Sanggau, SP - Tuberkulosis (TB/TBC) merupakan penyakit menular yang paling mematikan di dunia. Di Kabupaten Sanggau, Dinas Kesehatan (Dinkes) mencatat hingga Juni 2020 jumlah penderita TBC mencapai 272 orang.
Lalu bagaimana penanganan TBC di Bumi Daranante, julukan Kabupaten Sanggau saat ini di tengah penyebaran Virus Corona atau Coronavirus Disease 2019 (Covid-19)? Kabid Pencegahan Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinas Kesehatan Kabupaten Sanggau, Sarimin Sitepu mengatakan, penderita TBC tetap dilayani seperti biasa, untuk memastikan tidak putus obat dan tetap meminum obat.
“Tahun 2016 kita mencatat penderita TBC di Kabupaten Sanggau berjumlah 617 orang. Tahun 2017 naik menjadi 815 orang. Kemudian tahun 2018, penderita TBC juga naik dengan angka penderita 858 orang. Tahun 2019 turun menjadi 843 orang, dan hingga Juni tahun 2020 penderita TBC 272 orang,” ungkapnya, Kamis (9/7).
Penyembuhan TBC dapat dilakukan dengan meminum obat secara rutun dan teratur selama enam bulan. Jika berhenti atau putus obat, pengobatan mesti diulang, dan dapat menimbulkan risiko resisten obat atau dikenal dengan TBC resisten obat (RO).
“Sampai hari ini belum ada laporan putus obat. Risikonya kalau putus obat, penderita TBC tidak akan sembuh, dan bisa saja kambuh kembali serta menjadi MDR (Multidrug Resistant) atau biasa disebut resisten obat. Sehingga pengobatannya akan lebih panjang, sampai satu tahun,” terang Sarimin.
Dia menambahkan, penanganan penderita TBC di tengah pandemi Covid-19 berbeda, terutama dalam pemberian obat. “Masa pengobatan enam bulan. Sebelum Covid-19 kita berikan obat seminggu sekali, sekaligus untuk memantau kepatuhan minum obat. Tapi selama pandemi Covid-19, kita berikan obat untuk satu bulan. Jadi pasien yang berobat, cukup datang satu kali dalam sebulan ke Puskesmas,” tutup Sarimin.(jul/yun)