SAMBAS, SP - Forum Group Discussion (FGD) yang bertema "Solusi dan Pencegahan terhadap Fenomena Kekerasan Gen-Z di Kabupaten Sambas" digelar di Aula R.M. Bundo Kanduang, Sambas, Selasa (3/9/2024).
FGD yang diikuti puluhan peserta SMA/Sederajat dan sejumlah mahasiswa ini diadakan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sambas bekerjasama dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Institut Agama Islam Sultan Muhammad Syafiuddin (IAIS) Sambas, Cyber Borneo Nusantara (CBN), dan Polres Sambas.
Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (P3AP2KB) tahun 2022, tercatat ada sebanyak 53 kasus kekerasan seksual di wilayah yang dinahkodai Satono-Rofi.
Adapun untuk kategori usia remaja, kejadian hamil di luar nikah kerap terulang, belum lagi perundungan sesama teman sekolah, kontak fisik, sampai konvoi kendaraan secara liar dan merusak fasilitas publik, terasa begitu akrab menyapa telinga.
Selama bertugas menjaga keamanan dan ketertiban negara, Kasat Reskrim Polres Sambas, AKP Rahmad Kartono mengaku prihatin dengan kondisi yang ada.
Meski baru tiga bulan ditempatkan di Polres Sambas, dia menanggung amanah berat sehubungan rentetan kasus kekerasan seksual yang menempati angka tertinggi di Kalbar.
Melalui FGD, tersebut dia mengajak Generasi Z dan Alpha agar mampu melindungi diri dari ancaman bullying, baik secara verbal maupun non-verbal.
Terlebih lagi, Negeri Muare Ulakan pada zaman dahulu dikenal dengan peradabannya yang luhur, berbudi pekerti tinggi, serta religius.
"Sambas di waktu lampau berjuluk ‘Serambi Mekkah’, namun kini nyaris hilang bekasnya, mengingat kasus asusila marak terjadi," AKP Rahmad.
Kabid Ketenagaan Dinas Pendidikan Sambas, Utami Sri Andayani, mengatakan, perilaku melanggar norma hukum dan kesusilaan dikalangan anak maupun remaja seluruhnya berawal dari lemahnya pengawasan orangtua terhadap penggunaan gadget buah hati mereka.
Menurutnya, piranti canggih jika tidak mampu dimanfaatkan ke arah kebaikan, maka posisinya tak ubah seperti setan gepeng.
“Ketika perangkat elektronik seperti handphone dalam penggunaannya tidak mendapatkan perhatian serius orangtua, bisa kita sebut setan gepeng atau berpotensi memunculkan perilaku menyimpang,” ungkap Utami.
Sementara, Ketua BEM IAIS Sambas, Asrul menyebut, topik dalam FGD ini diangkat karena adanya keresahan melihat realita kekerasan, mulai tingkat anak-anak, remaja usia dini, bahkan mahasiswa.
“Melalui FGD ini diharapkan ditemukan solusi bersama. Kedepan kekerasan dalam bentuk apapun dapat diminimalisir dan termonitor semua pihak tanpa kecuali,” tukas Asrul. (widia/*)