PONTIANAK, SP – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Barat (Kalbar) telah melaksanakan penyidikan terhadap lima kasus dugaan tindak pidana korupsi sepanjang Januari hingga Juni 2024.
Hal tersebut diungkapkan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Kalbar, Edyward Kaban dalam konfrensi pers peringatan Hari Bhakti Adhyaksa ke 64, di Kantor Kejati Kalbar, Jalan Ahmad Yani, Pontianak Selatan, Senin (22/7/2024).
‘’Pada periode Januari hingga Juli 2024, Kejati Kalbar telah menangani Tindak Pidana Khusus sebanyak tujuh perkara dan sudah masuk ke tahap penyidik lima perkara,’’ jelasnya.
Adapun kelima kasus tindak pidana khusus yang yang sudah masuk ke tahap penyidikan tersebut, yakni pertama, dugaan tindak pidana korupsi bantuan dana hibah Pemerintah Kabupaten Sintang untuk pembangunan Gereja GKE Mitra Sintang tahun 2017.
Kedua, dugaan tindak pidana korupsi penyimpangan penggunaan bantuan dana hibah dari Pemerintah Provinsi Kalbar kepada pihak Yayasan Mujahidin Pontianak untuk Tahun Anggaran 2019, 2020, 2021 dan 2023.
Ketiga, dugaan tindak pidana korupsi pada Perkembangan Pekerjaan Bandar Udara Rahadi Oesman Ketapang, Kalbar APBN Tahun 2023.
Keempat, dugaan tindak pidana korupsi pengadaan tanah di Jalan Ahmad Yani, Jalan Paris I, Kota Pontianak Tahun 2015.
Kelima, dugaan tindak pidana korupsi dana bantuan operasional kesehatan UPTD Puskesmas di Kabupaten Melawi tahun 2023.
‘’Lima perkara dugaan tindak pidana korupsi tersebut kini masih dalam proses penyidikan. Tentunya kami juga ingin ini cepat, namun butuh proses,’’ungkapnya.
Edyward menekankan bahwa meskipun proses penyidikan kasus-kasus ini membutuhkan waktu, pihaknya berkomitmen untuk menyelesaikannya secepat mungkin dan naik ke pengadilan.
"Kita ada keterbatasan tim penyidik yang mana kadang Tim A sedang menangani satu kasus juga menangani kasus lainnya, sehingga kita juga minta bantuan bidang lain agar secepatnya perkara naik ke pengadilan," tegasnya.
Edyward menambahkan, meski lima perkara dugaan tindak pidana korupsi tersebut kini masih dalam proses, Kejati Kalbar dan Kejaksaan Negeri se-Kalbar telah melakukan penyelamatan kerugian keuangan Negara senilai Rp12.858.494.873.56.
Selain menangani tindak pidana khusus, Kejati Kalbar pada periode Januari hingga Juli 2024, juga telah menangani sebanyak 33 perkara tindak pidana umum yang diselesaikan lewat Restorative Justice (RJ).
"Restorative Justice sebanyak 33 perkara berasal dari Kejaksaan Negeri se-Kalbar dan Cabang Kejaksaan Negeri se-Kalbar," ujarnya.
Restorative Justice adalah proses dialog dan mediasi yang melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait, untuk bersama-sama menciptakan kesepakatan atas penyelesaian perkara pidana yang adil dan seimbang bagi pihak korban maupun pelaku.
Meski demikian, Edi menyebut, tidak semua perkara pidana bisa diselesaikan dengan Restorative Justice.
"Tidak semua perkara bisa di-RJ-kan. Yang bisa di-RJ-kan adalah perkara yang hukumannya di bawah lima tahun dan juga perkara yang sudah ada perdamaian antara kedua belah pihak," katanya.
Selain itu, Kejati Kalbar juga menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dengan status ditangani sebanyak 261 perkara. Lalu, untuk P-21 (hasil penyidikan sudah lengkap) sebanyak 160 perkara dan Tahap II (penyerahan tersangka dan barang bukti) sebanyak 163 perkara.
Tahan Tersangka
Kejati Kalbar juga kembali menahan dan menetapkan tiga orang tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan kapal penumpang angkutan sungai (ferry) milik Dinas Perhubungan Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu tahun 2019, Senin (22/7/24).
Ketiga tersangka masing-masing berinisial TK selaku Direktur CV Rindi (penyedia barang dan jasa), AN selaku pelaksana pekerjaan pengadaan, serta AH, selaku Kadis Perhubungan Kapuas Hulu tahun 2019.
"Penahanan terhadap tersangka setelah melakukan serangkaian tindakan penyidikan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print-06/0.1/Fd.1/07/2024 tanggal 22 Juli 2024, dan dua alat bukti yang cukup kuat," ungkap Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Kalbar, Siju di Kantor Kajati Kalbar, Senin (22/7/24).
Sebelumnya, Kajati Kalbar juga telah melakukan penahanan terhadap enam orang tersangka dalam perkara yang sama.
Siju mengungkapkan, ketiga tersangka akan ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas II A Pontianak selama 20 hari ke depan terhitung mulai tanggal 22 Juli 2024 sampai dengan 10 Agustus 2024.
Ia menambahkan, para tersangka dikenakan melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 jo. Pasal 18 ayat (1), (2), (3) Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
"Penyidik telah melakukan pemeriksaan kegiatan pengadaan kapal penumpang angkutan sungai (fery) APBN DAK Afirmasi Bidang Transportasi dari Kemendes DT, masuk APBD Kabupaten Kapuas Hulu Tahun 2019 di DPA Disas Perhubungan Kabupaten Kapuas Hulu No. 1.02.1.02.09.01.18.003 Januari 2019, pagu sejumlah Rp2.500.000.000, atau dua milyar lima ratus juta rupiah," Jelas nya.
Siju mengungkapkan dalam kasus ini para tersangka tidak melakukan perencanaan dari konsultan perencanaan, dan pengadaan dilakukan setelah ada anggaran masuk dalam APBD.
Kemudian tersangka S selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) melihat di internet (google) jenis-jenis kapal fery untuk penyeberangan sungai. Gambar-gambarnya dicetak (print) dan PPK membuat dokumen perencanaannya dan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) pada 16 Mei 2019.
“Rincian HPS dibuat tanpa melakukan survey harga, hanya melihat di internet (google). Perencanaan dan HPS selanjutnya diserahkan PPK ke Pokja Pengadaan untuk dilelang,” ungkapnya.
Selanjutnya dibuat dan ditandatangani kontrak yaitu Surat Perjanjian No.550/97/SPK/PPK-DHUB/VII/2019 tanggal 11 Juli 2019 senilai Rp2.487.650.000 oleh PPK dalam hal ini saksi Sudiyono dan pihak penyedia atau tersangka TK selaku Direktur CV Rindi.
“Akan tetapi nyatanya pengadaan dilakukan oleh tersangka AN selaku pelaksana pekerjaan pengadaan," ucap Siju.
Kemudian tersangka AN selaku pelaksana pekerjaan pengadaan yang membeli kapal yang dibuat tahun 2014 kepada saksi Evi, kapal diperbaharui saksi Evi dengan bantuan saksi Ridwan yang biayanya Rp355.000.000. Setelah kapal diperbaharui, kemudian dibawa ke lokasi dan akan digunakan di Sungai Desa Perigi, Kecamatan Silat, Kabupaten Kapuas Hulu.
"Setelah sampai di lokasi, kapal diperiksa oleh Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PPHP) yakni tersangka BP selaku PPHP, tersangka AJ selaku PPHP dan tersangka MA selaku PPHP dan dilakukan penyerahan dari tersangka AN ke tersangka S selaku PPK," terang Siju.
Setelah itu, lanjut Siju, kemudian dilakukan pembayaran pada 19 November 2019 dengan total Rp 2.227.577.500, setelah potong pajak ke rekening CV. Rindi di Bank Kalbar Cabang Putussibau.
Kegiatan pengadaan kapal tahun 2019 tersebut kemudian diperiksa oleh BPK RI Perwakilan Provinsi Kalbar, dan hasil pemeriksaannya ditemukan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Perwakilan Provinsi Kalbar No. 24.C/LHP/XIX.PNK/06/2020 tanggal 24 Juni 2020 dengan temuan atau kesimpulan bahwa pengadaan kapal tersebut fiktif, dan mengakibatkan kerugian negara sejumlah Rp2.227.577.500 atau total loose karena kapal fery yang diadakan tidak sesuai dengan spesifikasi teknis.
Lebih lanjut Siju mengatakan, penyidik juga telah melakukan penyitaan uang sebanyak Rp355.000.000 kepada saksi Ridwan yang membantu saksi Evi memperbaharui kapal. Tidak hanya itu, penyidik juga telah melakukan penyitaan uang sejumlah Rp15.000.000 dari tersangka AH.
“Akibat perbuatan tersangka, menimbulkan kerugian keuangan negara/daerah Rp1.787.577.500. Temuan ini tentunya berdasarkan temuan dan kesimpulan BPK RI Perwakilan Provinsi Kalbar Rp2.227.577.500 dikurangi uang yang sudah disetor ke Kas Daerah Pemkab Kapuas Hulu sebelum penyidikan Rp440.000.000," ujarnya.
Siju menegaskan, penyidikan akan masih terus berlangsung dan kemungkinan masih akan berkembang. Selanjutnya, perkara akan segera diselesaikan dan dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Pontianak jika penyidikan telah selesai dan dinyatakan lengkap (P-21) dalam waktu dekat. (mar/ind)