Ponticity post authorelgiants 18 Juli 2021

Anam Garam Harus Diproses, Masyarakat Minta Semua Sama di Mata Hukum

Photo of Anam Garam Harus Diproses, Masyarakat Minta Semua Sama di Mata Hukum

PONTIANAK, SP - Dipicu soal parkir mobil di depan Kantor CV Intinavia, Jalan Sultan Muhammad Nomor 165, Kelurahan Benua Melayu Darat, Kecamatan Pontianak Selatan, Jumat (16/7) sekitar pukul 10.00 WIB, telinga kiri Goro Gunardi Gouw (60) terluka hingga berdarah.

Goro dianiaya oleh The Khoen Nam (74), menggunakan pistol gas warna hitam.

Kejadian itu telah dilaporkan korban ke Polresta Pontianak dengan nomor laporan LP/B/596/VII/2021/SPKT/POLRESTA PTK KOTA/POLDA KALBAR, tanggal 16 Juli 2021, tentang Dugaan Tindak Pidana Penganiayaan. Menindaklanjuti laporan itu, kepolisian kemudian melakukan penyelidikan. Polisi juga telah meminta keterangan korban dan melakukan pemeriksaan Visum Et-Revertum terhadap korban.

Tak hanya itu, sejumlah saksi di lokasi kejadian juga telah dimintai keterangan.

Pelaku, The Khoen Nam telah ditangkap beserta barang bukti. Ia dikenakan Pasal 351 KUHP karena melakukan tindak pidana penganiayaan.

Meski melakukan penganiayaan menggunakan pistol, pelaku yang memiliki Surat Izin Penggunaan Senjata Peluru Karet Nomor SIPSPK/1714-S/VII/2020 hanya dipersangkakan Pasal 351.

Padahal, kepemilikan senjata api secara umum diatur dalam Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 yang bersifat pidana.

Di lingkungan masyarat sipil juga terdapat prosedur tertentu untuk memiliki senjata api secara legal yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Pemakaian Senjata Api. Termasuk aturan lainnya, seperti Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Untuk Kepentingan Olahraga.

Salahi Aturan

Sekretaris Umum Badan Advokasi Investigasi Hak Asasi Manusia (BAIN HAM) Kalbar, Ellysius Aidy, menyatakan, kepolisian harus bisa mengungkapkan asal senjata yang dimiliki oleh yang bersangkutan.

Pasalnya penggunaan senjata tersebut sudah menyalahi aturan yang berlaku. Terlebih pada saat sekarang masyarakat sudah trauma dengan kejadian tersebut. Apalagi kejadian tersebut dilakukan oleh tokoh-tokoh masyarakat.

"Sehingga harus dilakukan penindakan oleh pihak kepolisian. Agar tidak menjadi preseden buruk bagi oknum lainnya," katanya.

Ellysius menyatakan, walaupun senjata tersebut didapatkan secara resmi atau tidak. Namun penggunaan yang dilakukan oleh yang bersangkutan telah menyalahi aturan. Terlebih ada korban yang disebabkan oleh tindakan tersebut.

"Pada masa pandemi Covid-19 saat ini ditambah aksi-aksi seperti ini akan semakin mengkhawatirkan, yang bisa saja membuat masyarakat semakin khawatir," paparnya.

"Sehingga harus ada upaya untuk menyelidiki secara tuntas terkait penyalahgunaan senjata yang dilakukan oleh yang bersangkutan. Meskipun senjata boleh dimiliki pihak umum namun harus jelas kegunaan seperti olahraga," lanjut Ellysius.

Kepolisian harus benar-benar jujur dan tidak pandang bulu dalam menegakkan hukum. Pasalnya jika tidak dilakukan penindakan maka akan menjadi preseden buruk. Sehingga harus dilakukan tindakan sesuai dengan prosedur dan aturan yang berlaku.

Selain pasal penganiayaan seharusnya pihak kepolisian harus juga mengenakan terkait pengguna senjata. Karena yang dilakukan oleh yang bersangkutan telah menyalahi penggunaan yang seharusnya.

"Hal ini untuk memberikan efek jera terhadap orang yang menggunakan senjata tidak pada tempatnya," katanya.

Jangankan masyarakat umum pihak keamanan jika menyalahi penggunaan senjata juga bisa dikenakan hukuman.

"Jika tidak diambil tindakan maka akan menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum. Hukum seharusnya tidak tebang pilih sehingga harus dilakukan tindakan untuk penyalahgunaan senjata tersebut," ungkap Ellysius.

Undang-Undang Darurat

Pengamat Hukum Kalbar, Ali Anafia menyatakan, seharusnya pelaku yang menganiaya dan penodongan menggunakan Pistol, harus dikenakan dua Pasal.

"Kecuali pelaku menganiaya memakai kayu baru pakai Pasal 351, tapi ini kan pakai Pusri jadi harus kena dua Pasal. Yaitu, Undang-Undang Darurat Tahun 1950 ayat 1, dan Pasal 351 KUHP ancaman hukuman 20 tahun penjara," katanya.

Tugas media menjadi pengawal yg netral, sehinggga penyajian berita dapat memuaskan pembaca. Setidaknya musti diusut kepemilikan senjata, apakah ijin senjata msh berlaku.

"Karena ijin pemegang senjata dengan jangka waktu harus diperpanjang dikeluarkan oleh Dir Intelkam Mabes Polri. Semoga Suara Pemred media yang diperhitungkan masyaratkat khsus kalbar, mampu menyajikan Berita Arogan ini dapat memberitakan kelanjutannya, bukan hanya 351 KUHP, tapi juga ttg kepemilikan senjata(UU Darurat), semoga," papar pria yang pernah menjabat sebagai Ketua DPRD Kota Pontianak ini.

Harus Transparan

Tokoh Muda Tionghoa, Candra Kirana juga menyatakan, beda pendapat dengan Ketua MABT, dalam hal ini Indonesia tidak memperbolehkan warga sipil memiliki senjata api. Kepolisian dan TNI adalah dua lembaga yang boleh memiliki senjata api.

Namun, senjata api boleh dimiliki sipil jika diizinkan dengan alasan hukum seperti melindungi diri. Izin tersebut dikeluarkan oleh kepolisian dengan memenuhi syarat-syarat khusus. Misalnya syarat menguasai senjata api dan syarat psikologis.

"Adapun syarat kedua bertujuan untuk mendeteksi apakah personal yang mengajukan kepemilikan senjata api dapat mengendalikan emosi," papar Candra.

Hal tersebut bertujuan agar senjata api tak digunakan secara sembarangan.

Jika seseorang sudah mendapatkan izin kepemilikan senjata api, namun menggunakannya tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, seperti mengacungkan senjata untuk melakukan pengancaman padahal tidak dalam situasi membayakan diri, izin tersebut harus ditarik kembali.

Pasalnya, penggunaan senjata api tidak sesuai peruntukannya adalah tindakan penyalahgunaan izin atas kepemilikan senjata api. Selain itu, pelaku juga dapat dijerat dengan pasal pidana pengancaman.

"Penyalahgunaan senjata api itu sifatnya administratif. Tetapi jika ada tindakan lain seperti mengancam ada hukuman lain," tutur pria yang berdomisili di Jakarta ini.

Kalau itu sebagai pengancaman terhadap nyawa orang lain, atau terhadap kebebasan orang lain dan itu ada tindak pidana sendiri dalam KUHP.

Senjata boleh digunakan apa bila terjepit dan mengancam posisi jiwanya.

Syarat kepemilikan senjata api yakni memiliki kemampuan atau keterampilan menembak minimal klas III yang dibuktikan dengan sertifikat yang dikeluarkan oleh institusi pelatihan menembak yang sudah mendapat izin dari Polri, memiliki keterampilan dalam merawat, menyimpan, dan mengamankannya sehingga terhindar dari penyalahgunaan, serta memenuhi persyaratan berupa kondisi psikologis dan syarat medis.

"Terdapat juga aturan terkait kepemilikan senjata api untuk kepentingan olahraga. Hal itu diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 8 Tahun 2012 tentang Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Untuk Kepentingan Olahraga," ujarnya.

Dalam Pasal 4 ayat (1) Perkapolri 8/2012 disebutkan jenis-jenis senjata api olahraga, yaitu: senjata api; pistol angin (air Pistol) dan senapan angin (air Rifle); dan airsoft gun.

Senjata api tersebut digunakan untuk kepentingan olahraga (Pasal 4 ayat [2] Perkapolri 8/2012) seperti menembak sasaran atau target; menembak reaksi; dan berburu.

"Penyalahgunaan senjata api dapat kena sanksi berupa pencabutan izin kepemilikan senjata api hingga ancaman pidana," kata Chandra.

Dalam Pasal 9 UU 8/1948, setiap orang bukan anggota Tentara atau Polisi yang mempunyai dan memakai senjata api harus mempunyai surat izin pemakaian senjata api menurut contoh yang ditetapkan oleh Kepala Kepolisian Negara.

Untuk tiap senjata api harus diberikan sehelai surat izin. Dalam hal ini yang berhak memberi surat izin pemakaian senjata api ialah Kepala Kepolisian Karesidenan atau orang yang ditunjukkannya.

"Jadi dalam hal ini kepolisian harus memilah dan membedakan dimana pelanggaran delik umum dan delik aduan," katanya.

Bilamana ada penyelesaian secara kekeluargaan dari delik aduan yaitu laporan korban penganiayaan,Maka delik umumnya harus berjalan sesuai ketentuan yang berlaku,yaitu penyalagunaan penggunaan senjata api dan mengancam nyawa orang lain.

Tidak boleh lantas langsung selesai begitu saja,karena untuk memberikan contoh edukasi kepada masyarakat lain yang memiliki izin kepemilikan senjata api tidak berlaku semena-semena dan mentang-mentang memiliki senjata api, sehingga ribut sedikit senjata api langsung dikeluarkan untuk menakuti atau mengancam orang.

"Jadi pertikaiannya bisa saja diselesaikan secara kekeluargaan,namun penyalagunaan kepemilikan senjata apinya tetap harus diproses secara hukum," kata Candra. (din/hd)

Telinga Goro Dipukul Senjata Api

Seorang warga Pontianak terpaksa ditangkap polisi atas laporan penganiayaan.

Pelaku, yang juga seorang pengusaha salah satu hotel di Pontianak diduga menganiaya korbannya dengan sepucuk pistol.


Peristiwa ini terjadi di depan Kantor CV. Intinavia, Jalan Sultan Muhammad, Kelurahan Benua Melayu Darat, Kecamatan Pontianak Selatan, sekitar pukul 10.00 Wib, Jumat (16/7).


Bermula saat terduga pelaku, TKN (74) mengawasi supirnya bernama Fery sedang mencuci mobil miliknya di lokasi kejadian.

Setelah selesai dicuci, pelaku yang juga warga Jalan Sultan Muhammad, Kelurahan Benua Melayu Laut Kecamatan Pontianak Selatan ini kemudian ingin membawa mobil tersebut keluar.

Sayangnya, terhalang oleh mobil lain milik Gori Gunardi Gouw yang merupakan korban penganiayaan tersebut.
"Saat itu terduga pelaku memanggil seorang supir truk di lokasi supaya memanggil korban untuk memindahkan mobil tersebut," ungkap Kasat Reskrim Polresta Pontianak, AKP Rully Robinson Polii.


Tak lama, korban kemudian datang. Namun, kata Rully korban tidak mengindahkan permintaan pelaku.

Korban justru marah-marah terhadap pelaku dengan posisi saling berhadapan muka.
Menurut Rully, ujaran makian pun sempat terlontar dari mulut korban. Akhirnya, adu argumen tak terhindari.

Antara pelaku dan korban juga sempat saling mengarahkan pukulan dengan tangan kosong.
"Kaca mata terduga pelaku juga sempat jatuh. Saat terjadi saling serang tersebut tiba-tiba terlapor mengeluarkan satu pucuk senjata pistol jenis gas warna hitam," ungkap Rully.


Senjata itu diambil pelaku dari pinggang. Tak lama, dengan pistol itulah pelaku kemudian memukul korbannya ke arah wajah. Akibatnya, telinga sebelah kiri korban mengeluarkan darah.


"Tak lama kemudian orang-orang di sekitar tempat kejadian langsung melerai. Kemudian terlapor langsung melarikan diri dari tempat kejadian perkara dan pergi ke tempat usahanya yang tak jauh dari tempat kejadian," kata Rully.


Kejadian itu dilaporkan korban ke Polreta Pontianak dengan nomor laporan LP/B/596/VII/2021/SPKT/POLRESTA PTK KOTA/POLDA KALBAR, tanggal 16 Juli 2021, tentang dugaan tindak pidana penganiayaan.


Menindaklanjuti laporan itu, kepolisian kemudian melakukan penyelidikan. Polisi juga telah meminta keterangan korban dan melakukan pemeriksaan Visum Et-Revertum terhadap korban. Tak hanya itu, sejumlah saksi di lokasi kejadian juga telah dimintai keterangan.
"Saat ini pelaku telah ditangkap beserta barang buktinya. Pelaku akan kita kenakan pasal tindak pidana penganiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 351 KUHP," tutup Rully.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat Majelis Adat Budaya Tionghoa (DPP MABT) Kalbar, Paulus Andy Mursalim mengatakan tidak bisa berkomentar banyak terkait perselisihan antara kedua orang tersebut.

Namun, ia berharap agar masalah tersebut bisa diselesaikan secara damai dan kekeluargaan.

Apalagi saat ini di tengah pandemi Covid-19 dan diterapkannya PPKM Darurat, maka apapun masalahnya semestinya diselesaikan secara damai. Kalau pun harus diselesaikan di Kepolisian, semoga bisa diselesaikan dengan baik.

"Mohon maaf, saya belum jelas kronologinya dan tidak bisa berkomentar banyak. Namun, semoga bisa segera diselesaikan dengan baik," katanya.

Adapun Tempat Kejadian Perkara (TKP) yaitu di Jalan Sultan Muhammad No. 165 Kecamatan Pontianak Kota. Sementara kronologis kejadian, tepatnya pada Jumat, 16 Juli 2021 pukul 08.30 WIB.

Saat itu, korban, Goro Gunardi datang ke TKP dan memarkirkan mobilnya di depan Ruko tersangka.

Karena hal ini, kemudian Goro ditegur tersangka dengan nada yang cukup keras. Tersangka marah-marah yang  menimbulkan cekcok di antara keduanya.

Selanjut, tersangka langsung mengeluarkan senjata api, yang diduga ada;ah pistol dari pinggangnya. Ia pun langsung memukul telinga kiri korban menggunakan gagang senjata tersebut.

Usai memukul, tersangka langsung menodongkan senjata ke arah korban sembari mengancam akan menembak korban. Lalu tersangka meninggalkan TKP.

Sementara Korban langsung melaporkan kejadian tersebut ke Polresta Pontianak, setelah sebelumnya melalukan visum di RS Anton Soedjarwo, Dokes Polda Kalbar.

Sebelumnya, viral di media sosial, adanya pemukulan dan penodongan dengan pistol hanya gara-gara ditegur saat parkir di halaman Rumah Toko (Ruko), Goro Gunardi Gouw, warga kelahiran Kota Pontianak, pada 4 November 1961, harus mengalami luka di bagian telinga kanannya.

Goro Gunardi, adalah warga Jalan Trunojoyo Dalam, No. 9 RT 004 RW 019 Kelurahan Benua Melayu Darat, Kecamatan Pontianak Selatan.

Ia seorang wiraswasta sukses di Kota Pontianak, yaitu pemilik salah satu Hotel di Pontianak .

Sementara pelaku adalah pemukulan sehingga telinga kanan Goro Gunardi luka dan berdarah-darah adalah The Khoen Nam, Pria kelahiran Kota Pontianak, 18 April 1947, yang juga seorang pengusaha juga pengusaha hotel di Kota Pontianak.

Dahulu, ia dikenal sebagai pengusaha garam.  Khoen Nam, merupakan warga Jalan Sultan Muhammad No 172 RT 001 RW 001, Kelurahan Benua Melayu Laut, Kecamatan Pontianak Selatan. (sms/hd)

Berita Terkait

Baca Juga

Komentar Anda