Ponticity post authorKiwi 23 Juli 2024

Kejari Pontianak Endus Korupsi di Pemprov Kalbar

Photo of Kejari Pontianak Endus Korupsi di Pemprov Kalbar

PONTIANAK, SP - Kejaksaan Negeri (Kejari) Pontianak menetapkan dua orang tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) proyek pengadaan jaringan serat optik di Kantor Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar).

Kedua orang yang ditetapkan menjadi tersangka masing-masing berinisial S dan A. Tersangka S merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), sementara A merupakan pihak penyedia barang.

Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejaksaan Negeri Pontianak, Hary Wibowo mengatakan, penyelidikan kasus dugaan tipikor pengadaan jaringan serat optik di Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Kalbar ini telah dimulai sejak Januari 2024.

Selama proses penyelidikan, pihaknya telah memanggil 10 orang saksi untuk dimintai keterangan, termasuk saksi ahli di bidang keuangan dan teknis.

“Dari proses penyelidikan, sementara kami sudah menetapkan dua orang sebagai tersangka. Mereka adalah S selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan A selaku pihak penyedia,” kata Hary kepada wartawan, Senin (22/7/2024).

Hary menjelaskan modus operandi yang digunakan dalam kasus dugaan korupsi ini adalah mark-up anggaran yang menyebabkan kerugian negara.

“Total anggaran proyek ini senilai Rp6 miliar, namun terdapat mark-up dalam pelaksanaannya yang mengakibatkan kerugian negara,” ungkapnya.

Hary menambahkan, pihaknya akan kembali melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi yang telah dipanggil untuk mendalami dugaan tindak pidana korupsi tersebut.

“Selain akan mendalami keterangan saksi-saksi dan mengumpulkan bukti-bukti tambahan, kita juga akan meminta kepada ahli untuk melakukan perhitungan kerugian negara,” ujarnya.

Ketika ditanya lebih lanjut mengenai jabatan tersangka S, Aluwi menolak memberikan penjelasan lebih lanjut. Namun, ia memastikan bahwa proses hukum akan tetap berjalan sesuai prosedur yang berlaku.

Sementara itu, Kepala Kejari Pontianak Aluwi mengatakan, kasus dugaan tindak pidana korupsi jaringan serat optik ini masih dalam pengembangan.

“Sejauh ini, dua orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka, namun saat ini mereka belum ditahan. Proses penyidikan masih terus berjalan dengan tujuan utama untuk menyelamatkan keuangan negara,” kata Aluwi.

Aluwi menegaskan telah memerintahkan jajarannya untuk terus mendalami keterangan saksi, melengkapi bukti, dan meminta keterangan ahli informasi dan teknologi (IT), serta meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan perhitungan kerugian negara.

“Saat ini, kami masih menunggu hasil perhitungan kerugian negara dari BPK/BPKP serta pengumpulan barang bukti lainnya. Jadi untuk kasus ini belum bisa kami jelaskan secara gamlang. Nanti tunggu berkas dinyatakan lengkap akan dijelaskan secara utuh seperti apa kasus ini,” ujarnya.

Alwi menjelaskan, proyek pembangunan jaringan serat optik tersebut bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi Kalbar Tahun Anggaran 2022 dengan pagu anggaran sebesar Rp6 miliar lebih.

Proyek ini diketahui melalui e-katalog, namun dalam prosesnya ditemukan adanya ketidaksesuaian dalam proses pelaksanaan yang mengarah pada dugaan pengelembungan anggaran (mark-up).

"Inikan prosesnya e-katalog, tetapi dalam prosesnya ada yang tidak benar, dan initnya ada mark-up untuk kegiatan tersebut. Untuk kerugian masih dalam penghitungan ahli," tukasnya.

Suara Pemred telah berupaya melakukan konfirmasi kepada Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Provinsi Kalbar Samuel perihal penetapan dua tersangka kasus korupsi pembangunan serat optik tersebut, namun mantan Penjabat (Pj) Bupati Landak itu masih enggan memberikan komentar.

Sejumlah pertanyaan yang diajukan Suara Pemred via pesan aplikasi WhatsApptidak mendapatkan jawaban oleh yang bersangkutan.

"Mohon maaf pak saat ini saya belum bisa beri keterangan," jawab singkat Samuel kepada Suara Pemred.

Naik Penyidikan

Sebelumnya pada Mei 2024 lalu, Kasi Intel Kejari Pontianak Rudy Astanto mengatakan, pihaknya sudah menaikan status kasus dugaan korupsi pengadaan jaringan serat optik dari penyelidikan ke penyidikan.

“Penyelidikan untuk perkara dugaan korupsi serat optik Provinsi Kalbar sudah naik status menjadi penyidikan. Saat ini penyidik sedang melakukan pemeriksaan saksi-saksi,” Rudy Astanto.

Adapun saksi-saksi yang diperiksa dan dimintai keterangan mulai dari kalangan pejabat ASN Pemprov Kalbar hingga pihak swasta.

Dari informasi yang didapat, proyek pengadaan jaringan serat optik tersebut diperuntukan untuk operasional Ruang Data Analytic Room (DAR) dan Gedung Garuda Kantor Gubernur Kalbar, serta koneksi jaringaan ke semua dinas atau Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemprov Kalbar yang dianggarkan melalui Dinas Kominfo Kalbar dengan pagu anggaran sebesar Rp6 miliar.

Namun dalam pelaksanaannya anggaran tersebut diduga digelembungkan (mark-up) oleh pelaksana proyek yang sekaligus pengelola dan operator seluruh jaringan.

Sementara yang menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dari proyek ini berinisial S yang disebut-sebut sempat menjadi salah satu kepala dinas pada tahun 2022.

Proyek pembangunan jaringan serat optik di Kantor Gubernur Kalbar ini kabarnya juga sudah direncanakan sejak tahun 2019 dan baru dapat dilakukan proses lelang pada tahun 2021 berdasarkan Surat Gubernur Kalbar Nomor: 050/3067/Bappeda 31 Agustus 2021. Proses lelang dilakukan melalui Biro Pengadaan Barang dan Jasa Pemprov Kalbar dengan nilai HPS sebesar Rp5.170.220.506.

Namun begitu, lelang pada tahun 2021 ini dibatalkan dan dilakukan tender ulang untuk Tahun Anggaran 2022 karena sebelumnya tidak ada peserta lelang yang lulus evaluasi penawaran.

Pada Tahun Anggaran 2022 tidak ada terdapat data lelang di laman LPSE Kalbar untuk paket pembangunan jaringan serat optik tersebut karena oleh pihak Pemprov Kalbar diubah dengan system e-katalog atau penunjukan langsung. (mar/din/ind)

Berita Terkait

Baca Juga

Komentar Anda