PONTIANAK,SP - Provinsi Kalimantan Barat berada di posisi strategis yang dikaruniai oleh kekayaan sumber daya alam berlimpah, satu di antaranya adalah sektor perkebunan kelapa sawit. Walaupun begitu, pemerintah daerah menghadapi tantangan terkait pembagian Dana Bagi Hasil (DBH) yang dinilai belum mencerminkan prinsip keadilan.
Mengetahui isu tersebut, Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Syarief Abdullah Alkadrie menekankan pentingnya revisi formulasi DBH agar lebih adil. Hal ini dirinya sampaikan dalam agenda Kunjungan Kerja Banggar DPR RI di Kantor Gubernur Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar), Kota Pontianak, Kalimantan Barat, Kamis (28/11/2024)
"Saya tegaskan DBH harus dihitung dengan formulasi yang tepat, berdasarkan luas kebun dan produktivitasnya, bukan hanya pajak ekspor. Ini agar prinsip keadilan benar-benar terpenuhi," lugas Syarief.
Ia juga menyoroti pentingnya optimalisasi Pelabuhan Kijing untuk mendukung hilirisasi industri sektor kelapa sawit dan bauksit di Kalimantan Barat. Maka dari itu, agenda ini turut melibatkan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia, yang dihadiri oleh Pejabat (Pj) Gubernur Kalimantan Barat, para bupati, para wali kota, serta jajaran pemerintah daerah.
Anggota Banggar DPR RI Hamka B. Kady pun menekankan pentingnya optimalisasi serapan anggaran pemerintah daerah. Ia mengingatkan agar kebijakan 'automatic adjustment' yang diterbitkan oleh Kementerian Keuangan tidak menjadi kendala bagi kementerian dan lembaga.
"Serapan anggaran harus optimal. Dana desa yang ditransfer langsung ke desa harus digunakan sesuai peruntukannya. Koordinasi yang baik antara pemerintah desa dan BUMDes sangat penting untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD)," kata Hamka.
Wakil Ketua Banggar DPR RI Jazilul Fawaid berharap agar alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat. "Kami berharap TKDD yang diterima Kalimantan Barat bisa meningkatkan nilai tukar petani dan nelayan, sehingga kesejahteraan mereka dapat terjamin," tegas Jazilul.
Sementara itu, Pj Gubernur Kalimantan Barat Harrison menjelaskan sejumlah kendala yang dihadapi pemerintah daerah. Salah di antaranya adalah keterlambatan petunjuk teknis (juknis) yang baru diterima pada bulan Juni. "Ini menjadi kendala besar dalam penyerapan anggaran daerah. Selain itu, pertumbuhan ekonomi Kalimantan Barat juga terkontraksi menjadi 4,78 persen akibat pelarangan ekspor bauksit," ungkap Harrison.
Ia pun menambahkan, infrastruktur jalan kini menjadi kebutuhan mendesak untuk mendukung akselerasi pertumbuhan ekonomi, khususnya di Provinsi Kalimantan Barat. Akan tetapi, imbuhnya, pembiayaannya belum mampu tercukupi lantaran hanya mengandalkan PAD.
Inovasi dan Hilirisasi Industri
Wakil Ketua Banggar DPR RI Syarief Abdullah Alkadrie menyampaikan agenda kunjungan ke Provinsi Kalimantan Barat ini menjadi momentum bagi para stakeholder untuk memacu diri memperbaiki tata kelola keuangan daerah sekaligus mempercepat pembangunan demi kesejahteraan masyarakat setempat.
Politisi Fraksi Partai NasDem ini pun menekankan krusialnya upaya inovasi untuk memanfaatkan potensi sumber daya daerah. Ia juga mendorong optimalisasi pembangunan dua smelter bauksit yang kini telah selesai.
"Hilirisasi industri harus dimanfaatkan secara optimal. Perlu ada kebijakan atau patokan harga jual terendah untuk mencegah permainan harga yang merugikan," pungkas legislator daerah pemilihan Kalimantan Barat I itu. (nif)