IKUT arus alias tak berani melawan arus. Beginilah 'gaya berpolitik' Mansour Abbas, pemimpin Ra'am, sebuah partai kecil Arab di Parlemen Israel, Knesset. Dalam Pemilu Israel pada Desember 2021, Abbas mendadak berbalik gagang, mendukung koalisi partai-partai Zionis yang sukses mengusung Naftali Bennett sebagai Perdana Menteri (PM) Israel.
Dokter gigi ini meninggalkan PM Israel sebelumnya, Benjamin Netanyahu, karena pemimpin Partai Likud ini diprediksinya tak akan saggup melawan gempuran partai oposisi dari kelompok Bennett.
Anggota Knesset alias parlemen atau DPR Israel sejak 2019 ini, lahir di Kota Maghar, 22 April 1974, dan dikenal sebagai seorang politikus Arab Israel. Mewakili partainya di Knesset, Abbas diangkat sebagai Ketua Komite Khusus Urusan Masyarakat Arab di Knesset sejak 27 April 2021.
Di Maghar pula, Abbas dalam usia belia, 17 tahun, menyampaikan khotbah pertamanya di Masjid Perdamaian, ketika dia masih kuliah di Universitas Ibrani Yerusalem untuk belajar kedokteran gigi, di mana dia juga terpilih sebagai ketua Komite Mahasiswa Arab pada 1997 dan 1998.
Selama di universitas, Abbas bertemu Abdullah Nimar Darwish, pendiri Gerakan Islam. Dia juga belajar ilmu politik di Universitas Haifa.
Pada 2007, Abbas menjadi Sekretaris Jenderal Arab Bersatu, dan pada 2010 terpilih sebagai Wakil Ketua Cabang Selatan Gerakan Islam.
Arab Bersatu dan Balad bekerjasama selama pemilihan di Knesset pada April 2019, di mana Abbas sebagai kandidat teratas dari semua wakil partai Arab, kemudian terpilih menjadi anggota Knesset, karena aliansi tersebut memenangkan empat kursi.
Abbas memicu kontroversi ketika dia berbicara untuk mendukung terapi konversi kepada kaum muda LGBTQ+ dalam sebuah wawancara dengan Walla News, media milik Netanyahu. Akibatnya, Abbas dikutuk oleh aliansi partai-partai Arab lainnya di Israel.
Perpecahan lebih lanjut disebabkan oleh upaya nyata Abbas untuk meningkatkan hubungan dengan Netanyahu dan sayap kanan Partai Likud pimpinan Netanyahu.
Dalam wawancara dengan Jaringan 20, saluran pro-Netanyahu, Abbas menganjurkan parta-partai Arab yang selama ini menjadi oposisi, untuk bekerja sama dengan partai-partai Zionis untuk mengamankan dana, dan reformasi diperlukan untuk kepentingan masyarakat Arab Israel.
Pidato Holocaust-nya yang Dulang Dukungan
Pada 21 April 2020, Abbas menyampaikan pidato bersejarah tentang Holocaust (pembunuhan massal orang Yahudi di Eropa oleh Nazi Jerman) di Knesset di mana Abbas berbicara tentang penderitaan orang-orang Yahudi di tangan Nazi.
"Sebagai seorang Muslim Arab Palestina yang religius, yang dibesarkan dengan warisan Sheikh Abdallah Nimr Darwish yang mendirikan Gerakan Islam, saya memiliki empati atas rasa sakit, dan penderitaan selama bertahun-tahun bagi para penyintas Holocaust dan keluarga yang terbunuh," katanya.
Dia menambahkan: "Saya berdiri di sini untuk menunjukkan solidaritas dengan orang-orang Yahudi di sini, dan selamanya."
Abbas bergabung dengan Daftar Gabungan Partai Arab lainnya dalam pemungutan suara untuk menentang Kesepakatan Abraham.
Dia menggambarkan suaranya sebagai protes terhadap kurangnya perjanjian damai dengan Palestina.
"Jika akan ada kesepakatan nyata dengan Palestina, akan ada kesepakatan nyata dengan 55 negara Muslim," ujarnya.
Tapi, katanya lagi: "Yang benar-benar penting, adalah bahwa kita Israel, dan tindakan kami, tidak seharusnya dipengaruhi oleh apakah ada perdamaian dengan Bahrain."
Pada Januari 2021, menjelang Pemilu 2021, Daftar Bersatu Arab dipisah dari Daftar Gabungan. Menurut anggaran rumah tangga partai, Abbas tidak memenuhi syarat untuk mencalonkan diri lagi dalam Pemilu 2021.
"Saya harus menghormati lembaga Ra'am, jika peraturan tidak diubah, meskipun mereka tidak mengantisipasi empat pemilihan dalam dua tahun, ketika mereka membuat aturan," katanya.
Namun, Abbas mencalonkan diri dalam pemilihan umum sebagai pemimpin partai, dan Arab Bersatu memenangkan empat kursi.
Tinggalkan Netanyahu demi Bennett
Pada 2 Juni 2021, setelah mengadakan negosiasi dengan tokoh oposisi Israel Yair Lapid dan Naftali Bennett, Abbas memperbarui komitmennya untuk mendukung pemerintah non-Netanyahu setelah menandatangani perjanjian koalisi dengan Lapid.
Pada 21 Desember 2021, ayah tiga anak yang tinggal di Maghar ini, menyatakan bahwa Israel lahir sebagai negara Yahudi, dan akan tetap demikian, sehingga memicu kemarahan dari anggota partai-partai Arab lainnya.
Dilansir dari The Associated Press, Senin, 17 Januari 2022, Abbas adalah seorang politisi yang awalnya tidak dikenal, dan kini menjadi kunci utama serikat parta-partai Arab Israel yang akhirnya goyah.
Abbas bersama partainya telah mengamankan anggaran yang besar, dan kebijakan yang menguntungkan bagi konstituennya (orang Arab Israel), bahkan memenangkan audiensi dengan Raja Yordania.
“Kami adalah mitra setara sepanjang jalan, bagian dari koalisi, untuk pertama kalinya di negara Israel,” kata Abbas baru-baru ini kepada situs berita Israel, Ynet. “Kami berkompromi untuk memecahkan masalah masyarakat Arab.”
Pendekatan pragmatis Abbas telah mengamankan pendanaan untuk perumahan, listrik, dan pemberantasan kejahatan di sektor Arab yang secara tradisional diabaikan Israel.
Abbas juga tidak takut menghadapi pasangannya untuk mendapatkan apa yang dia butuhkan.
Membela Orang Arab saat 'Dikepung' Yahudi
Tetapi, Abbas juga dipaksa untuk melakukan tindakan penyeimbangan yang halus, antara keinginan para pemilih Arab-nya, dan mitra koalisinya yang Yahudi.
Setiap langkahnya diawasi oleh konstituennya, yang sahamnya dalam demokrasi negara itu bisa goyah, jika gagal membawa perubahan jangka panjang.
“Fakta bahwa orang-orang Arab duduk di sekitar meja di pemerintahan bukanlah masalah kecil,” kata Nasreen Haddad Haj-Yahya, Direktur Program Masyarakat Arab di Israel di Institut Demokrasi Israel, sebuah wadah pemikir Yerusalem.
“Pertanyaannya adalah apakah kekuatan politik ini akan diterjemahkan ke dalam tindakan yang dirasakan warga dalam kehidupan sehari-hari mereka?” lanjutnya.
Abbas membuat sejarah pada Juni 2021, ketika partai Islam kecilnya menjadi faksi Arab pertama yang bergabung dengan koalisi Israel.
Melalui 73 tahun sejarah Israel, partai-partai Arab tetap berada di oposisi, mengecam pemerintah, dan tidak menginginkan bagian dalam kebijakan terhadap saudara-saudara Palestina mereka di Tepi Barat dan Jalur Gaza.
Rekan-rekan Yahudi sering memandang mereka sebagai ancaman keamanan yang potensial dan musuh dari dalam. Warga Palestina Israel merupakan seperlima dari 9,4 juta penduduk Israel.
Sementara banyak yang terintegrasi ke dalam masyarakat Israel, komunitas tersebut umumnya lebih miskin, dan kurang berpendidikan daripada orang Yahudi, dan telah lama menghadapi diskriminasi dan pertanyaan tentang kesetiaannya.
Jumlah pemilih Arab biasanya lebih rendah daripada orang Yahudi, dan mencapai titik nadir dalam pemilihan pada 2021.
Koalisi, yang terdiri dari 61 anggota parlemen dari 120 kursi di Knesset, sekarang ini bergantung pada empat anggota partai Abbas untuk meloloskan undang-undang, menyetujui anggaran, dan menjaga pemerintah tetap berjalan.
Terkait dengan Ikhwanul Muslimin
Abbas mengepalai partai Ra'am, sebuah partai Islam konservatif moderat, yang memiliki hubungan dengan Ikhwanul Muslimin, kelompok yang dikategorikan sebagai teroris oleh PBB serta AS bersama sekutunya.
Konstituen Ra'am sendiri, sebagian besar adalah orang Arab Badui, yang termasuk di antara warga negara termiskin.
Ketika Israel jatuh ke dalam kebuntuan politik yang berkepanjangan, dengan empat pemilihan umum dalam rentang waktu dua tahun, Abbas muncul sebagai penangkal kekacauan.
Menjelang pemilihan pada Maret 2021, Abbas memutuskan Ra'am dari persatuan partai-partai Arab, dan mengisyaratkan faksi itu akan duduk dalam koalisi di bawah persyaratan yang tepat, tidak peduli siapa yang memimpinnya.
Mantan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengadakan pembicaraan yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan Abbas tentang bergabung, dilaporkan menjanjikan dia daftar kebijakan yang akan menangani kejahatan yang merajalela dan masalah perumahan di komunitas Arab.
Tetapi, sekutu ultra-nasionalis Netanyahu menentang kerja samanya dengan Abbas, dan pembicaraan itu gagal.
Ketika legislator Yair Lapid kemudian diminta untuk membentuk pemerintahan, Abbas melanjutkan pembicara, sekaligus meninggalkan Netanyahu, sehingga Ra'am menjadi anggota kunci dari koalisi sejak saat itu.
Terdiri dari delapan partai yang menjalankan keseluruhan dari faksi nasionalis hingga partai dovish yang mendukung kenegaraan Palestina, koalisi berat yang dipimpin oleh mantan pemimpin pemukim Tepi Barat Naftali Bennett ini, berjanji untuk mengesampingkan masalah yang memecah belah.
Sebaliknya, koalisi berfokus ke subjek yang tidak akan mengguncang stabilitas koalisi, termasuk pandemi dan ekonomi.
Masalah Palestina, yang secara tradisional sangat penting bagi partai-partai Arab, sebagian besar telah diabaikan. Abbas bersikeras tidak mengabaikan aspirasi lama Palestina, untuk menjadi negara bagian di Tepi Barat, Gaza, dan Yerusalem timur, wilayah yang direbut Israel dalam perang Timur Tengah 1967.
Ikatan keluarga mengikat warga Palestina Israel, dan mereka yang tinggal di tanah yang diduduki.
Abbas menyatakan dalam wawancara dengan sebuah kepada podcast setelah koalisi dibentuk, bahwa Ra'am ingin fokus ke isu-isu mendesak dalam masyarakat Arab.
Namun, kantornya menolak permintaan wawancara dengan The Asociated Press.
Ra'am telah mendorong prioritasnya dari dalam koalisi.
Hal ini untuk mengamankan anggaran miliaran dolar yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk komunitas Arab, yang bertujuan untuk meningkatkan kondisi kehidupan, dan meminimalkan tingkat kejahatan yang memecahkan rekor.
Atas perintah Ra'am, Pemerintah Israel bergerak untuk mengizinkan beberapa desa Badui yang tidak dikenal di gurun Negev selatan, dan menghubungkan ribuan rumah yang dibangun secara ilegal ke listrik.
“Pemerintah Israel dari waktu ke waktu mengabaikan Negev, dan tidak menangani akar masalah,” kata Faiz Abu Sahiban, Walikota Kota Badui Rahat yang juga pendukung Abbas. “Ini pertama kalinya negara Israel mendengar orang Badui.”
Beragam pendapat pun tak terhindarkan dan berbenturan. Pekan lalu, Abbas mengancam akan menahan suara partainya di parlemen, sebagai protes atas penanaman pohon di tanah yang diklaim oleh Badui di Negev, sebuah krisis yang menyebabkan proyek kehutanan ditangguhkan.
Ra'am juga telah mendorong kembali upaya elemen koalisi nasionalis untuk memperpanjang undang-undang, yang mencegah warga Palestina yang menikah dengan warga negara Israel untuk mendapatkan hak tinggal.
Abbas berulang kali dicap sebagai simpatisan teroris oleh anggota parlemen ultra-nasionalis oposisi.
Sebagai seorang konservatif sosial, Abbas juga menentang undang-undang pro-LGBT dalam koalisi dengan seorang menteri gay secara terbuka.
Abbas juga menghadapi kritik dari warga Palestina Israel. Baru-baru ini, Abbas menyebabkan kegemparan di publik Arab, ketika dia mengakui Israel sebagai negara Yahudi di sebuah konferensi bisnis.
Para pemimpin sayap kanan Israel telah berulang kali meminta warga Palestina untuk mengakui karakter Yahudi Israel, dan penonton yang didominasi orang Yahudi, bertepuk tangan atas pernyataan tersebut.
Tapi, kritikus Arab, termasuk kepemimpinan Palestina di Tepi Barat, menuduh Abbas mengabaikan perjuangan Palestina.
"Mereka (Ra'am) bertanggung jawab atas semua keputusan pemerintah ini, termasuk anggaran untuk permukiman Tepi Barat," kata anggota parlemen veteran Arab, Ahmad Tibi, Desember 2021.
Namun, masuknya Abbas ke dalam koalisi telah mengikuti opini publik Arab selama bertahun-tahun, yang mendukung partisipasi Arab yang lebih besar dalam pengambilan keputusan.
Kegagalan dan pencapaiannya dapat membantu menentukan keterlibatan politik Arab di masa depan.
“Jika publik Arab melihat bahwa apa yang dilakukan Mansour Abbas efektif dan membawa perubahan, saya tidak ragu bahwa jumlah pemilih akan meningkat secara dramatis,” kata Mohammad Magadli, seorang analis politik kepada Nas Radio dan Channel 12 TV. “Itu berarti bahwa Israel akan menjadi negara demokrasi yang sesungguhnya.”***
Sumber: The Associated Press, Wikipedia