakatan yang membandel.

Djokomoeljono, juga sempat mengadakan penelitian ke Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan, untuk kasus Tommy Suharto dan mantan Menteri Bob Hasan yang saat itu menghuni Lembaga Pemasyarakatan Batu.

Bagaimana galaknya Baharudin Lopa diceritakan oleh Mohammad (Bob) Hasan – putra angkat Jederal Gatot Subroto. 

”Yaa beginilah nasib saya.Selama kasus saya diproses, saya masih belum menjadi narapidana, saat saya ditahan di Lembaga Pemasyarakat Cipinang, saat dia melihat saya sedang telpon pakai handphone, dia langsung memerintahkan kepada kepala Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, agar saya dipindahkan ke Nusakambangan.” 

Baharudin Lopa yang menjadi pejabat tinggi departemen kehakiman itu hidup sederhana.

Baharudin Lopa tinggal di rumah angsuran, persis di sebelah penjara wanita Pondok Bambu, Jakarta Timur.

Menurut Djokomoeljono, sebelum Baharudin Lopa menjadi Jaksa Agung, para pejabat negara – termasuk keluarga Cendana – sudah segan bahkan takut kepadanya.

Termasuk para menteri. Menteri Koperasi/Kabulog Bustanil Arifin SH dalam buku ”70 tahun H Ismail Saleh SH” menulis tentang bagaimana kerasnya Baharudin Lopa. 

”Ketika Baharuddin Lopa menjadi Kajati Kalimantan Barat, saya bersinggungan dengan Ismail Saleh.Waktu itu tuduhan korupsi kepada Kepala Dolog Kalbar,” kata Bustanul Arifin.

“Saya lihat manusia yang namanya Baharuddin Lopa ini orang yang sangat keras sekali.Saya mendengar Baharuddin Lopa memeriksa, menginterogasi para penyalur beras, karena harga beras naik di Kalbar.Mereka ada yang ditahan.”

“Sebagai Kepala Urusan Logistik,Saya risau waktu itu. Saya tanya teman-teman perihal Baharuddin Lopa. Katanya, Baharudin Lopa itu memang orang yang keras dan jujur.Rumahnya sederhana.”

“Karena kejujurannya, Baharudin Lopa tidak mau kompromi dan tidak ada toleransi atas penyelewengan yang terjadi.Sebagai Kabulog saya minta Ismail Saleh untuk memindahkan Baharudin Lopa dari Kalbar.Tapi, Ismail Saleh tidak mau begitu saja, memindahkan anak buahnya.Beliau malah menawarkan untuk memindahkan juga Kabulog Kalbar.”

“Akhirnya kita sepakat Baharudin Lopa dipindah dan Kepala Badan Urusan Logistik juga dipindah dari Kalbar. Di Sulsel, ternyata Baharudin Lopa masih keras juga. Dolog dan Puskud mengeluh.Saya berusaha mengenalnya.”

“Kepada Ismail Saleh, Saya bilang ingin mengenalnya. Ismail bersedia memperkenalkannya.Nah, pada suatu kesempatan saat makan siang, Rapat Jaksa Tinggi Se-Indonesia, saya dikenalkan kepada Lopa.Astaga…., ternyata, Baharudin Lopa itu orangnya halus, tidak segalak tindakannya.Kulitnya bersih dan rapih,” kenang Bustanil Arifin. 

Dalam sidang di Pengadilan Negeri, Ujung Pandang, 12 Agustus 1985, terdakwa kasus korupsi Toni Gozal alias Go Tiong Kien, tiba-tiba diputuskan bebas oleh majelis hakim, padahal Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntutnya 17 tahun penjara dan denda Rp30 juta.

Atas putusan tersebut Kajati Lopa terkejut dan sangat marah.

Kejaksaan kemudian banding, hingga kasasi, lalu pada 31 Oktober 1986 MA memutuskan bersalah.Sidang yang dipimpin langsung Ketua Mahkaham Agung, Ali Said, menghukum Gozal selama 7 tahun penjara dan denda Rp25 juta.

Saat menjadi Kajati Sulsel (1982-1986), langkah tak pilih kasih juga dibuktikan kepada pimpinan tertinggi di daerahnya itu.Sebagai contoh, gubernur Sulsel pada masa itu yang diduga korupsi, diprosesnya. Sayang, ketika sedang memproses, Baharudin Lopa dimutasikan. 

Menteri Kehakiman Ismail Saleh terus memantau karier Baharudin Lopa.Ketika Baharudin Lopa menjadi Direktur Jenderal Pemasyarakatan, dia melakukan gebrakan, antara lain, koruptor kakap dan napi kaya raya seperti Tommy Soeharto, Bob Hasan dan lainnya, dipindahkan ke Nusakambangan dan itu menyakitkan mereka.

Akan tetapi di sana Tommy, Bob Hasan dan lainnya, justru lebih merasakan kenyamanan dan banyak hal positif yang dilakukan, antara lain beramal.

Mereka mengundang dosen dari Cilacap untuk kuliah bagi karyawan Lembaga Pemasyarakatan dan para napi, mereka menyumbang televisi dan dipasang di masing-masing blok, kemudian membangun masjid, hingga mendorong dan memfasiiitasi napi untuk berwiraswasta, mengerjakan usaha batu mulia dan batu akik.

Batu mulia dan akik hasil gosokan napi Lembaga Pemasyarakata Nusakambangan itu dipasarkan Bob Hasan melalui internet dan hasilnya lumayan.Para napi bisa menabung dan saat bebas dari Lembaga Pemasyarakatan, membawa tabungannya. 

Tahun 1993, ketika Djokomoeljono bertugas sebagai Kajati Jawa Tengah, Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Baharudin Lopa menelepon saya dari Jakarta dan mengatakan akan inspeksi Kanwil Kehakiman Jateng di Semarang dan berjanji mampir ke rumah dinas.

Karena teman baik, Djokomoeljono, bertanya, “Mau makan soto Semarang atau lumpia?”

Ternyata Baharudin Lopa menolak semuanya dan hanya mau ikan bakar.Kegemarannya adalah makan ikan bakar panas-panas dengan bumbu sambal kecap.

Jadi jaksa agung

Tahun 2001, Presdien Abdurrahman Wahid mengangkatnya menjadi Jaksa Agung.Banyak pihak yang senang dengan pengangkatannya menjadi Jaksa Agung, tetapi banyak pula yang tidak senang, termasuk pejabat-pejabat tinggi negara.Maklum, karena kepribadiannya yang tidak mengenal warna abu-abu, kecuali warna hitam dan putih. 

Menurut Djokomoeljono, pengangkatan Baharudin Lopa sebagai Jaksa Agung, benar-benar kehendak Tuhan, karena begitu ia menjabat, dia langsung menggebrak.

Dibantu sahabat-sahabatnya sebagai staf ahli seperti Prof Dr Andi Hamzah, Prof Dr Ahmad Ali, Jaksa Agung Baharudin Lopa menggerakkan dan menghidupkan lembaga kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum yang sesungguhnya. Kejaksaan ketika itu benar-benar disegani. 

Baharudn Lopa antara lain mencekal Marimutu Sinivasan keluar negeri, mengancam Sjamsul Nursalim yang berada di Jepang, meminta Prayogo Pangestu di Singapura yang sedang berobat untuk segera pulang, memproses kasus Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Akbar Tandjung dan kasus Nurdin Halid.

Aksi-aksi memburu koruptor kelas kakap oleh kejaksaan waktu itu dilakukan pada saat Presiden Abdurahman Wahid menghadapi dugaan keterlibatannya dalam kasus Bulogate dan Bruneigate.Ketika itu Presiden Wahid terus dirong-rong oleh DPR. 

Pada saat kejaksaan sedang semangat menangani kasus-kasus tersebut, Tuhan rupanya punya kehendak lain. Orang yang jujur, tegas dan pemberani itu justri dipanggil-Nya.

Baharudin Lopa wafat pada 3 Juli 2001 di Riyadh, ketika sedang melakukan umroh.

Jadi hanya 1,5 bulan Baharudin Lopa menjadi Jaksa Agung. Indonesia berduka.

Presiden Abdurrahman Wahid yang pada saat itu sedang membuka Jambore Nasional Pramuka di Baturaden, spontan mengajak anggota Pramuka untuk mengheningkan cipta dan berdoa untuk Baharudin Lopa, sedangkan Wakil Presiden Megawati yang sedang memimpin sidang kabinet, mengajak para menteri untuk doa bersama. 

Jenazah Baharudin Lopa dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata di dekat pusara para pahlawan besar seperti Jenderal Besar AH Nasution bersama ibu, Jenderal Sudharmono, Jenderal Rudini, Jenderal Poniman, Jenderal Saleh Basarah, Jenderal Eddy Sudrajat, Jenderal Ibnu Sutowo, Prof. DR. A Baramuli (mantan jaksa tinggi yang pertama kali mendidik almarhum sebagai jaksa di Kejaksaan Makassar tahun 1957 dan ketika itu jaksa agung-nya adalah R. Soeprapto). 

Beberapa tahun setelah Baharudin Lopa wafat, Djokomoeljono sempat silaturahmi pada Indra Wulan, istri almarhum yang setia, selalu ceria dan tabah, yang tinggal di Pondok Bambu, Jakarta Timur.Di situ Indra Wulan, hidup bahagia bersama anak dan belasan cucu. 

Djokomoeljono, berharap semoga perjuangan Baharudin Lopa diteruskan, pemerintah konsisten dan jujur dalam menegakkan hukum.

“Semoga semangat, kejujuran, kesederhanaan, ketegasan, keberanian, kepahlawanan Lopa menjiwai seluruh aparat penegak hukum di negeri ini terutama para jaksa, generasi saat ini dan masa mendatang,” tulis Djokomoeljono.

Karena itulah, kasus penyerobotan tanah milik Baharudin Lopa di Jalan Perdana, Kelurahan Bansir Darat, Kecamatan Pontianak Barat, telah mengusik rasa keadilan bagi semua orang.

Karena jangankan rakyat jelata, tanah selevel milik Baharudin Lopa, mantan Jaksa Agung, bisa ditilep para mafia tanah bekerjasama dengan oknum di Kantor Pertanahan Kota Pontianak. (*)

Berita Terkait

Baca Juga

Komentar Anda