PONTIANAK, SP – Fakta mengejutkan terkuak dalam persidangan dugaan kasus korupsi Rehabilitas Jembatan Timbang Siantan atau Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) Siantan Tahap IV dalam APBN Tahun Anggaran 2021.
Pada persidangan yang ke 14 kalinya digelar, Kamis (16/1/2025) lalu memunculkan beberapa nama yang diduga meminta sejumlah ke Markus Cornelis Oliver, terdakwa dalam kasus ini.
Nama-nama yang disebutkan oleh Markus dalam persidangan tersebut bukan dari kalangan ‘receh’. Mereka yang disebutkan merupakan orang-orang yang memiliki jabatan di institusi tempat mereka mengabdi.
Sontak saja hal ini menjadi perhatian serius masyarakat. Nama-nama yang disebutkan tersebut juga telah berseliweran di beberapa media sosial dan pemberitaan media daring.
Dalam sidang itu, nama besar seperti Mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Pontianak, YSK, Mantan Kasi Intel Kejari Pontianak, RA, Anggota DPRD Pontianak, STR, dan okum petinggi di Kejati Kalbar.
Selain nama besar tersebut, juga disebutkan seorang politisi berinisial JM dan MS yang berperan sebagai perantara.
Tak hanya itu, Markus juga menyebutkan nama KS yang merupakan Kepala Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Kelas II Kalimantan Barat sebagai perantara, kemudian MS yang menjabat Asisten Perdata Tata Usaha Negara Kejati Kalbar, serta MY yang merupakan mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat.
Terkuaknya nama-nama tersebut saat tim kuasa hukum dalam persidangan yang mempertanyakan keterangan Markus kepada tim kuasa hukum, yang intinya Markus dimintai sejumlah uang oleh oknum Kejari dan Kejati.
Markus kemudian menceritakan kronologis kejadian itu, dalam kesaksianya kemudian Markus menyebutkan nama-nama tersebut.
Di dalam persidangan, Markus juga kembali menyebutkan adanya keterlibatan oknum anggota DPRD Pontianak, STR dan JM. Peran STR kata Markus sebagai perantara yang menyambungkan dirinya dengan YSK melalui RA.
Kuasa hukum Markus, Hanemia H Purba membenarkan pernyataan kliennya di persidangan yang menyebutkan nama-nama tersebut. Mia mengatakan jumlah uang yang diminta oleh YSK ke Markus mencapai Rp2 miliar.
Namun kata Mia biasa H Hotmauli Purba disapa, kliennya tidak dapat menyangupi permintaan tersebut karena telah membayar Rp2,4 miliar ke Kejari Pontianak berdasarkan asumsi kerugian negara yang disampaikan pihak Kejari.
“Dari Rp2 miliar yang diminta tersebut, klien saya akhirnya memberikan uang kepada MS sebagai perantara ke YSK sebesar Rp900 juta secara bertahap,” kata Mia kepada Suara Pemred, Rabu (22/1).
Setelah menerima uang tersebut, lanjut Mia, YSK menjanjikan untuk memberikan Surat Perintah Penghentian Penyelidikan (SP3).
“Namun dengan syarat yang mengerjakan proyek untuk tahan ke V harus dari orang yang ditentukan oleh Kejaksaan Negeri Pontianak,” ungkap Mia.
Kesaksian Markus
Sementara berdasarkan fakta persidangan yang diperoleh Suara Pemred, berdasarkan keterangan yang disampaikan oleh Markus Cornelis Oliver dalam persidangan yang digelar, Kamis (16/1) menyebutkan kronologis dirinya saat dimintai sejumlah uang oleh para oknum tersebut.
Kata Markus, ia menghubungi JM karena perannya yang krusial pada pekerjaan Rehabilitas Jembatan Timbang Siantan atau Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) Siantan Tahap IV.
Setelah itu kata dia, JM mengarahkan untuk menghubungi oknum Anggota DPRD Pontianak, STR yang kemudian dihubungkan ke YSK melalui RA untuk mempertanyakan terkait kasus yang menjeratnya.
“Akhirnya saya dimintai uang Rp1 miliar yang kemudian terpaksa harus saya beri dengan cara meminjam ke sana-sini untuk memenuhi permintaan itu,” kata Markus.
Lanjut Markus, untuk menyerahkan uang yang diminta, ia menuju rumah dinas STR dengan membawa uang Rp1 miliar, akan tetapi ketika ia sampai, ternyata JM dan STR keluar dari rumah dinas dan menghampirinya sembari mengatakan kesepakatan itu tidak jadi dipenuhi.
“Karena STR meminta nominalnya ditambah menjadi Rp2 miliar yang pada akhirnya saya tidak mampu untuk memenuhi hal tersebut," kata Markus dalam kesaksian persidangan.
Dalam persidangan tersebut, Markus juga menjelaskan kronologi dirinya menghubungi MS yang memiliki relasi untuk dapat menghubungkan ia dengan YSK untuk mempertanyakan apakah benar penyampaian dari STR mengenai jumlah uang yang diminta.
MS yang berperan sebagai perantara, kemudian menyampaikan kepada dirinya bahwa YSK meminta uang Rp100 juta, dan saat itu MS diperintahkan YSK meminta uang tersebut untuk keperluannya liburan. Uang tersebut kemudian diberikan oleh Markus ke MS yang kemudian diserahkan di sebuah rumah makan di Jalan Sultan Syarif Abddurahman.
“Saya juga dimintai uang tunai melalui MS untuk diserahkan ke YSK sebanyak tiga kali, yang pertama sekitar tanggal 29 Mei tahun 2023 senilai Rp100 juta,” jelas Markus.
Setelah beberapa waktu kemudian, MS kembali mengabarkan bahwa YSK meminta lagi uang Rp800 juta untuk yang kedua kalinya, akan tetapi tidak lama kemudian MS Kembali mengabarkan bahwa YSK meminta uang yang ke tiga kalinya sebanyak Rp1,5 miliar untuk menutup kasus ini.
“Selang satu minggu, saya lupa tepatnya tanggal berapa, akan tetapi hal ini terjadi setelah masuk pada bulan Juni 2023, MS mengabari saya bahwa YSK meminta uang Rp800 juta dan saya mengantarkanya ke tempat yang sama dengan sebelumnya,” kata Markus dalam persidangan.
Akan tetapi, lanjut Markus lagi, selang beberapa waktu dari permintaan itu, MS menghubungi saya mengabarkan bahwa YSK meminta lagi uang dengan total Rp1,5 miliar beserta komitmen bahwa pekerjaan UPPKB Siantan tahap V atau tahap selanjutnya diberikan kepa YSK.
“Namun saya tidak mampu memberikan (uang Rp1,5 miliar). Total keseluruhan uang sejumlah Rp900 juta yang sudah saya berikan sebelumnya, sehingga upaya kesepakatan kembali tidak tercapai, kasus pun terus dipaksakan,” kata Markus.
Di dalam persidangan tersebut, Markus kembali mengatakan bahwa setelah dua upaya dugaan pemerasan yang dilakukan kepadanya, ternyata tidak berakhir sampai di situ.
MS sebagai perantara dalam kasus ini kemudian menghubungi KS yang menjabat Kepala Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Kelas II Kalimantan Barat agar memberitahukan kepadanya menyiapkan sejumlah uang, sehubungan dengan upaya MY yang merupakan mantan Kajati Kalbar akan membantu untuk menghentikan kasus ini.
Kemudian, MS, kata Markus menyebutkan uang sebesar Rp250 juta dengan dua kali permintaan yang pertama Rp150 juta dan kedua sebesar Rp100 juta untuk diberikan ke MY dengan kesepakatan setelah uang diberikan, kasus ini akan dihentikan.
Proses penyerahan uang tersebut dibuktikan dengan barang bukti video amatir yang diputar dalam persidangan dan memperlihatkan sejumlah uang yang dibawa KS ke dalam gedung Kejati Kalbar untuk diserahkan ke MY.
"Saat itu MS mengubungi KS untuk menjembatani saya ke Kejati Kalbar sehubungan dengan pemberhentian kasus ini. MS pertama meminta uang Rp150 juta, tak lama kemudian MS kembali menghubungi saya melaui KS untuk meminta tambahan uang Rp100 juta yang akan diberikan ke MY," ungkap Markus.
Lakukan Upaya Hukum
Ketua Tim Kuasa Hukum Markus Cornelis Oliver, yang juga merupakan Kepala Badan Lembaga Investigasi Badan Advokasi Penyelamat Aset Negara (LI BAPAN) Kalbar, Stevanus Febyan Babaro mengatakan, dalam persidangan yang ia saksikan perlahan fakta-fakta akan terungkap di persidangan.
"Seiring dengan persidang-persidangan yang terlah digelar sampai saat ini, perlahan kebenaran dalam kasus akan menemukan titik terang," katanya, Rabu (22/1).
Ia juga kembali menjelaskan, bahwa dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) pada persidangan ke 14 yang digelar pada Kamis 16 Januari 2025 terbukti mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Pontianak, YSK mengakui menerima uang tersebut walau tidak sama nominalnya, maka ini akan menjadi antensi publik bahwa adanya dugaan pidana baru yang terungkap dalam persidangan kemarin.
"Di BAP itu juga saudara YSK mengkonfirmasi bahwa ia menerima dana tersebut, namun jumlahnya hanya Rp300 juta dan YSK sudah mengakui itu. Sesuai dengan rumusan Pasal 108 KUHAP, dalam waktu dekat kami akan segera melakukan upaya hukum karena munculnya dugaan tindak pidana baru yang terungkap di persidangan kemarin," pungkasnya. (jee)