Sambas post authorBob 07 Juli 2020

Kasus Pencabulan di Sambas Masih Tinggi, Tercatat 28 Kasus hingga Pertengahan Tahun

Photo of Kasus Pencabulan di Sambas Masih Tinggi, Tercatat 28 Kasus hingga Pertengahan Tahun ANTARA FOTO/Rony MuharrmanAKSI - Puluhan aktivis perempuan serta ibu rumah tangga melakukan aksi memperingati Hari Perempuan Internasional. Aksi tersebut untuk melawan ketidakadilan berbasis gender, menghentikan perkawinan anak, serta menghentikan

Kasatreskrim Polres Sambas, AKP Prayitno

Masih tingginya kasus pencabulan tentu membuat kita prihatin dimana anak yang menjadi korban pencabulan semakin meningkat.

SAMBAS, SP - Baru pertengahan tahun 2020, sudah ada 28 kasus pencabulan yang yang ditangani Polres Sambas maupun Polsek jajaran.

Kapolres Sambas, AKBP Robertus Bellariminus Herry Ananto Pratiknyo melalui Kasatreskrim Polres Sambas, AKP Prayitno mengatakan, sejak Januari sampai 6 Juli 2020, Polres Sambas mencatat 28 kasus pencabulan.

"Masih tingginya kasus pencabulan tentu membuat kita prihatin dimana anak yang menjadi korban pencabulan semakin meningkat," katanya, Senin (6/7)

Selama tahun 2019, kata Prayitno, Polres Sambas mencatat ada 45 perkara pencabulan.

"Dan sekarang baru pertengahan tahun 2020 sudah tercatat 28 kasus pencabulan," ungkapnya.

Selain persoalan moral, tentu ada sesuatu yang harus dikaji kenapa kasus pencabulan terhadap anak terus meningkat.

Meski demikian, peran orang tua sangat penting dalam mengawasi pergaulan dan lingkungan anak untuk menekan kasus pencabulan.

"Peranan pemerintah juga penting untuk menangkal kasus pencabulan," ungkapnya.

Adapun untuk pelaku pencabulan, sekitar 90 persen dilakukan oleh orang-orang terdekat korban.

“Korban dan pelaku saling mengenal, bahkan ada tetangga maupun keluarga korban," pungkasnya.

Menanggapi masih tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Sambas, Wakil Bupati Sambas, Hairiah mengatakan bahwa hal itu menunjukkan bahwa masyarakat sudah sadar hukum, sehingga tidak lagi diam dan aktif melapor kepada kepolisian.

"Setiap kasus yang terjadi mendapat respons dan empati dalam penanganan, sehingga ada rasa aman pada saat melaporkan kasusnya. Aparat penegak hukum juga responsive tangani kasus," tuturnya.

Hairiah mengatakan bahwa tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak karena banyak sebab. Salah satunya maraknya konten-konten berbau pornografi yang sekarang mudah diakses.

"Faktor-faktor pemicunya bisa bermacam-macam, dari longgarnya pengawasan keluarga dan masih berseliwerannya gambar dan video porno yang bisa diakses oleh anak-anak," tuturnya.

Untuk meminimalisasi tingginya kasus itu, Pemkab Sambas sudah mengambil langkah-langkah strategis yang sudah dilakukan. Di antaranya, ada Pusat Pelayanan Terpadu untuk Perempuan dan Anak yang jaringannya sampai ke desa.

“Ada Perbup tentang upaya pencegahan dan penanganan penyakit masyarakat bekerja sama dengan Baninsa dan Bhabinkamtibmas, tokoh masyarakat, tokoh agama," katanya.

Kemdian bekerja sama dengan organisasi perempuan yang menyasar kelompok rentan terhadap kasus ini.

Kedepan, kata Hairiah, Pemda tetap berkomitmen melakukan penguatan-penguatan agar kasus ini bisa ditekan. Salah satunya adalah dengan melakukan sosialisasi dan penyadaran kepada masyarakat dan alur laporan dan penanganan kasus.

“Penanganan kasus yang ramah anak dan tetap menjunjung tinggi hak korban serta rehabilitasi sehingga korban menjadi survival (tetap bertahan,red) dan dapat kembali termotivasi dalam hidupnya," jelas Hairiah.


Untuk itu, ia berpesan kepada masyarakat agar tetap waspada dan berhati-hati. Kepada orang tua, ia minta agar bisa menjaga komunikasi dengan anak. Begitu juga anak, juga harus terus berkomunikasi dengan keluarga.

"Peringatan untuk siapa saja, kasus pidana yag dilakukan mempunyai sanksi hukuman yang tinggi karena negara sangat konsen menjaga warga negaranya. Orang tak boleh melakukan tindakan kekerasan dalam bentuk apapun, baik itu fisik, phisikologis dan bahkan seksual, karena itu pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia," pungkasnya.

Bangun Pusat Keagamaan Desa

Formatur Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Sambas, Pahmi Ardi menilai tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak atau cabul adalah karena lemahnya keagamaan dan kemanusiaan seseorang.

Terakhir, kasus yang menjadi sorotan adalah seorang ayah yang tega mencabuli anaknya sejak kelas tiga SD. Kasus itupun terjadi bertahun-tahun lamanya dan baru dilaporkan korban kepada pihak berwajib beberapa waktu lalu.

"Ini gambaran lemahnya spirit keagamaan dan kemanusiaan masyarakat di Kabupaten Sambas. Penting bagi setiap stakeholder yang ada untuk saling bersinergi dalam menananggulangi persoalan ini," ungkapnya.

Menurut Pahmi, pemerintah daerah dan stakeholder terakit harus membuat kerangka kegiatan dengan tujuan yang jelas. Dimana harus membuat masyarakat sadar akan nilai keagamaan dan sadar akan hak dan kewajibannya terhadap anak.

"Anak-anak adalah masa depan dan harapan bangsa, maka harus dijaga dan disayangi. Pemerintah dan stakeholder harus membuat kerangka kegiatan bertujuan menyadarkan masyarakat untuk sadar tentang arti penting nilai keagamaan dan kemanusiaan," ujarnya.

Menurutnya, terobosan yang bisa dibuat adalah dengan melibatkan desa dalam memutus mata rantai kekerasan terhadap perempuan dan anak. Dia mengusulkan agar ada program Desa Sayang Anak atau Desa Akhlakul Kharimah untuk menekan kasus tersebut.

Tokoh agama bisa difungsikan untuk membuat program di desa agar tercapainya Desa Akhlakul Kharimah. Misalnya di setiap desa dibuatkan satu rumah tahfiz quran yang difasilitasi desa.

“Anak-anak ditempa ilmu agama di rumah tahfiz itu. Kemudian pemuda-pemudi dan orang tua di desa yang buta huruf juga dikembangkan kapasitas spiritualnya dengan adanya rumah tahfiz dan dibuatkan program yang jelas," pungkasnya. (noi/bah)

 

Berita Terkait

Baca Juga

Komentar Anda